Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pesta Seks. Tampilkan semua postingan

Petualangan villa cinta - 2

Aku coba atur nafasku, dan waktu aku mulai tenang, aku buka mata, Ricky sudah buka celana dalamnya, dan penisnya yang hampir maksimal langsung berdiri di depan mukaku. Dia megangi batang penisnya pakai tangan kanannya, tangan kirinya membelai rambutku. Aku tahu dia mau di-"karoake"-in, ada rasa jijik juga sih, tapi tidak adil dong, dia sudah muasin aku, masaaku tolak keinginannya. So aku buka mulutku, aku jilat sedikit kepala penisnya. Hangat dan bikin aku ketagihan. Aku mulai berani menjilat lagi, terus dan terus. Ricky duduk di ranjang, kedua kakinya dibiarkan terlentang. Aku duduk di ranjang, terus aku bungkuk sedikit, aku pegang batang penisnya yang besarnya lumayan itu pakai tangan kiriku, tangan kananku menahan badanku biar tidak jatuh dan mulutku mulai bekerja.

Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai emut kepala penisnya, aku hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku, ternyata tidak masuk, kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku, tapi masih ada sisa beberapa senti lagi. Aku tidak maksakan, aku gerakkan naik-turun sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang penisnya pakai tangan kiriku. Ricky sepertiya puas juga sama permainanku, dia mrlihati bagaimana aku meng-"karaoke"-in dia sambil sesekali membuka mulut sambil sedikit berdesah. Sekitar 5 menit akhirnya Ricky tidak tahan, dia berdiridan mendorong badanku ke ranjang sampai aku terlentang, dibukanya pahaku agak lebar dandijilatnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dia mengarahkan penisnya ke vaginaku, tapi tidak langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala penisnya ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang maksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi lendir.

Vaginaku sudah basah, tetap saja tidak semua penis Ricky yang masuk. Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek, tiba-tiba penis Ricky maksa masuk terus melesak ke dalam vaginaku. "Aw.. ah.." vaginaku perih bukan main dan aku teriak menahan sakit. Ricky masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku. "Stt.. tahan sebentar ya, nanti juga sakitnya hilang." Ricky membelai rambutku. Di balik senyum nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit itu, aku menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa.. aku tidak apa-apa. Terusin saja.. ah.."

Ricky mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa setiap kali Ricky menusukkan penisnya dan menarik penisnya. Ricky makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir dari dalam vaginaku. "Tidak lama lagi.. tidak bakalan lama lagi.." Ricky ngomong di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambil terus mengocok vagina aku. "Aku juga.. ah.. oh.. sebentar lagi.. ah.. aw.. juga.." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya aku mau ngomong kalau aku juga sudah hampir sampai klimaks. Tiba-tiba Ricky mencabut penisnya dari vaginaku, dia tengkurapi aku, aku sendiri sudah lemas tidak tahu Ricky mau apa, tapi secara naluri aku angkat pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku sedikit. Tanganku menahan badanku biar tidak ambruk dan aku siap-siap ditusukdari belakang.

Beneran saja Ricky memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang, terus dia kocok lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Ricky tidak terlalu keras, tapi makin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan badanku biar tidak ambruk, dan aku rasakan tangan Ricky meremas-remas dadaku dari belakang, terus jarinya menggosok-gosok puting susuku, bikin aku seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang. Ricky kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini dimasukkannya ke anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya masuk, tapi tidak semuanya bisa masuk. Ricky sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas dadaku, tangan kanannya sibuk main-main di selangkanganku, dia masukkan jari tengahnya ke vaginaku dan jempolnya menggosoki klitorisku.

Aku makin merem-melek, anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-gosok, dadaku diremas-remas dan putingnya dipelintir-pelintir, terus vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengahnya. Aku benar-benar tidak kuat lagi, akhirnya aku klimaks, dan aku merasakan Ricky juga sampai klimaks, dari anusku kerasa ada cairan panas muncrat dari penis Ricky. Akhirnya aku ambruk juga, badanku lemas semua. Aku lihat Ricky juga ambruk, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat terus, kupegang badanku, ternyata aku juga basah keringatan. Benar-benar kenikmatan yang luar biasa.Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat arloji, sudah jam 2 subuh. Leherku kering, tapi waktu aku mau minum, aku ingat gelas di kamarku sudah pecah gara-gara kesenggol. Aku lihat ke lantai, banyak pecahan kaca, terus aku ambil sapu, aku sapu dulu ke pinggir tembok. Aku turun ke bawah, maksudnya sih mau ambil minum di bawah, aku masih telanjang sih, tapi aku cuek saja. Aku pikir si Alf pasti masih tidur soalnya dia pasti capai juga olah raga malam bareng Si Vivie.

Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan villanya Vivie lumayan mewah, ada kulkas dan TV. Aku ambil sebotol Aqua, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di sofa, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamar panas sekali. Tidak tahu kenapa, tapi aku akhirnya ketiduran dan waktu aku bangun aku kaget setengah mati. Aku lihatSi Alf dengan santainya turun dari tangga langsung menuju kulkas, kayaknya mau minum juga.

Aku bingung harus menutupi badanku pakai apa, tapi aku telat Si Alf sudah membalik duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Dia masih melihatiku waktu aku menutupi selangkanganku pakai tangan, tapi aku sadar sekarang dadaku kelihatan, makanya tanganku pindah lagi ke dada, terus pindah lagi ke bawah, aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati.

Alf akhirnya berbalik,
"Sorry, aku pikir kamu masih tidur di kamar. Jadi.. jadi.."
"Tidak apa-apa, ini salahku."
Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, waktu akhirnya aku juga sadar kalau Alf juga telanjang. Sepertinya dia pikir aku masih di kamar sama Si Ricky, makanya dia cuek saja turun ke bawah. Aku pikir sudah terlambat untuk malu, toh Alf sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku sudah tidak perawan lagi, so malu apa. Cuek saja lah. "Kamu sudah boleh balik, aku tidak apa-apa." Aku mengambil remot TV terus menyalakan TV. Aku setel VCD, aku pikir bagus juga aku rileks sebentar sambil nonton TV. Alf juga sepertinya sudah cuek, dia berbalik tapi tidak lagi melongo melihatiku telanjang, dia duduk sambil ikut nonton TV.

Gilanya yang aku setel malah VCD BF. Tapi sudah tanggung, aku tonton saja, peduli amat apa kata Si Alf, yang penting aku bisa istirahat sambil nonton TV.
"Bagaimana semalem?" aku buka percakapan dengan Alf.
Dia berbalik, "Hebat, Vivie benar-benar hebat."
Alf sudah bisa nyengir seperti biasanya.
Aku mengangguk, "Ricky juga hebat, aku hampir pingsan dibikinnya."
Alf nyengir lagi, lalu kami ngobrol sambil sesekali menengok TV. Kayaknya tidak mungkin ada cowok yang tahan ngobrol tanpa mikirin apa-apa sama cewek yang lagi telanjang, apalagi sambil nonton film BF. Tiap kali ngomong aku tahu mata Alf selalu nyasar ke bawah, ka dadaku yang memang lumayan menggoda. Aku tidak memuji sendiri, tapi memang dadaku cukup oke, ranum menggoda, bahkan lebih seksi dari kepunyaan Vivie, itu sebabnya Alf tidak berhenti-berhenti melihati dadaku kalau ada kesempatan. Ada sedikit rasa bangga juga dibalik rasa maluku, dan sekilas kulihat penis Alf yang mulai tegang. Aku nyengir dan sepertinya Alf tahu apa yang aku pikirkan.

Dia pegang tanganku, "Boleh aku pegang, itu juga kalau kamu tidak keberatan." Wah berani juga dia, aku jadi sedikit tersanjung, terus aku mengangguk. Alf pindah ke sebelahku, dia peluk aku dan tangannya mulai remas-remas dadaku. Mula-mula dia sedikit ragu-ragu, tapi begitu tahu kalau aku tidak nolak dia mulai berani dan makin lama makin berani, dan jarinya mulai nakal memelintir puting susuku. Aku mulai merem-melek sambil memutar badanku. Sekarang aku duduk di paha Alf berhadap-hadapan. Alf langsung menyambar putingku dan lidahnya langsung beraksi. Aku sendiri sudah kebawa nafsu, aku mulai mengocok penisnya pakai tanganku dan sepertinya Alf juga puas dengan permainanku. Aku mulai terbawa nafsu, dan aku sudah tidak peduli apa yang dia lakukan, yang jelas enak buatku.

Alf menggendongku, kupikir mau dibawa ke kamar mandi, soalnya kamar di atas ada Vivie sama Ricky, tapi tebakanku keliru. Dia malah menggendongku ke luar, ke halaman villa. Aku kaget juga, bagaimana kalau ada yang lihat kami telanjang di luar. Tapi begitu Alf buka pintu luar, aku melihat di seberang villa, sepasang cowok-cewek lagi sibuk nge-sex. Cewek itu mendesah-desah sambil sesekali berteriak. Aku lihat lagi ke sekitarnya, ternyata banyak juga yang nge-sex di sana. Rupanya villa-villa di sekitar sini memang tempatnya orang-orang nge-sex. "Bagaimana? kita kalahkan mereka?" Alf nyengir sambil menggendongku. Aku ikutan nyengir, "Siapa takut?" terus Alf meniduriku di rumput. Dingin juga sisa air hujan yang masih membasahi rumput, punggungku dingin dan basah tapi dadaku lebih basah lagi sama liurnya Si Alf. Udara di luar itu benar-benar dingin, sudah di pegunungan, subuh-subuh lagi. Wah tidak terbayang bagaimana dinginnya deh. Tapi lama-lama rasa dingin itu hilang, aku malah makin panas dan nafsu, apalagi Alf jago benar mainkan lidahnya. Sayup-sayup aku mendengarkan suara cewek dari villa seberang yang sudah tidak karuan dan tidak ada iramanya. Aku makin nafsu lagi mendengarnya, tapi Alf sepertinya lebih nafsu lagi, dia itu seperti orang kelaparan yang seolah bakal nelan dua gunung kembarku bulat-bulat.

Lama juga Alf main-main sama dadaku, dan akhirnya dia pegang penisnya minta aku meng-"karaokei"-in itu penis yang besarnya lumayan juga. Gara-gara tadi malam aku sudah mencoba meng-"karaokei"-in penis Ricky, sekarang aku jadi kecanduan, aku jadi senang juga meng-"karaoke"-in penis, apalagi kalau besarnya lumayan seperti punya Si Alf. Makanya tidak usah disuruh dua kali, langsung saja aku caplok itu penis. Aku tidak mau kalah sama permainan dia di dadaku, aku hisap itu penis kuat-kuat sampai kepalanya jadi ungu sekali. Terus kujilati mulai dari kepalanya sampai batang dan pelirnya juga tidak ketinggalan.

Bersambung . . . .

Petualangan villa cinta - 3

Kulihat Alf melihati bagaimana aku main di bawah sana. Sesekali dia buka mulut sambil berdesah menahan nikmat. Aku belum puas juga, kukocok batang penisnya pakai tanganku dan kuhisap-hisap kepalanya sambil kujilati pelan-pelan. Alf merem-melek juga dan tidak lama dia sudah tidak tahan lagi, sepertinya sih mau keluar, makanya dia cepat-cepat melepaskan penisnya dari mulutku. Aku tahu dia tidak mau selesai cepat-cepat, makanya aku tidak ngotot meng-"karaoke"-in penisnya lagi.

Alf sengaja membiarkan penisnya istirahat sebentar, dia suruh aku terlentang sambil mengangkang. Aku menurut saja, aku tahu Alf jago mainkan lidahnya, makanya aku senang sekali waktu dia mulai jilati bibir vaginaku yang sudah basah sekali. Benar saja, baru sebentaraku sudah dibikin merem-melek gara-gara lidahnya yang jago sekali itu. Sepertinya habis semua bagian vaginaku disapu lidahnya, mulai dari bibirnya, klitorisku, sedikit ke dalam ke daerah dinding dalam, sampai anusku juga tidak ketinggalan dia jilati.

Aku dengarkan, sepertinya pasangan di seberang sudah selesai main, soalnya sudah tidak kedengaran lagi suaranya, tapi waktu aku lihat ke sana, aku kaget. Cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok, tapi bukan cowok yang tadi. Cowok yang tadi nge-sex sama dia lagimembersihkan penisnya, mungkin dia sudah puas. Sekarang cewek itu lagi meng-"karaoke"-in cowok lain, lebih tinggi dari cowok yang tadi. Gila juga itu cewek nge-sex sama dua cowok sekaligus. Tapi aku tarik lagi omonganku, soalnya aku ingat-ingat, aku juga sama saja sama dia. Baru selesai sama Ricky, sekarang sama Alf. Wah ternyata aku juga sama gilanya. Aku nyengir sebentar, tapi terus merem-melek lagi waktu Alf mulai melintir-melintir klitorisku pakai bibirnya.

Alf benar-benar ahli, tidak lama aku sudah mulai pusing, aku lihat bintang di langit jadi tambah banyak dan kayaknya mutar-mutar di kepalaku. Aku benar-benar tidak bisa ngontrol badanku. Ada semacam setrum dari selangkanganku yang terus-terusan bikin aku gila. "Ah.. ah.. Alf.. Ah.. berhenti dulu Alf.. Ah.. Ah.. Shh.." aku tidak tahan sama puncak nafsuku sendiri. Tapi Alf malah terus-terusan melintir-melintir klitorisku. Aku benar-benar tidak tahan lagi, aku kejang-kejang seperti orang ayan, tapi sudahnya benar-benar enak sekali, beberapa menit lewat, semua badanku masih lemas, tapi aku tahu ini belum selesai.

Sekarang bagianku bikin Alf merem-melek, makanya aku paksakan duduk dan mulai menungging di depan Alf. Alf sendiri sepertinya memang sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya, dia tidak menunggu lama lagi, langsung dia tusukkan itu penis ke vaginaku. Ada sedikit rasa sakit tapi tidak sesakit pertama vaginaku dimasukkan penis Ricky. Alf tidak menunggu lama lagi, dia langsung mengocok vaginaku dan tangannya tidak diam, langsung disambarnya dadaku yang makin ranum karena aku menungging. Diremasnya sambil dipelintir-pelintir putingnya. Aku tidak tahan digituin, apalagi badanku masih lemas, tanganku lemas sekali, untuk menahan hentakan-hentakan waktu Alf menyodokkan penisnya saja sudah tidak kuat. Aku ambruk ke tanah, tapi Alf masih terus mengocokku, dari belakang.

"Ah.. euh.. ah.. aw.." aku cuma bisa mendesah setiap kali Alf menyodokkan penisnya ke vaginaku. Aku coba mengangkat badanku tapi aku tidak kuat, akhirnya aku menyerah, aku biarkan badanku ambruk seperti gitu. Alf memutarkan badanku, terus disodoknya lagi vaginaku dari depan. Aku sudah tidak bisa ngapa-ngapain, setiap kali Alf menyodokkan penisnya selain dinding vaginaku yang tergesek, klitorisku juga tergesek-gesek, makanya aku makin lemas dan merem-melek keenakan.

Alf memegang kaki kiriku, terus diangkatnya ke bahu kanannya, terus dia mengangkat kaki kananku, diangkatnya ke bahu kirinya. Aku diam saja, tidak bisa menolak, posisi apa yang dia ingin terserah, pokoknya aku ingin cepat-cepat disodok lagi. Aku tidak tahan ingin langsung dikocok. Ternyata keinginanku terkabul, Alf menyodokku lagi, kakiku dua-duanya terangkat, mengangkang lagi, makanya vaginaku terbuka lebih lebar dan Alf makin leluasa mengocok-ngocokkan penisnya. Vaginaku diaduk-aduk dan aku bahkan sudah tidak bisa lagi berdesah, aku cuma bisa buka mulut tapi tidak ada suara yang keluar.

"Aku mau keluar, aku mau keluar.." Alf membisikkan sambil ngos-ngosan dan masih terus mengocokku.
"Jangan di.. jangan di dalam. Ah.. ah.. oh.. aku.. aku tidak mau.. hamil."
Aku cuma bisa ngomong gitu, seenggannya maksud aku ngomong gitu, aku tidak tahu apa suaraku keluar atau tidak, pokoknya aku sudah usaha, itu juga sudah aku paksa-paksakan. Aku tidaktahu apa Alf ngerti apa yang aku omongin, tapi yang jelas dia masih terus mengocokku.

Baru beberapa detik lewat, dia mencabut penisnya, kakiku langsung ambruk ke tanah. Alf mengangkang di perutku, dan dia selipkan penisnya ke sela-sela dadaku yang sudah montok sekali soalnya aku sudah dipuncak nafsu. Kujepit penisnya pakai dadaku, dan Alf mengocok-ngocok seolah masih di dalam vaginaku. Tidak lama maninya muncrat ke muka dan sisanya di dadaku. Aku sendiri klimaks lagi, kulepaskan tanganku dari dadaku, maninya mengalir ke leherku, dan mani yang di pipiku mengalir ke mulutku. Aku bahkan tidak bisa menutup mulutku, aku terlalu lemas. Aku biarkan saja maninya masuk dan aku telan saja sekalian.

Belum habis lemasku, Alf sudah menempelkan penisnya ke bibirku. Aku memaksakan menjilati penisnya sampai bersih terus aku telan sisa maninya. Alf menggendongku ke dalam, terus dia membaringkanku di sofa. Aku lemas sekali makanya aku tidak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya. Yang jelas baru jam 8.00 aku baru bangun. Begitu aku buka mata, aku sadar aku masih telanjang. Aku memaksakan duduk, dan aku kaget kenapa aku ada di kamar Vivie. Terus yang bikin aku lebih kaget lagi, aku lihat sebelah kiriku Alf masih tidur sedangkan di kananku Ricky juga masih tidur. Mereka berdua juga masih telanjang seperti aku.

Belum habis kagetku, Vivie keluar dari kamar mandi di kamarku, dia lagi mengeringkan rambutnya dan sama-sama masih telanjang. Baru akhirnya aku tahu kalau semalam Vivie bangun dan melihat aku lagi nge-sex sama Alf. dia sih tidak marah, soalnya yang penting buat dia Alf cinta sama dia, soal Alf memuaskan nafsu sama siapa, tidak masalah buat dia. Ternyata Vivie melihat dari jendela bagaimana aku sama Alf nge-sex dan Ricky yang juga bangun subuh-subuh kaget melihat aku lagi nge-sex sama Alf. Dia keluar kamar, sepertinya mau melihat apa benar aku lagi nge-sex sama Alf, tapi dia sempat menengok ke kamar sebelah dan melihat Vivie yang lagi nonton aku sama Alf nge-sex dari jendela. Ricky langsung dapat ide, so dia masuk ke dalam dan mengajak Vivie nge-sex juga. Singkat cerita mereka akhirnya nge-sex juga di kamar. Dan waktu aku sama Alf selesai, Alf menggendongku ke atas dan melihat Ricky sama Vivie baru saja selesai nge-sex. Makanya kami berempat akhirnya tidur bareng di kamarnya telanjang bulat.

Hehehe, tidak masalah, kami berempat malah makin dekat. Nanti malam juga kami bakalan nge-sexlagi berempat, tidak masalah buat aku Ricky atau Alf yang jadi pasanganku, yang penting aku puas. Tidak masalah siapa yang muasin aku.

Seperti rencana kami semula, malam itu juga kami nge-sex berempat bareng-bareng. Asik juga sekali-kali nge-sex bareng seperti gitu. Ricky masih tetap oke walaupun dia sudah ngocok Vivie duluan. Aku masih kewalahan menghadapi penisnya yang memang gila itu. Alf juga tidak kalah, biarkan dia masih ngos-ngosan waktu selesai ngocok aku, dia langsung sambar Vivie yang juga baru selesai sama Ricky. Terus kami nge-sex lagi sampai akhirnya sama-sama puas. Aku puas sekali, soalnya baru kali ini aku dipuasi dua cowok sekaligus tanpa jeda. Baru saja selesai satu, yang satunya sudah menyodok-nyodok penisnya ke vaginaku. Pokoknya benar-benar puas sekali deh aku.

Masuk ke cerita, malam ini kami rencana tidak akan nge-sex lagi, soalnya sudah capai sekali dua hari gituan melulu. Makanya Ricky sama Alf langsung menghilang begitu matahari mulai teduh. Mereka sih pasti main bola lagi, tidak bakalan jauh dari itu. Vivie menghabiskan waktunya di villa, kayaknya dia capai sekali, hampir seharian dia di kamar. Aku jadi bosan sendirian, makanya aku putuskan aku mau jalan-jalan. Kebetulan di dekat situ ada air terjun kecil. Akurencana mau menghabiskan hari ini berendam di sana, biar badanku segar lagi dan siap tempur lagi. Aku tidak langsung ke air terjun, aku jalan-jalan dulu mengelilingi kompleks villa itu. Besar juga, dan villanya keren-keren. Ada yang mirip kastil segala. Sepanjang jalan aku ketemu lumayan banyak orang, rata-rata sih orang-orang yang memang lagi menghabiskan waktu di villa sekitar sini. Hampir semua orang yang ketemu melihati aku. Dari mulai cowok keren yang adadi halaman villanya, om-om genit yang sibuk menggodai cewek yang lewat sampai tukang kebun di villa juga melihati aku. Aku sih cuma nyengir saja membalas mata-mata keranjang mereka.

Tidak aneh sih kalau mereka melihatiku, masalahnya aku memang pakai baju pas-pasan, atasanku kaos putih punyanya Si Vivie yang kesempitan soalnya kamarku dikunci dan kuncinya terbawa Ricky. Aku malas mencari dia, makanya aku pakai saja kaos Si Vivie yang ada di meja setrika. Itu juga aku tidak pakai bra, soalnya bra Vivie itu sempit sekali di aku. memang sih dadaku jadi kelihatan nonjol sekali dan putingnya kelihatan dari balik kaos sempit itu, tapi aku cuek saja, siapa yang malu, ini kan kawasan villa buat nge-sex, jadi suka-suka aku dong.

Oh ya aku jadi lupa, bawahan aku lebih gila lagi. Aku tidak tega membangunkan Vivie cuma untuk minjam celana atau rok, kebenaran saja ada Samping Bali pengasih Ricky bulan lalu, ya aku pakai saja. Aku ikat di kananku, tapi tiap kali aku melangkah, paha kananku jadi terbuka, ya cuek saja lah. Apa salahnya sih memarkan apa yang bagus yang aku punya, benar tidak?

Bersambung . . . . .

Petualangan villa cinta - 4

Singkat cerita, aku sampai ke air terjun kecil itu. Aku jalan-jalan mencari tempat yang enak buat berendam. Kaosku mulai basah dan dadaku makin jelas kelihatan, apalagi Samping yang aku pakai, sudah basah benar-benar kena cipratan air terjun. Enak juga sih segar, tapi lama-lama makin susah jalannya, soalnya Samping aku jadi sering keinjak. Aku jadi ingin cepat-cepat berendam, soalnya segar sekali airnya, dan waktu aku menemui tempat yang enak, aku siap-siap berendam, aku lepas sandalku. Tapi waktu aku mau melepas Samping-ku tiba-tiba ada tangan yang memegang bahuku, aku berbalik ternyata seorang cowok menodongi pisau lipat ke leherku. Aku kaget camput takut, tapi secara naluri aku diam saja, salah-salah leherku nanti digoroknya.

"Mau.. mau apa lo ke gue?" aku tanya ke orang yang lagi nodong pisau ke aku. Aku tidak berani lihat mukanya, soalnya aku takut sekali. Ternyata cowok itu tidak sendiri, seorang temannyamuncul dari balik batu, rupanya mereka memang sudah ngincar aku dari tadi. Temannya itu langsung buka baju dan celana jeans-nya. Aku tebak kalau mereka mau memperkosa aku. Ternyata tebakanku benar, orang yang menodongi pisau bicara, "Sekarang lo buka semua baju lo, cepet sebelum kesabaran gue habis!" Aku jadi ingat bagaimana korban-korban perkosaan yang akulihat di TV, aku jadi ngeri. Jangan-jangan begitu mereka selesai perkosa aku, aku dibunuh. Makanya aku beranikan diri ngomong kalau aku tidak keberatan muasin mereka asal mereka tidak bunuh aku.

"Oke.. oke, aku buka baju. Kalem saja, aku tidak masalah muasin elu berdua, tapi tidak usah pakai nodong segala dong." Aku berusaha ngomong, padahal aku lagi takut setengah mati. Orang yang nodongin pisau malah membentak aku, "Goblok, mana ada cewek mau diperkosa, elu jangan macem-macem ya!" Aku makin takut, tapi otakku langsung bekerja, "Santai dong, emangnya gue berani pakai baju ginian kalau gue tidak siap diperkosa orang? Lagian apa gue bisa lari pakai samping kayak ginian?" Kedua orang itu melihati aku, terus akhirnya pisau itu dilipat lagi. Aku lega setengah mati, tapi ini belum selesai, aku masih harus puasin mereka dulu.

Aku mulai buka Samping-ku, "Maunya bagaimana, berdua sekaligus atau satu-satu?" Orang yang tadi nodongin pisau melihat ke orang yang satunya, "Eloe dulu deh. Gue lagi tidak begitu mood." Temannya mengangguk-angguk dan langsung mencaplok bibirku. Aku lihat-lihat, ganteng juga nih orang. Aku balas ciumannya, dia sepertinya mulai lebih halus, pelan-pelan dia remas dadaku dan tahu-tahu aku sudah ditiduri di atas batu yang lumayan besar. Dia tidak langsung main sodok, dia lebih senang main-main sama dadaku, makanya aku jadi lebih rileks, so aku bisa menikmati permainannya.

"Ah.. yeah.. ah.. siapa.. siapa nama loe?" aku tanya dibalik desahan-desahanku menahan nikmat. Dia nyengir, mirip sekali Si Alf, dia terus membuka celana dalam birunya, dan penisnya yang sudah tegang sekali langsung nongol seperti sudah tidak sabar ingin menyodokku. Tidak usah disuruh, aku langsung jongkok, tanganku memegang batangnya dan ternyata masih menyisa sekitar 5 - 7 senti. Aku jilat kepala penisnya terus aku kulum-kulum penisnya. Dia mulai menikmati permainanku, "Oke.. terus.. terus.. Yeah.." Ternyata ada juga cowok yang suka berdesah-desah kayak gitu kalau lagi nge-sex. Aku berhenti sebentar,
"Belum dijawab?"
"Oh, sorry. Nama gue Jeff."
Dia menjawab sambil terus merem-melek menikmati penisnya yang aku kulum dan kuhisap-hisap. Kulihat-lihat sepertinya aku kenal suaranya.
"Elo tinggal di sini juga ya, elu yang lusa kemarin ngentot di halaman villa?"
Jeff kaget juga waktu aku ngomong gitu.
"Memang elu tahu dari mana?"
Aku nyengir terus aku teruskan lagi menghisap penisnya yang sudah basah sekali sama liurku.

Aku berhenti lagi sebentar, "Gue lihat elu. Gila lu ya! berdua ngentotin cewek, keliatannya masih kecil lagi." Jeff nyengir, "Itu adik kelas gue, dia baru 15 tahun, tapi bodinya oke sekali. Gue ajakin ke sini, dan gue entot bareng Si Lex. Dia sendiri sepertinya suka digituin sama kami berdua." Aku tidak meneruskan lagi, aku berhenti dan langsung cari posisi yang enak buat nungging. Jeff mengerti maksudku, dia langsung menyodok penisnya ke vaginaku bareng sama suara eranganku. Terus dia mulai mengocok, mulanya sih pelan-pelan terus tambah cepat. Terus dan terus, aku mulai merem-melek dibikinnya. Terus dia cabut penisnya, aku digendong dan dia masukkan penisnya lagi ke vaginaku. Terus dia mengocok aku sambil bediri, seperti gaya ngocoknya Tom Cruise di film Jerry Maguire. Vaginaku seperti ditusuk-tusuk keras sekali dan aku makin merem-melek dibuatnya. Dan akhirnya aku tidak tahan lagi, aku kejang-kejang dan aku menjerit panjang. Pandanganku kabur, dan aku pusing. Aku hampir saja jatuh kalau Jeff tidak cepat-cepat memegangi pinggangku.

Aku lagi nikmati puncak kepuasanku, tiba-tiba seorang sedang mendekatiku, sepertinya sekarang dia nafsu sekali gara-gara mendengarkan desahan-desahanku. Dia sudah telanjang dan penisnya sudah tegang sekali. Aku tahu dari mukanya kalau dia sedikit kasar, makanya aku tidak banyak cing-cong lagi, aku langsung maksakan bangun dan jongkok meng-"karaoke"-in penisnya. Penisnya sih tidak besar-besar sekali, tapi aku ngeri juga melihat otot-otot di sekitar paha dan pantatnya. Jangan-jangan dia kalau ngocok sekeras-kerasnya. Bisa-bisa vaginaku jebol.

Lama juga aku meng-"karaoke"-in penisnya, dan akhirnya dia suruh aku berhenti. Aku menurut saja, dan langsung ambil posisi menungging. Aku sudah pasrah kalau dia bakal menyodok-nyodok vaginaku, tapi kali ini tebakanku salah. Dia tidak masukkan penisnya ke vaginaku, tapi langsung ke anusku. "Ah.. aduh.." anusku sakit soalnya sama sekali tidak ada persiapan. Tapi rupanya Lex tidak peduli, dia tetap maksakan penisnya masuk dan memang akhirnya masuk juga. Walaupun penisnya kecil tapi kalau dipakai nyodok anus sih ya sakit juga. Benar dugaan aku, dia kalau nyodok keras sekali terus tidak pakai pemanasan-pemanasan dulu, langsung kecepatan tinggi. Aku cuma bisa pasrah sambil menahan perih di anusku. Dadaku goyang-goyang tiap kali dia menyodok anusku, dan sepertinya itu membuat dia makin nafsu. Dia tambah kecepatan dan mulai meremas dadaku.

Benar-benar kontras, dia mengocok anusku cepat dan keras, tapi dia meremas dadaku halus sekali dan sesekali melintir-melintir putingnya. Mendadak rasa sakit di anusku hilang, aku mulai merasakan nikmatnya permainan tangannya di dadaku. Belum habis aku nikmati dadaku diremas-remas, tangan kirinya turun ke vaginaku dan langsung menyambar klitorisku, mulai dari digosok-gosok sampai dipelintir-pelintir. Rasa sakit kocokannya sudah benar-benar hilang, sekarang aku cuma merasakan nikmatnya seluruh tubuhku.

Aku mulai merem-melek kegilaan dan akhirnya aku sampai ke puncak yang kedua kalinya hari itu, dan bersamaan puncak kenikmatanku, aku merasakan cairan hangat muncrat di anusku, aku tahu Lex juga sudah sampai puncak dan aku sudah lemas sekali, akhirnya aku ambruk. Mungkin aku kecapaian soalnya tiga hari ini aku terus-terusan mengocok, tidak sama satu orang lagi, selalu berdua. Aku masih sempat lihat Jeff menggendong aku sebelum akhirnya aku pingsan. Aku tidak tahu aku dimana, tapi waktu aku bangun, aku kaget melihat Ricky lagi mengocok cewek. Cewek itu sendiri sibuk mengulum-ngulum penisnya Alf. Aku paksakan berdiri, dan waktu aku lihat di sofa sebelah, ada pemandangan yang hampir sama, bedanya Jeff yang lagi sibuk mengocok cewek dan aku lihat-lihat ternyata cewek itu Vivie. Vivie juga sibuk mengulum-ngulum penis Lex. Aku jadi bingung, tapi aku tetap diam sampai mereka selesai main.

Terus aku dikenali sama cewek mungil yang tadi nge-sex bareng Ricky dan Alf, namanya Angel. Aku baru ingat kalau tadi aku pingsan di air terjun habis muasin Jeff sama Lex. Ternyata Jeff bingung mau bawa aku ke mana, kebenaran Ricky dan Alf lewat. Mereka sempat ribut sebentar, tapi akhirnya akur lagi, dengan catatan mereka bisa menyicipi Angel ceweknya Jeff sama Lex. Angel sendiri setuju saja sama ajakan Ricky sama Alf, dan waktu mereka lagi mengocok, Vivie kebetulan lewat. Alf memanggil dia dan dikenali sama Jeff dan Lex, terus mereka akhirnya nge-sex juga. Makin asik juga, sekarang tambah lagi satu cewek dan dua cowok di kelompok kami, dan seterusnya kami jadi sering main ke villa itu untuk muasin nafsu kami masing-masing. Dan kami kasih nama kelompok kami "MAGNIFICENT SEVEN".

TAMAT

Sang Dewi - 1

Aku sama sekali tak menyangka bakal ketemu Dewi di lobby sebuah hotel berbintang di kawasan pantai senggigi Lombok bersama seorang laki laki cina yang sudah cukup umur, mungkin sekitar 55 tahun, yang aku tahu pasti bukan suaminya, mereka bergandengan mesra melintasi lobby tanpa memperhatikan sekitarnya, aku yakin dia tidak melihat keberadaanku di sana, mereka menuju sebuah mobil mewah yang sudah menunggu di depan lobby dan melesat pergi.

Aku tak bisa memikirkan hal itu lebih lama karena acara "Manager Gathering" segera di mulai, hari ini adalah hari terakhir dari tiga hari acara yang diselenggarakan kantor pusat, acara yang rencananya selesai pukul 19:00 molor dan ditutup pada pukul 21:30.
Dari kejauhan kulihat Dewi melewati lobby sendirian menuju lift, kupercepat jalanku untuk menyapanya sebelum dia masuk lift.

"Dewi!!" teriakku sambil berlari menenteng map hasil meeting tadi
"mas Hendra!!" jawabnya kaget sambil menyalamiku.
"lagi berlibur nih, mana Agus kok sendirian aja" tanyaku pura pura tidak tahu padahal aku yakin Agus, suaminya tidak ikut, entah dengan siapa dia pergi.
"ah enggak mas, kebetulan ada acara keluarga, Mas Agus kan lagi ke Medan ada tugas kantor, mungkin baru bulan depan balik, maklum lagi baru dapat promosi jadi harus kelihatan rajin ke daerah" jawabnya, aku yakin dia berbohong tapi aku tak bisa bertanya lebih lanjut. Pintu lift sudah terbuka dia segera masuk, aku ingin mengikutinya tapi takut ngganggu acaranya.
"aku di kamar 502, kalau perlu teman ngobrol atau bantuan lain just call me" kataku lancang sebelum pintu lift tertutup. Sesaat aku masih terbengong di depan pintu lift hingga aku tersadar dan pergi ke kamarku.

Telepon berbunyi ketika aku sedang asik mandi air panas menyegarkan badan setelah seharian mengikuti acara yang melelahkan, sambil tetap telanjang aku terima telepon itu, dan diluar dugaan ternyata suara Dewi di seberang sana.
"malam mas, udah tidur? maaf ngganggu nih" suara merdu dari seberang sana
"ah enggak baru juga mandi, ini belum selesai, masih telanjang lagi" jawabku
"wah kalau saja bisa lihat dari telepon pasti asik deh" kembali suara dari seberang dengan manja
"boleh asal nggak keberatan, aku sih oke oke saja" jawabku asal
"emang Mas sendirian disana" tanyanya dengan nada selidik
"iya dong, emangnya asrama satu kamar rame rame, kalau kamu kan enak ada temannya, jadi nggak sepi" aku mulai memancing
"ah enggak mas, Dewi lagi sendirian nih, sepi deh, teman temanku pada ada acara keluar, aku lagi nggak enak badan jadi tinggal sendirian di kamar"
"yang tadi pagi itu?" pancingku
"yang mana sih?" dia berusaha mengelak
"emang ada berapa sih, itu bapak yang tadi pagi naik BMW hitam"
tak terdengar suara jawaban
"hallo, Dewi, hallo hallo" aku mulai khawatir
"mas kesini deh, ngobrol di sini kan lebih asik, aku tunggu ya, kamar 1003" jawabnya langsung menutup telepon.

Sejenak aku tercenung, kamar itu adalah deretan kamar suite karena semua jajaran direksi menginap di kamar dengan nomer 10 keatas alias kelas suite. Tak mau terlalu lama dalam keraguan, tanpa menyelesaikan mandi aku langsung berpakaian dan menuju kamar Dewi yang letaknya cukup jauh dari tempatku, alias menyebrang dari sayap utara ke selatan. Aku berusaha untuk tidak terlihat kawan kawan, karena sudah pasti mereka akan mengajak bergabung dan tentu saja sulit untuk menolak dan melepaskan diri.

Setelah berjalan agak memutar menyusur pantai di keremangan lampu taman, akhirnya aku temukan kamar yang dimaksud. Aku berdiri agak ragu di depan pintu sebelum memencet bel pintu, tak lama kemudian muncullah wajah cantik Dewi dari balik pintu dan langsung mempersilahkan masuk.

Dewi hanya mengenakan pakaian tidur tipis warna putih, bisa kulihat bayangan bra hitam berenda dan setelan celana dalamnya. Sambil mempersilahkan aku duduk Dewi mengambil minuman dan mengangsurkan padaku, bisa kunikmati belahan buah dadanya yang putih montok saat dia membungkuk memberikan minuman itu.

Kami duduk di ruang tamu, tanpa canggung Dewi duduk di sebelahku, bau parfumnya tercium begitu lembut romantis. Kami saling tukar cerita mengenai panorama alam Lombok, selama pembicaraan mataku sering mencuri pandang pada buah dadanya yang menantang, apalagi ketika dia agak membungkuk, aku bisa menikmati keindahan bukit mulusnya yang masih terbungkus bra hitam-nya dari celah pakaian tidur, sesekali bukit itu menyenggol lenganku ketika dia tertawa mendekat tubuhku. Kami seperti sahabat lama yang baru bertemu, padahal sehari hari kami tidaklah terlalu akrab karena Dewi memang pendiam, sedangkan dengan suaminya aku terkadang main tennis.

"emang kamu ke sini sama siapa?" tanyaku setelah kekakuan diantara kami mencair.
Dia memandangku tajam, kubalas dengan pandangan tak kalah tajamnya, wajahnya memerah terlihat makin cantik dengan sorot mata indahnya, bibirnya yang tipis sexy dengan sapuan lipstik tipis membuat dia makin menawan.
"Mas tolong jaga rahasia ini, rahasia keluargaku dan tak seorangpun tahu kecuali kita ini, aku tak kuat menahan rahasia ini sendirian, aku perlu teman yang bisa dipercaya untuk curhat, Mas bisa kan" katanya dengan mimik serius, aku hanya menjawab dengan anggukan kepala sambil menatapnya tajam untuk menengok isi hatinya.
"Aku tahu Mas Agus sering main perempuan, dan sekarang selingkuh dengan sekretarisnya, dan aku juga tahu kalau dia ke Medan bersama sekretarisnya itu, aku sudah capek mengingatkan kelakuannya itu tapi dia tidak pernah berubah, akhirnya kuputuskan untuk membalas perlakuannya, aku ingin membalas yang lebih menyakitkan, aku tahu ini bukan jalan terbaik tapi aku sudah putus asa, maka disinilah aku sekarang. Kalau Mas lihat aku tadi pagi, dia adalah Bossku Mas Agus, direktur marketing, aku mencari orang yang status kedudukan dan levelnya di atas Mas Agus, dua dari empat direktur sudah pernah tidur denganku, memang bukan kepuasan fisik yang aku cari tapi aku puas secara batin telah membalas kelakuan Mas Agus meski secara sexual aku tidak mendapat kepuasan dari mereka, Mas kan tahu apalah artinya bercinta dengan orang setua mereka, nafsunya aja yang gede tak sebanding dengan tenaganya, maklum rata rata kan di atas 50 tahun alias seusia papa-ku. Untuk kepuasan sex aku bisa dapatkan dari beberapa anak buahnya yang masih muda dan rata rata masih bujangan. Aku tak peduli apa kata mereka tentang aku, yang penting aku puas membalas perlakuan Mas Agus melebihi perlakuannya padaku" dia bercerita dengan lancarnya sambil diselingi menghisap Marlboro putih.

Aku terdiam, tercengang, kaget, marah, cemburu, nafsu semua bercampur menjadi satu, tak bisa berkata kata, kejantananku sudah menegang mendengar penuturannya.
Dewi, tetanggaku yang selama ini aku kenal sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik, pendiam, cantik, imut imut, ramah, dan tidak pernah terdengar gossip, ternyata menyimpan begitu banyak misteri dalam dirinya.
Sungguh beruntung orang orang yang telah menikmati kehangatan dan kemolekan tubuh Dewi, entah apa aku termasuk orang yang beruntung tersebut.

Kupandangi wajah Dewi, sungguh cantik sekali, begitu manis terlalu sayang untuk dilewatkan, tubuhnya yang montok putih mulus, pasti membuat laki laki normal menelan ludah menikmati postur tubuhnya. Meski tidak terlalu tinggi, mungkin 160, tapi potongan tubuh yang proporsional dan penampilannya yang modis ditambah lagi lekuk tubuhnya yang tergolong sexy pasti akan menarik perhatian banyak laki laki.

Dia menyandarkan kepalanya di pundakku, aku terdiam membiarkan dia menumpakan segala apa yang dipendamnya, kami sama sama terdiam. Kuberanikan diri untuk membelai rambutnya yang keemasan tergerai di pundak, dia diam hanya menatapku penuh misteri, tanpa kuduga Dewi langsung melayangkan ciumannya di bibirku, begitu halus lembut bibir tipis itu melumat bibirku, segera kubalas dengan lumatan bibir ringan, lidah kami bermain dan saling bertautan, napas kami menyatu dalam kehangatan.

Ciuman kami makin lama makin panas, tanganku mengelus rambut dan punggungnya, lalu tanpa kusadari sudah berada di daerah dadanya yang lembut, kuremas buah dadanya yang montok, sungguh padat dan kenyal, ciuman Dewi makin ganas di mulutku, lidahnya sudah menjelajah ke mulutku, menggigit ringan bibirku dan menyedot lidahku, napasnya sudah turun naik menahan birahi, begitu juga nafsuku sudah memuncak hingga kepala.

"Mas puaskan aku, sudah dua hari aku melayani si tua itu, dan belum mendapatkan kepuasan, kini dia mencampakkan aku seperti pelacur ketika istrinya meminta dia segera pulang" katanya menatapku kali ini dengan tatapan sayu.

Tanpa kesulitan segera kubuka baju tidurnya hingga tampak tubuhnya yang putih mulus terbungkus bra hitam, sungguh kontras, menambak seksi penampilannya. Dewi begitu bernafsu melapas bajuku, bibirnya menyusuri dadaku sambil melepas celanaku sekaligus dengan celana dalamnya, dia berhenti di selangkanganku memegang batang kejantananku yang 17 cm dan memandangku dengan sorot mata kagum dengan senyum penuh arti. Dia lalu berlutut di antara kakiku, masih mengenakan bikininya, kubiarkan saja karena aku masih ingin menikmati penampilannya seperti itu lebih lama.

"yess I like it" komentarnya langsung menjilati kejantananku dari ujung hingga pangkal batangnya, begitu ber-ulang ulang, lalu memasukkan ke mulutnya, begitu sempurna dia bermain oral pertanda sudah banyak pengalaman. Melihat bibir Dewi yang tipis dan mungil mempermainkan kejantananku, nafsuku makin naik tinggi, kupegang kepalanya dan mendorongnya supaya penisku lebih dalam masuk dalam mulut mungilnya. Sambil mengulum, tangan mungilnya ikutan mengocok batang penisku yang tidak tertampung di mulutnya.

"very big, keras lagi" komentarnya di sela sela kulumannya, tentu saja keras karena sudah tiga hari tidak tersalurkan.

Penisku semakin cepat meluncur keluar masuk mulutnya, tangannya pun semakin keras mencengkeram dan mengocoknya, dengan lihai lidahnya menari nari di kepala penisku, tarian lidah layaknya seorang professional, sungguh pintar dan dia tahu timing untuk mengocok, mengulum dan menjilat, suatu kombinasi yang membawaku terbang dalam kenikmatan bersama Dewi yang cantik.

Cukup lama Dewi berlutut di selangkanganku menikmati kejantananku, sepertinya dia ingin menelan semua kejantananku, sedangkan aku sendiri belum banyak menjamah dan menikmati tubuhnya.

Bersambung . . . .

Sang Dewi - 2

Kutarik rambutnya ke atas dan kuminta dia duduk di sebelahku, aku gantian berlutut di depannya, kembali kami berciuman bibir, lalu ciumanku mulai menjelajahi ke tubuhnya, kuluman telinga yang membuat Dewi menggelinjang, lehernya yang putih jenjang tak terlewatkan, lalu turun di sekitar dada dan tentu saja berhenti di kedua bukitnya. Kuamati lagi kedua buah dadanya yang masih terbungkus bra, begitu mulus dan indah, beruntunglah aku karena kaitan bra itu ada di depan, sambil menciumi bukit mulus itu dengan mudah tanganku membebaskan kedua bukit itu dari dekapan bra hitam, kini buah dada Dewi menggantung indah di depanku, sungguh padat, putingnya yang kecil kemerahan menghiasi puncak bukit itu.

Dewi menarik kepalaku ke dadanya, rupanya dia tak tahan dibiarkan lebih lama, lidahku segera menyusuri bukit kembar nan indah dari satu puncak ke puncak lainnya. Desis Dewi membuatku makin bernafsu untuk makin menikmati kedua bukit yang menantang itu, kukulum dan sedotan diselingi dengan remasan makin membawa kami naik tinggi melayang mengarungi birahi.

Dewi mendorong kepalaku ke bawah, aku tahu maksudnya, dia ingin aku segera beralih ke selangkangannya. Kembali kuamati tubuh Dewi yang sudah topless, aku baru tersedar bahwa celana dalam dia hanya segitiga menutup di depan model "thong", sungguh sexy dia mengenakan pakaian dalam seperti itu, kutarik celana dalam hitamnya hingga kaki sambil lidahku menyusuri pahanya yang putih mulus, kembali aku terkejut ketika tanganku meraba selangkangannya, tak kutemukan rambut di sekitar situ, rupanya dia rajin membersihkan rambut pubic-nya, sungguh indah melihat vagina tanpa rambut.

Kupermainkan jari tanganku di klitoris dan bibir vaginanya, dua jari sudah mengocok, Dewi menggeliat dan mendesis. Aku senganja tak mau menjilati vaginanya, masih ada perasaan bahwa dia habis "dipakai" orang lain, ntar saja setelah aku selesai dengannya.

"sekarang mas, please" pintanya seraya menyapukan penisku di bibir vaginanya yang sudah basah.
Dengan pelan kudorong penisku memasuki vaginanya sambil menikmati expresi kenikmatan di wajahnya yang cantik manis, mukanya memerah merasakan kenikmatan yang kuberikan sedikit demi sedikit, batang penisku makin dalam melesak di vaginanya, sudah lebih setangah dan tinggal sekali dorong ketika dia mendorong tubuhku, kutarik penisku dari liang sempit itu dan kudorong lagi perlahan, begitu seterusnya hingga seluruh 17 cm penisku tertanam di vaginanya, kudiamkan sejenak untuk menikmati kehangatan yang menyelimuti batang kejantananku, kurasakan remasan otot vagina yang kuat seakan memeras penisku, kulihat expresi kenikmatan yang terpancar di wajahnya. Matanya memandangku dengan pandangan yang susah kumengerti, antara sayu dan liar.

"fuck me know, please" katanya seraya menggoyangkan pantatnya yang langsung kusambut dengan kocokan pada vaginanya, dia mendesah desah dengan keras dan bebas, tangannya meremas kedua buah dadanya, aku paling suka menikmati wajah Dewi yang dilanda birahi tinggi, sungguh dia jauh makin cantik dalam keadaan terbakar nafsu seperti ini, tak bisa dinikmati kecantikan yang seperti ini dalam kesehari harian, suatu kecantikan yang tersembunyi jauh di balik penampilannya yang kalem dan pendiam, sungguh bodoh Agus mencampakkan wanita secantik dan se-sexy Dewi.

Semakin keras kocokanku, semakin keras desah kenikmatan keluar dari mulut mungilnya, dan semakin kuat dia mencengkeram kedua bukit di dadanya.
Kupegang kedua kaki Dewi, kukulum dan kujilati jari di kakinya, dia makin mendesah dan menggelinjang kenikmatan, campuran antara kenikmatan kocokan di vagina dan kegelian di jari kaki, matanya melotot ke arahku, makin cantik saja dan makin bernafsu aku dibuatnya. Kemudian kedua kaki itu kupentangkan lebar membuat penisku bisa masuk lebih dalam ke vaginanya, Dewi kelojotan dibuatnya, apalagi ketika sodokkan kerasku menghunjamnya.

Beberapa menit kemudian kurasakan kaki dan tubuhnya menegang, goyangan pinggulnya mulai tak beraturan dan..
"ouhh.. sshiit.. a.. aku.. mau.. ke..ke.. aaghh" tak sempat dia menyelesaikan kalimatnya ketika kurasakan denyutan kuat di vaginanya, begitu kuat hingga penisku seperti diremas remas, selama berdenyut pinggulnya makin liar bergerak diiringi teriakan orgasme yang keras, mungkin orang diluar kamar bisa dengar jeritan kenikmatan ini. Kembali kunikmati expresi orgasme di wajahnya, sungguh makin cantik dia tatkala orgasme.

Goyangannya berhenti tatkala denyutan itu berhenti, tapi segera berganti dengan kocokanku, dia melotot ke arahku senyum kenikmatan di bibirnya kembali berganti dengan desahan dan gelinjang nikmat, tak kupedulikan sorot mata protes darinya. Kocokanku berubah pelan dan panjang, kutarik pelan penisku hingga hampir keluar atau bila perlu hingga keluar dari vaginanya dan kembali kudorong perlahan hingga semua masuk dan kutarik lagi dengan cara yang sama, dengan cara ini kurasakan kenikmatan yang panjang, sepanjang penisku meluncur di vaginanya.
Dengan gerakan pelan dan panjang ini, birahi Dewi perlahan lahan kembali naik dan mengikuti iramaku, kuremas kedua buah dada montoknya, kakinya menjepit pinggangku erat, tak lama kemudian Dewi mendorongku menjauh hingga penisku terlepas dari vaginanya, lalu dia membalikkan badan siap dalam posisi doggie.

Sedetik kemudian kejantananku kembali melesak ke vaginanya, dia menjerit ketika kudorong penisku dengan keras, kupegangi pinggulnya dan aku mulai mengocok dengan iramaku sendiri yang terkadang sulit bagi dia untuk mengimbanginya. Sambil memeluk tubuhnya kuremas remas buah dada yang menggantung berayun bebas, dalam dekapanku tak banyak gerakan yang bisa dia lakukan kecuali hanya memutar mutar pinggulnya melawan gerakanku. Beberapa menit kemudian ketika aku hampir menggapai puncak kenikmatan, tiba tiba dia menghentikan gerakannya dan memintaku mengeluarkan penisku dari tubuhnya.

"aku ingin yang lain" katanya seraya berdiri lalu mematikan lampu ruang tamu, dia membuka lebar pintu yang menuju ke balkon menghadap ke laut, sungguh indah pemandangan dikeremangan malam diiringi desir angin pantai yang dingin sejuk, manambah keindahan tubuh Dewi dibawah siraman sinar bulan purnama, sungguh exotic. Dia langsung mengambil posisi nungging di kursi balkon, agak ragu aku melakukannya, khawatir kelihatan dari pantai.
Dewi berusaha meyakinkanku bahwa kamar ini sangat exclusive, tak mudah orang melihat atau mengintip, tapi aku masih ragu ragu, terlalu beresiko.

Kutarik Dewi ke lantai yang berlapiskan textur kayu, udara dingin tak kuhiraukan, dengan bersandarkan pada kursi kami bercinta doggie style menghadap keremangan pantai dan terpaan angin laut yang dingin, suasana sungguh exotic dan menggairahkan untuk bercinta open air seperti ini. Baru kali ini aku merasakan suasana ini, ternyata menambah gairah sexual, begitu romantic, kukocok Dewi sambil menikmati deburan ombak di keheningan malam dan indahnya bulan purnama diiringi hembusan angin malam dari pantai senggigi, kami berdua seakan berlayar di atas lautan kenikmatan.

Entah sudah berapa lama kami bercinta dengan posisi ini hingga Dewi minta berubah posisi, kini Dewi duduk dan bergoyang di atas tubuhku yang telentang di lantai yang dingin, wajah cantiknya yang penuh nafsu terlihat mempesona di keremangan sinar rembulan, kunikmati saat saat dia memasukkan kejantananku ke vaginanya, bikin aku tambah nafsu. Goyangan Dewi makin cepat dan bervariasi antara berputar dan turun naik, aku hanya bisa menikmati sambil meremas buah dadanya yang bergoyang goyang dan memandangi wajah imut imutnya.

Dinginnya malam tak mampu mengusir kehangatan tubuh Dewi dan panasnya nafsu kami berdua, keringat mulai menetes dari tubuh Dewi. Tiba tiba Dewi menelungkupkan tubuhnya dan memelukku erat, desahannya di telingaku berubah jeritan tertahan ketika kembali kurasakan denyutan denyutan dari vaginanya.
"aagh.. eegh.. uugh.. yess" terdengar nada kenikmatan tertahan yang memuncak hebat, pelan tapi menggairahkan. Dewi mencium bibirku lalu terkulai lemas di atasku, napasnya turun naik seolah turun dari puncak gunung, kubiarkan dia menikmati saat saat ini, penisku masih tegang tertanam di vaginanya.

Kami terdiam dalam sunyinya keheningan malam, hanya detak jantung Dewi dan deburan ombak yang kurasa saat ini. Kugulingkan tubuhku, kini tubuh Dewi di bawahku, sambil menindihnya kumasukkan kembali kejantananku dan langsung mengocoknya, kaki Dewi melingkar di pinggangku hingga penisku bisa masuk lebih dalam, kembali kudengar desahan pelan tertahan keluar dari mulutnya, takut terdengar dari luar, kututup mulutnya dengan mulutku, kami berciuman dengan ganasnya, seganas kocokanku di vaginanya, makin cepat aku mengocoknya makin gairah pula dia melumat mulutku, bibir dan lidah kami saling melumat.
Kunaikkan kakinya di pundakku, aku jongkok sambil mengocoknya, dengan posisi ini aku menjadi lebih bebas melakukan variasi gerakan dan kocokan, keras, pelan, berputar, membuat Dewi makin menggelinjang keenakan. Hingga tibalah saatnya kugapai puncak kenikmatan.
"aku mau keluar" bisikku sambil mengamati expresi wajah Dewi yang tak bosan untuk di pandang.

"keluarin di dalam saja mas" pintanya sambil mengelus wajahku.
Beberapa detik kemudian pertahananku jebol, menyemprotlah spermaku yang sudah tertahan beberapa hari ke vagina Dewi, denyutan demi denyutan dan semprotan demi semprotan menghantam dinding vagina Dewi, tak tahan menerima gempuran hebat ternyata Dewi menyusulku beberapa detik kemudian, kembali vaginanya meremas penisku yang sedang berdenyut dengan hebatnya. Aku langsung terkulai di atas tubuh Dewi, kemudian kami berdua telentang telanjang di balkon kamar, tak lama kemudian Dewi bangun dan diluar dugaanku, dia mengulum dan menjilati penisku, tak dipedulikan sisa sisa sperma yang masih menempel. Tentu saja aku teriak kaget dan geli, kutarik dia dalam pelukanku dan kami berciuman lagi, terasa aroma sperma dari mulut Dewi hingga akhirnya kami benar benar lemas.

"Terima kasih mas" katanya lalu melepaskan pelukanku.
Berdua dalam keadaan masih telanjang, kami duduk di kursi balkon menikmati indahnya bulan purnama di pantai senggigi diiringi debur ombak yang bergelora se-gelora nafsu kami saat ini. Tak tega atau tepatnya terlalu sayang untuk meninggalkan Dewi sendirian, malam itu aku tidur di kamar Dewi, kamar bekas dia melakukan selingkuh dengan bos suaminya, tapi siapa peduli.

Malam itu kami bercinta lagi beberapa kali di ranjang tempat dia melayani si boss hingga kami benar benar tertidur lelap.

Bersambung . . . .

Sang Dewi - 3

Paginya aku bangun kesiangan, kulihat Dewi sudah tidak ada disampingku, jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, entah jam berapa kami baru bisa tidur tadi malam mungkin jam 2 atau 3 pagi.

Kulihat Dewi sudah di ruang tamu hanya mengenakan kemejaku sedang menelepon seseorang, sepertinya dia bicara sama suaminya, Agus. Kubiarkan dia menyelesaikannya, aku ke kamar mandi membersihkan diri biar segar.

Ketika aku keluar kamar mandi kulihat Dewi sedang bercakap dengan Waitress yang mengantarkan sarapan, tanpa risih dia masih hanya mengenakan kemeja, aku yakin sedikit atau banyak waitress itu melihat bagian dalam tubuh Dewi, apalagi dia membuka dua kancing atas kemeja itu. Diluar dugaanku Dewi membungkuk di meja ketika tandatangan bill, sudah pasti si waitress yang berdiri di depannya bisa menikmati kedua buah dada Dewi yang menggantung dibalik kemeja, dengan senyum tanpa rasa bersalah dia mengangsurkan kembali bill itu disertai ucapan terima kasih, sepertinya dia menikmati ketika memperlihatkan bagian tubuhnya ke orang lain. Sebenarnya aku cemburu melihat hal itu tapi apa hakku mencemburui Dewi, tak ada alasan.

"Mas kita extend sehari yuk" ajak Dewi, sebenarnya tanpa dimintapun aku ingin mengusulkan hal itu, tapi aku harus ngurus administrasi check out kamarku dulu dan harus memikirkan alasan pada rekan rekan tentang ketidak bersamaanku dengan lainnya, tentu menimbulkan banyak pertanyaan.

Segera setelah kukenakan kembali kemejaku dan memberikan morning kiss aku meninggalkan Dewi menuju kamarku untuk mengatur "check out", karena flight ke Jakarta sore hari maka tentu banyak teman yang jalan jalan menikmati indahnya Lombok.

Kukemasi barangku di kamar dan kumasukkan dalam traveling bag, kupanggil room boy untuk mengantar tas-ku ke kamar 1003 untuk menghindari kecurigaan rekan rekan, mengenai administrasi dan pembayaran sudah ada yang ngurusin.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11:30, Aku segera kembali ke kamar Dewi, tapi sialnya ketika melintas kolam renang kepergok rekan rekan yang sedang berenang, mereka memanggilku, dengan terpaksa aku gabung dengan mereka karena ada atasanku disana, nggak enak kalau menolak. Tak banyak tamu hotel di kolam itu, mungkin hanya kami ditambah beberapa bule yang menikmati kolam renang indah itu, apalagi suasana agak berawan hingga nyaman untuk bersantai di luar di tepi kolam.
Entah sudah berapa lama aku bersama mereka ketika di seberang kulihat Dewi datang dengan mengenakan pakaian renang merahnya yang model two pieces, aku yakin pandangan kami semua tertuju padanya.
Dengan tenangnya dia masuk kolam dan berenang santai, gayanya seolah menggoda laki laki yang melihatnya, apalagi dengan postur tubuhnya yang sexy dan wajah cantik imut imut tentu sebagai laki laki normal tak akan melepas pemandangan ini. Kudengar komentar kagum dari rekan rekanku, ada perasaan bangga bahwa semalam aku telah menikmati kehangatan tubuh sexy itu.

Melihat serombongan laki laki di tepi kolam bukannya membuat Dewi risih tapi dia malah bergaya lebih erotis dan sepertinya dengan sengaja memamerkan keindahan tubuhnya. Baru kusadari mungkin dia termasuk exhibionist yang suka menggoda dengan memamerkan ke-sexy-an tubuhnya, mungkin karena kurang mendapatkan perhatian dan pujian dari suaminya, sepertinya dia ingin membuktikan bahwa banyak orang yang tertarik dengan postur tubuhnya.

Aku melirik Pak Sys, direktur operasi, bossku, kulihat sorot mata kagum di wajahnya. Laki laki bujang berumur 45 tahun itu seolah tak berkedip melihat pose dan gaya Dewi saat berenang, seolah ingin menelannya bulat bulat, aku tahu dia memang penikmat wanita cantik, dengan wajah yang masih ganteng tentu tak sulit bagi dia mendapatkan wanita apalagi ditambah tunjangan dananya.

"Waow, gila bagus banget bodynya, perfect" komentarnya
Tidak lebih satu jam dia di kolam, berenang maupun santai di kursi yang ada di sepanjang tepi kolam, Dewi mengemasi barangnya dan menghilang di balik batu alam tepi kolam, setengah jam kemudian kami semua bubar seiring dengan menghilangnya Dewi dari pandangan kami.
Aku menyelinap meninggalkan mereka menuju kamar Dewi, ternyata pintunya tidak tertutup dengan benar, kubuka pintu itu perlahan bermaksud mengagetkan dia. Tak kujumpai Dewi di ruang tamu maupun ruang tengah, begitu juga di kamar mandi depan.

Kudekati kamar tidur yang pintunya sedikit terbuka, aku kaget ketika mendengar desahan pelan dari kamar itu, ketika kubuka pelan pintu itu, bukan main kagetnya ketika kulihat Dewi sedang telentang membuka kakinya lebar dengan kepala seseorang di antara kaki itu, dia sedang menerima jilatan dari laki laki itu dengan ganasnya, terlihat tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat. Mereka sepertinya tak mengetahui kehadiranku, tangan Dewi meremas kepala yang sedang mengusap usap vaginanya. Laki laki itu berlutut masih mengenakan celana renang menjilati vagina Dewi, entah sudah berapa lama mereka melakukannya, yang jelas belum terlalu lama karena swimsuit Dewi yang atas belum juga terbuka, masih menutupi buah dadanya yang montok.

Perasaan cemburu, kecewa, marah, benci berkecamuk di kepalaku, tapi anehnya bukannya menghentikan mereka tapi aku justru menikmatinya, perlahan perasaan perasaan itu berubah menjadi nafsu, gairah dan kurasaka sensasi yang aneh, yang jelas aku mulai menikmati melihat mereka bercinta. Kejantananku perlahan menegang dari balik celanaku, lidah laki laki itu mulai menyusuri perut Dewi, tangannya sudah meremas buah dadanya yang masih terbungkus ketat.

Aku masih berdiri terbengong di pintu, tak tahu harus berbuat apa, tanpa kusadari tanganku sudah meremas kejantananku yang makin menegang.

Pria itu menindih tubuh Dewi, mereka berciuman dan bergulingan di ranjang yang semalam dia pakai bercinta denganku, tubuh Dewi di atas menciumi dada bidang pria itu, ciumannya terus turun hingga bawah perut, tangan Dewi mulai melepas celana renangnya dan menggapai kejantanan yang nongol dari baliknya. Tidak terlalu besar tapi kelihatan begitu tegang dan panjang, mulut mungil Dewi segera mengulum dan memepermainkannya, dengan segera penis itu meluncur keluar masuk mulut Dewi hingga hampir semuanya, hidung Dewi terkadang menyentuh rambut pubic pria itu, sesekali Dewi mempermainkan kepala dan batang penis dengan lidahnya, dijilatinya dari ujung hingga pangkal, begitu pandainya dia mamainkan irama, pria itu mendesis desis dalam kenikmatan kuluman sang Dewi.

Ketika Dewi mengulum pria itu, posisi tubuhnya nungging membelakangiku hingga terlihat bibir vaginanya seolah mengundang menantang. Dengan penuh gairah Dewi mengocok penis pria itu, hanya desis kenikmatan keluar dari mulutnya sambil tangannya memegang kepala Dewi dan menekan untuk lebih dalam memasukkan penisnya.

"aahh..aahh" jerit pria itu seiring dengan semprotan sperma di wajah Dewi yang tak mau membuang kesempatan langsung memasukkan penis yang menyemprot itu ke mulutnya, tanpa ragu Dewi membiarkan pria itu mengeluarkan spermanya di dalam mulutnya dan tanpa ragu pula dia menelannya, terlihat tetasan putih di ujung bibirnya, sperma yang tak tertampung di mulutnya menetes ke bibir dan dagunya. Dewi lalu menyapukan penis yang melemas itu ke wajahnya sambil tersenyum.
Ketika Dewi berdiri, dia melihat keberadaanku.
"Eh Mas, udah lama disitu?" Tanya Dewi dengan santainya sambil berjalan ke arahku, tiada nada terkejut atas kehadiranku.

Kutinggalkan mereka berdua di kamar, aku menuju balkon mengambil udara segar sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan, perasaanku bercampur aduk menjadi satu antara cemburu, marah, benci dan perasaan aneh lainnya melihat sensasi itu.

Dengan hanya berbalut handuk di dadanya Dewi mendekatiku dan langsung memelukku dari belakang, aku ingin marah tapi sadar bahwa bukan hakku untuk cemburu dan marah.
"Mas marah ya?" tanyanya sambil tetap memelukku dan mengelus dadaku. Aku diam saja

"kenapa Mas Hendra marah, ini kan hanya kesenangan, just for fun, apa bedanya aku bercinta sama Mas atau aku dengan Fredy? toh sama sama penyelewengan" katanya mencoba mencari pembenaran atas tindakannya, ternyata laki laki itu namanya Fredy.
"kenapa nggak sekalian saja secara bersama sama main bertiga, toh ini juga kesenangan, just for fun" kataku sekenanya sambil mendongkol karena hilang kesempatan untuk menikmati tubuh Dewi sendirian.
"kalau Mas nggak keberatan, aku juga ingin melakukannya, just for fun, lagian aku belum pernah melakukan sex bertiga seperti itu, asik kali ya" jawabnya tetap tanpa rasa bersalah, tentu saja mengagetkanku.
"emang kamu ingin melakukannya?" tanyaku mempertegas
"kalau Mas nggak keberatan, tapi kalau Mas nggak mau ya nggak apa apa, akan kusuruh Fredy pulang, tapi terus terang aku jadi ingin mencobanya" tegas dia sambil merajuk manja.
Aku diam saja memikirkan kata katanya, tangan Dewi sudah mulai mengelus elus selangkanganku.
"gimana mas? dia pergi atau tinggal" desaknya.
Aku belum memberikan jawaban, terlalu sayang untuk membagi tubuh Dewi dengan laki laki lain, apalagi sekelas Fredy yang jauh dari menarik kecuali postur tubuhnya yang atletis.
"pleese" Dewi terus mendesakku, tangannya sudah masuk ke balik celanaku dan meremas remas kejantananku yang mulai menegang, membuat aku tidak bisa berpikir jernih lagi.
"oke deh terserah kamu, toh ini acaramu, aku kan hanya kebetulan berada di tempat yang tepat" jawabku.
"thanks mas" jawabnya girang, dia bergeser ke depanku dan hendak langsung memelukku tapi aku menghindar kusuruh dia membersihkan diri dulu dari bekas sperma.
Dipanggilnya Fredy ke balkon, dengan penuh selidik kuamati penampilannya, baru aku sadar bahwa Fredy adalah Life Guard kolam renang tadi, sebagai seorang perenang tubuhnya memang atletis dan sexy meski tidak terlalu ganteng.
"Mas, kenalin si Fredy, Fredy ini Mas Hendra" katanya memperkenalkan kami lalu meninggalkan kami berdua dan masuk kamar mandi.

Fredy sudah mengenakan kembali celana renangnya, kami duduk dan ngobrol di ruang tamu dekat balkon sembari menunggu Dewi keluar kamar mandi. Ternyata Fredy adalah putra asli daerah lombok yang sudah 5 tahun kerja di hotel ini, memang tampangnya yang keras memperlihatkan guratan pekerja keras, meski usianya masih sekitar 25 tahun tapi garis wajahnya jauh lebih dewasa menggambarkan kematangan hidup. Kawin tiga tahun dengan tetangga satu desa dan dikaruniai satu anak.

Bersambung . . .

Sang Dewi - 4

Dewi keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan handuk di dada, langsung duduk di pangkuan Fredy, berhadapan dengan tempat dudukku. Kulihat Fredy agak canggung memangku Dewi dihadapanku, tapi Dewi bisa membawa diri mencairkan suasana terutama terhadap Fredy. Diciumnya kening Fredy, lalu pipinya sembil memeluk kepalanya dan menyandarkannya ke dadanya yang menonjol.

Kembali aku diliputi kecemburuan melihat kemesraan yang diberikan Dewi pada Fredy, tapi aku diam saja.
"sayang kenapa celananya sudah dipakai, kan kita belum selesai" ucapnya sambil mengelus rambut ikal Fredy yang masih bersandar di dadanya.

Agak terbata Fredy menjawab,"aku belum pernah dikulum dan dijilati seperti itu, apalagi setelah keluar sperma"
"tapi permainan lidahmu sangat pintar"
"kalo itu sering aku lakukan dengan bule tamu disini, tapi ya sebatas itu tak lebih, dan aku tidak boleh pegang pegang, Cuma jilatan jilatan seperti itu sampai mereka puas, lumayanlah Mbak hasilnya bisa untuk tambah kebutuhan rumah tangga"
"kasihan sayang, ntar aku kasih yang enak ya" Dewi menghibur manja lalu mencium bibirnya.
Setelah kutunggu beberapa saat, ternyata Dewi tak juga beralih ke pangkuanku, tak mau menjadi penonton seperti kambing congek, kuambil inisiatif, kuhampiri mereka, aku berdiri di samping Dewi, kubuka resliting celanaku, kukeluarkan kejantananku dan kusodorkan ke mulut Dewi.

Dia langsung memegang penisku dan memandangku dengan senyum menggoda, lalu lidahnya mulai bekerja di kepala penisku, sambil mengocok penisku dia memasukkannya ke mulutnya, dengan segera penisku keluar masuk mulutnya.
Tangan Fredy mulai menjamah dada Dewi yang masih tertutup handuk, kutarik handuk putih yang melilit tubuhnya hingga terlepas, kini Fredy bisa dengan leluasa meraba menjelajahi buah dada Dewi yang menggantung indah menantang, diremasnya kedua bukit telanjang itu.
Dewi turun dari pangkuan Fredy dan berjongkok di depanku, Fredy ikut ikutan berdri di sampingku, kini kedua tangan Dewi memegang dan mengocok kejantanan kami berdua, gantian dia mengulum dari kiri ke kanan, kami berdua mendesis bersautan.

"jangan keluarin lagi ya" kata Dewi pada Fredy lalu meneruskan kulumannya. Meski melayani kami berdua Dewi tak tampak kesulitan, padahal kedua penis kami tidak bisa dikatakan kecil, hampir sama panjang 17 cm tapi punya Fredy diameternya sedikit lebih kecil. Dengan penuh nafsu dia mempermainkan kami dari jilatan ke seluruh bagian penis hingga kuluman memabokkan. Sekali sekali kepala penis kami bersinggungan di depan bibir Dewi, seperti berebut masuk ke mulut mungilnya.

Sambil mendapatkan kuluman dan jilatan, kubuka pakaian dan celanaku, kami bertiga sudah dalam keadaan telanjang.
Tiba tiba Fredy melangkah mundur hingga pegangan Dewi terlepas, Fredy menggeser ke belakang Dewi, kukira dia akan memeluk Dewi dari belakang ternyata dia telentang di belakang Dewi dan kepalanya menyusup di antara kakinya, Dewi segera membuka lebar kakinya memberi jalan kepala Fredy di bawahnya. Dewi terus menjilat dan mengulum kejantananku sementara kepala Fredy yang ada di bawahnya menjilati vaginanya dari bawah.

Dewi menggoyang pinggulnya mengimbangi permainan Fredy sementara aku mengocokkan penisku di mulutnya, kepala dan pinggul Dewi sama sama bergoyang memainkan irama yang berbeda, entah bagaimana dia mengatur konsentrasinya. Ternyata jilatan Fredy lebih mengganggu konsentrasinya, Dewi sering menghentikan kulumannya hanya untuk menikmati permainan lidah Fredy di vaginanya. Tak mau terlalu sering terganggu, kutuntun Dewi ke kursi, kuminta dia di pangkuanku, perlahan dia menurunkan tubuhnya di pangkuanku sambil melesakkan penisku di vaginanya yang sudah basah, entah basah karena rangsangan kami berdua atau basah karena ludah Fredy.

"oouughh.. ss.. ennak mass" dia mendesis ketika penisku perlahan menerobos liang kenikmatannya, kuremas kedua buan dada yang menantang di depan mukaku dan kukulum keras ketika dia mulai menggoyangkan pantatnya. Rupanya Fredy tak mau tinggal diam, dia mendatangi Dewi dari belakang, disibakkannya rambut Dewi ke atas hingga tampaklah tengkuknya yang putih mulus, Fredy langsung mencium dan menjilati tengkuk Dewi membuat dia menggelinjang hebat di pangkuanku, goyangannya jadi kacau tapi justru makin membuat penisku diremas dan serasa dipilin di vaginanya.

Kuremas erat kedua buah dadanya, ternyata Fredy ikutan meremasnya, kini masing masing buah dada mendapat remasan dua tangan. Ciuman Fredy beralih ke telinga, dikulumnya telinga Dewi membuat dia makin kelojotan, dengan aksi Fredy seperti itu sebenarnya aku yang diuntungkan karena vaginanya makin erat mencengkeram penisku, menambah kenikmatan, justru lebih nikmat daripada tadi malam, ternyata sensasinya luar biasa.
Dewi meraih kejantanan Fredy yang sudah berdiri telanjang di sampingnya, dikocoknya sambil kembali bergoyang pinggul, tubuhnya mulai turun naik sambil bergoyang memutar, kejantananku meluncur keluar masuk dan teremas di vaginanya, semakin cepat dia mengocok penisku semakin nikmat rasanya, desahan atau jeritan Dewi sudah diluar kontrol, begitu liar.

Beberapa menit kemudian kurasakan tubuh Dewi menegang, dia memelukku erat ketika kurasakan vaginanya berdenyut hebat, sehebat jeritan Dewi dalam kenikmatan puncak sexual, orgasme. Kubiarkan dia menikmati detik detik pasca orgasme, jantungnya berdetak dengan kencang, tapi itu tak berlangsung lama ketika Fredy memeluk Dewi dan dengan sedikit paksa menarik tubuh Dewi ke atas hingga penisku terlepas dari vaginanya. Dia lalu membopong tubuh Dewi dan menelentangkannya di ranjang, langsung menindih tubuh Dewi yang sudah pasrah menunggu, terlihat begitu kontras antara Dewi yang putih mulus ditindih Fredy yang coklat tua. Fredy dengan rakusnya menciumi Dewi, kening, pipi, bibir, lehernya yang jenjang, hingga kedua payudaranya, tak sejengkal daerah sexy Dewi terlewatkan dari sapuan bibir dan lidahnya. Kembali rasa cemburu menghampiriku melihat bagaimana Fredy menikmati hangat dan gairahnya tubuh Dewi.

Ganasnya Fredy mempermainkan buah dada dan puting Dewi segairah desahan Dewi yang kembali terbakar birahi. Fredy menyapukan sebentar kejantanannya di bibir vagina yang basah itu, tapi sebelum Fredy melesakkan kejantanannya, Dewi mendorong tubuhnya menjauh.
"sabar ya sayang, kamu pakai kondom dulu, tuh ambil di laci" katanya. Mungkin Fredy agak dongkol tapi dia tak bisa berbuat lain kecuali meninggalkan Dewi yang sudah dalam keadaan pasrah. Melihat tubuh telanjang Dewi yang telentang menantang, aku tak mau membuang kesempatan, sambil menunggu Fredy memasang kondom, kuhampiri Dewi dan tindih sambil mencium bibirnya.

"ah Mas Hendra nakal, kan giliran Fredy" godanya sambil melirik Fredy yang sedang menyobek bungkus kondom.
"dia sedang mempersiapkan tuh" kataku sambil menyapukan kejantananku yang telanjang tanpa kondom ke vaginanya, sekali dorong melesak semua ke dalam diiringi jerit kenikmatan dari Dewi.

Pantatku langsung turun naik di atas tubuh telanjangnya, menggenjot secepat dan sedalam mungkin sambil memandang wajah cantik Dewi, rona merah mukanya terlihat jelas di wajahnya yang putih menambah kecantikan dan gairahnya.
Fredy yang sudah siap, menghampiri kami, dengan penis yang terbungkus kondom disodorkannya ke mulut Dewi, bibir Dewi yang terbuka mendesah langsung terbungkam penis tegang Fredy.

Sambil menerima kocokanku, Dewi juga mengocok penis Fredy di mulutnya, kami saling mendesah bersautan. Tangan Fredy meremas remas buah dadanya dengan gemas sambil memainkan puting kemerahan.

Berdua kami mengocok Dewi dari atas dan bawah, berulang kali tubuhnya menggeliat ketika kusodok dengan keras.
"Aaagh..mmgghh..eegghh..cukup..eeghh..cukup..eegghh..cukup mas, aku nggak mau keluar lagi, ganti Fredy" pintanya.

Meski agak berat, terpaksa aku memberikan kenikmatan dan vagina ini ke Fredy, tapi sebelum kuberikan aku baru sadar bahwa sejak tadi malam aku belum melakukan jilatan di vagina Dewi, harus kulakukan sekarang sebelum penis Fredy mengobok obok vagina ini, now or never. Begitu kucabut penisku, langsung bibir dan lidahku menggantinya, tak kuhiraukan cairan di vagina Dewi yang cukup banyak, lidahku memainkan klitoris dan bibir vaginanya.

"AAuughh.. sshh.. naakaal.. ss.. mass..ssuddaah" desahnya kaget, tak menyangka aku melakukan ini.
Lidahku menjelajah ke daerah vaginanya, tak kupedulikan Fredy yang sudah bersiap disampingku menunggu giliran, tubuh Dewi menggeliat kelojotan, tangannya dikepalaku menekan dan menarik, pantatnya terangkat ke atas merasakan jilatan kenikmatan dari bibir dan lidahku.
Tanpa setahu Dewi kuberi aba aba ke Fredy untuk segera bersiap, maka begitu bibirku meninggalkan liang vaginanya Fredy langsung mengisi dengan penisnya.
Dengan sekali dorongan yang cepat, langsung penis itu melesak ke liang kenikmatannya yang disambut teriakan kaget Dewi menerima sodokan keras dari Fredy. Tanpa menunggu lagi begitu penis itu masuk semua langsung Fredy menarik keluar dan mendorong masuk lagi dengan lebih cepat, kocokan Fredy begitu ganas sambil lidah dan bibirnya tak pernah lepas dari bibir dan leher jenjang Dewi.

Kulihat Fredy begitu gemas melihat wajah Dewi yang mengerang kenikmatan, berkali kali dia menciumi pipi kiri dan kanannya diselingi lumatan bibir. Sepertinya dia mendapatkan rejeki nomplok bisa menikmati kehangatan dan ke-sexy-an tubuh Dewi dengan segala kenikmatannya, apalagi Dewi memperlakukannya seperti layaknya seorang kekasih dalam bercinta, Dewi selalu menyambut kuluman Fredy dengan penuh gairah meski gaya permainan Fredy cenderung kasar. Dekapan Fredy tak pernah lepas dari Dewi, mereka menyatu dalam permainan birahi yang ganas. Permainan Fredy kasar dan monoton membuat Dewi harus mengambil inisiatif, dia ikutan menggoyangkan pinggulnya meski agak susah karena terhimpit pinggul Fredy dan terhalang kocokannya, tapi dia masih bisa meggoyangkannya.

"dari belakang Fred" pinta Dewi untuk doggie disela desahannya, tapi Fredy tak menggubris, dia masih tetap mengocok dan memeluk Dewi lebih erat.
Sebenarnya aku ingin gabung dengan mereka tapi aku ingin memberi Fredy kesempatan untuk lebih menikmati kehangatan Dewi, disamping itu aku juga ingin tahu seberapa tahan dia menghadapi ganasnya gairah binal Dewi. Dan ternyata dugaanku benar, tak lebih dari sepuluh menit Fredy menggeluti Dewi dia sudah teriak kenikmatan, orgasme kedua yang dia dapat dari Dewi. Tubuh Fredy menelungkup di atas Dewi, keringatnya mengalir deras, sederas semprotannya di vagina.

Bersambung . . . .

Sang Dewi - 5

Dewi memeluknya erat, tiba tiba kudengar Fredy teriak lagi, tapi kali ini agak aneh, bukan teriakan kenikmatan tapi lebih seperti geli, rupanya Dewi mempermainkannya, diremasnya penis Fredy yang masih di vaginanaya dengan otot vagina yang memang kuat mencengkeram dan meremas. Dewi tersenyum nakal melihat expresi Fredy yang aneh menerima remasan itu, hingga akhirnya Fredy tak tahan dan turun dari tubuh Dewi.

Aku tak mau membiarkan Dewi menganggur terlalu lama, kubalikkan tubuhnya untuk doggie, dengan sekali dorong melesaklah penisku di vaginanya untuk kedua kalinya
"aagghh.. yess" desahnya menerima penisku.
Aku langsung mengocok dengan cepat, buah dadanya yang montok mengayun bebas langsung disambut remasan oleh Fredy yang telentang disampingnya, Dewi merespon dengan mencium bibir Fredy. Melihat mereka berciuman membuat aku makin terangsang, kusodok dengan keras hingga penisku menyentuh dinding dalam vagina Dewi, sesaat ciuman mereka terlepas tapi dia kembali mengulum bibir Fredy. Kocokanku makin cepat dan keras dengan pegangan pada pinggulnya aku bisa lebih bebas melesakkan penisku sedalam dalamnya.

Desah kenikmatan Dewi tertahan di bibir Fredy, mungkin tak tahan menerima kocokanku, kini Dewi memeluk tubuh Fredy sambil menelusupkan kepalanya di leher Fredy. Kutarik rambut Dewi kebelakang hingga ciumannya terlepas, kusodok dengan keras, dia menjerit entah sakit atau nikmat. Kepala Fredy sudah berada di bawah buah dada Dewi yang bergantung memukul lembut wajahnya, penis Fredy kembali menegang dalam genggaman Dewi, sungguh cepat dia recovery, kembali Fredy memasang kondom kedua. Diluar dugaan ketika aku sedang asik mengocok menuju puncak kenikmatan, Dewi berontak dari pelukanku hingga penisku tercabut dan langsung duduk di atas kejantanan Fredy yang memang kelihatan sudah keras. Aku mau protes tetapi melihat Dewi sudah melayang dalam kenikmatan sambil berhula hop di atas Fredy, tak tega mengganggunya.

Aku berdiri dan kusodorkan penisku ke mulut Dewi dan langsung disambut dengan kuluman dan kocokan mulut. Kupegang kepalanya dan kukocokkan penisku ke mulutnya, Dewi melayani dengan tetap menggoyang pinggulnya mengocok Fredy, dua penis tertanam di tubuhnya, atas dan bawah, dia kelihatan begitu enjoy mendapatkan dua kocokan sekaligus. Tak lama kemudian Dewi memeluk pantatku, memegang erat penisku.

"aahh..yess" tubuhnya menegang, pegangannya menguat, dia mengalami orgasme lagi. Ternyata beberapa detik kemudian disusul teriakan yang sama dari Fredy, rupanya mereka mencapai puncak secara bersamaan. Untuk kedua kalinya hari ini Fredy orgasme di vagina Dewi, entah mimpi apa dia tadi malam mendapat kenikmatan seperti ini.

Dewi langsung telentang terkulai di samping Fredy, kudekati dia untuk melanjutkan hasratku yang belum kesampaian.
"ntar mas, kasih aku istirahat sebentar, udah terlalu banyak keluar nih" katanya lemas, tapi tak kuhiraukan, aku bersiap untuk kembali memasukkan penisku ketika tiba tiba kudengar bunyi HP-ku berbunyi. Aku ingin membiarkannya tapi Dewi memaksaku untuk menerima panggilan itu, dengan perasaan dongkol kuambil HP dari kantong celana, ternyata si Bos, Pak Sys.
"Hallo sore Pak" jawabku agak gugup
"Hei Hendra dimana kamu, udah ditungguin lainnya nih" suara dari seberang agak keras, terdengar nada marah.
"eh anu, maaf Pak lagi ada urusan pribadi, kalo boleh aku berangkat besok pagi dengan first flight langsung ke Jakarta, maklum Pak baru pertama ke Lombok" jawabku nervous sambil berharap harap cemas.
"bilang kek dari tadi, kan kita nggak perlu nunggu, oke selamat bersenang senang" katanya langsung memutuskan hubungan.
"Mas, bos kamu keren lho, kelihatan cool banget dia, meski kelihatan agak berumur tapi boleh juga kelihatannya" Dewi berkomentar mengagetkanku
"emang kamu tahu bosku yang mana?" tanyaku heran
"kira kira sih, kalau nggak salah tadi di kolam yang mengenakan topi merah Ferrari, benar kan mas? dari cara kalian menghormati dia sudah kelihatan kalau dia boss" jawab Dewi, mengagumkan ternyata pengamatan dia.
"iya emang betul dia, emang kenapa?"
"kenalin dong mas" Dewi merajuk seperti anak kecil minta dibelikan permen. Agak ragu aku menganggapinya karena pengertian "kenal" dalam hal ini pasti mempunyai konteks yang lebih luas.

Setelah mempertimbangkan agak lama, akhirnya aku menurutinya untuk kenalan dengan Pak Sys. Segera kuhubingi beliau untuk minta bicara sebentar secara pribadi sebelum berangkat, untung beliau setuju. Terpaksa kuurungkan niatku untuk merengkuh kenikmatan dengan Dewi lebih jauh. Kukenakan kembali pakaianku, meski tanpa mengenakan celana dalam, kutemui Pak Sys di tepi kolam renang.

Dengan agak bingung aku kemukakan rencanaku dan kemauan Dewi, seperti kuduga tanpa berpikir panjang beliau menyanggupi untuk kenalan dengan Dewi, maka kamipun berpisah setelah kuberitahu kamar Dewi. Beliau menemui rekan lainnya dan mengambil traveling bag-nya sedang aku kembali ke kamar.

Ternyata di kamar kudapati Dewi sedang nungging menerima kocokan Fredy dari belakang, Dewi hanya menolehku sejenak lalu meneruskan desahannya. Gila si Dewi, benar benar sex machine, belum setengah jam kutinggalkan kamar ini dia sudah bercinta lagi dengan Fredy untuk kesekian kalinya. Dongkol juga aku sama Dewi, tadi aku mau ngelanjutin tapi dia bilang capek, sekarang dia melayani Fredy, aku khawatir kalau mereka belum selesai saat Pak Sys datang, tak tahu apa pendapat beliau.

Untunglah lagi lagi Fredy tak bisa bertahan lama menghadapi panasnya gairah Dewi dan untuk kesekian kalinya dia orgasme di vagina Dewi, agak kaget ketika kuperhatikan lebih cermat, ternyata Fredy sudah tidak memakai kondom lagi, berarti yang terakhir dia telah menyirami vagina Dewi dengan spermanya, itupun kalau masih ada cadangan sperma.

Dewi segera meminta Fredy untuk kembali berpakaian dan segera meninggalkan kamar, diangsurkannya beberapa lembar ratusan ribu ke tangan Fredy.
"ah nggak usah mbak, begini saja aku sudah sangat senang kok mbak" tolak Fredy
"aku tidak memberi uang untuk jasamu ini, tapi aku memberi untuk anakmu" kata Dewi langsung meninggalkannya menuju kamar mandi.

Part 3

Sepeninggal Fredy, kususul Dewi di kamar mandi, ternyata dia sedang membersihkan vaginanya dari sperma Fredy.
"boss-ku sudah oke mau kenalan, beliau bersedia menemuimu sebelum pulang, sekarang apa rencanamu" tanyaku
"suruh saja dia menunda kepulangannya sampai besok, kita bisa check out dan pulang sama sama" jawabnya sambil menyiramkan air hangat di sekujur tubuhnya.

"terus aku gimana" tanyaku bengong dengan rencananya, tentu saja aku nggak bisa sekamar dengan mereka, lebih baik aku pulang sekarang saja dan menyerahkan kesempatan mendapatkan kehangatan tubuh Dewi dalam pelukan Pak Sys.
"nggak usah khawatir mas, serahkan padaku, percaya deh" jawab Dewi meyakinkan.

Melihat tubuh molek Dewi dengan rambut basah, hasrat birahiku yang tertunda naik lagi, kurangkul dia dan kuciumi tubuh wanginya.
"mas, sebentar lagi boss-mu datang lho" katanya mengingatkanku.
"tapi aku dari tadi belum orgasme, Fredy saja sudah berkali kali mendapatkannya" protesku.
"oke tapi cepetan ya, sebelum dia datang" katanya sambil berjongkok di depanku, membuka resliting celanaku, mengeluarkan penis dan langsung mengulumnya, sekedar untuk membasahi.

Kuberdirikan Dewi dan kubalik membelakangiku, dia agak jongkok menghadap cermain di meja westafel kamar mandi, dengan mudah penisku menerobos masuk liang vaginanya, Dewi menggigit bibir bawahnya saat penisku melesak masuk, langsung kukocok dengan cepat, dari cermin bisa kulihat wajah Dewi yang menahan desah, buah dadanya yang montok menggantung indah, kupegangi pantatnya dan mengocoknya makin cepat, desahannya sudah keluar dengan lepas.

Aku berusaha mencapai puncak orgasme dengan cepat sebelum Pak Sys datang, kuremas remas buah dadanya, sungguh indah melihat bayangan kami dicermin saat bercinta. Puncak kenikmatan yang biasa aku perlambat kini kuusahakan secepat mungkin, tapi rupanya semakin dipercepat semakin susah meraihnya, ternyata aku tidak bisa melakukan quickie. Kubalikkan tubuh Dewi dan kududukkan di meja westafel itu, kembali aku mengocok dengan cepat, kali ini sambil berhadapan, berharap Pak Sys tidak datang terlalu cepat, kocokanku semakin cepat dan keras, desahan Dewi yang lepas makin menggairahkan, kuciumi pipi dan bibirnya dengan gemas melihat bibirnya yang merekah mendesah.

Sepuluh menit sudah berlalu, belum juga ada tanda tanda orgasme dariku. Melihat aku kesulitan mendapatkan orgasme, Dewi mendorong tubuhku dan memintaku telentang di lantai kamar mandi, hanya beralaskan handuk yang habis dia pakai tadi. Dewi langsung melesakkan penisku ke vaginanya dengan posisi dia di atas, dengan jongkok tubuhnya turun naik mengocok penisku sambil pinggangnya berputar putar membuat penisku serasa terpilin, kami berdua sama sama mendesah lepas, kuraih dan kuremas kedua buah dadanya, kami seolah berpacu menuju puncak kenimkatan.

"Ding dong..ding dong" kudengar bel pintu berbunyi mengagetkan kami berdua, kami saling berpandangan, Dewi tersenyum menggoda melihat sorot kekecewaan di wajahku, diciumnya bibirku dan dia langsung berdiri, penisku tercabut dari vaginanya, kembali aku harus menunda atau malah melupakan orgasme yang tertunda dari tadi.
"cepat buka pintu, ntar dia marah lho, rapikan dulu baju mas" perintahnya sambil mengenakan piyamanya, tanpa pakaian dalam.

"sialan.. sialan.. sialaan" jerit hatiku sambil berdiri dan menutup resliting celanaku.
Ketika kubuka pintu kamar, Pak Sys berdiri di depan pintu dengan traveling bag-nya, rupanya dia memang menunda kepulangannya hingga besok, tentu saja ini membuatku kecewa, hilanglah kesempatan untuk berdua mereguk kenikmatan sex dengan Dewi.
"masuk Pak, Dewi masih di kamar mandi" aku mempersilahkan Pak Sys sambil mengambil traveling bag-nya.
"wah bagus juga kamar ini, pemandangannya juga indah dan agak terpencil" komentar Pak Sys ketika duduk di sofa ruang tamu.
Dewi keluar dari kamar ketika aku mengambilkan minuman untuk Pak Sys, dengan tetapmemakai piyama yang aku yakin masih tanpa pakaian dalam, dia menghampiri kami dan langsung mengulurkan tangannya ke arah Pak Sys.
"Dewi"
"Sys"
Dewi duduk disampingku di sofa panjang menghadap ke arah Pak Sys, kami ngobrol ringan seputar pemandangan alam di Lombok, suasana jadi makin akrab seolah kami teman lama yang baru ketemu, baik Dewi maupun Pak Sys ternyata cepat akrab.
Ketika ngobrol berulang kali Dewi membungkuk, aku yakin Pak Sys telah melihat pemandangan indahnya buah dada Dewi.
"sudut pandang pantai dari sini sangat indah" kata Pak Sys ketika berdiri di balkon menatap deburan ombak di kala senja.
"akan lebih indah dari balkon kamar, coba aja dan bandingkan" tambah Dewi sambil berdiri mengajak Pak Sys menuju kamar.
Mereka berdua menuju kamar, Dewi sempat melirik nakal ke arahku sementara Pak Sys melirikku dengan pandangan penuh arti.

Bersambung . . .

Sang Dewi - 6

Masih kudengar sayup sayup mereka bercakap cakap dan tertawa di kamar tapi tak lama kemudian suara itu sudah tak terdengar lagi, aku tak bisa menebak apa yang mereka bicarakan di dalam, kubaca majalah wanita yang ada dimeja meskipun tidak bisa sepenuhnya konsentrasi, pikiranku melayang mulai pertemuan dengan Dewi, si Fredy dan apa yang telah kami lakukan pada Dewi, hingga belum tuntasnya aku menyelesaikan hasratku hari ini.
Sayup sayup kudengar kembali suara dari kamar, bukan percakapan atau tawa canda tapi suatu suara yang sudah aku kenal sebelumnya, yaitu desahan kenikmatan dari Dewi, terdengar pelan tapi sudah cukup bagiku untuk menebak apa yang mereka lakukan di dalam. Desahan itu bergantian antara Dewi dan Pak Sys, tapi lebih di dominasi suara desah nikmat dari Dewi.

Kucoba mengabaikan suara desah itu dengan membuka halaman demi halaman majalah ditanganku, tapi desahan Dewi makin lama makin keras dan liar menggairahkan, mengganggu konsentrasiku, desahan itu mau tidak mau membuat kejantananku mulai ikut menegang, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi tapi yang aku tahu pasti Dewi sedang mengarungi lautan kenikmatan bersama boss-ku itu.

Limabelas menit berlalu, desahan Dewi berubah menjadi jeritan liar, aku tak tahan, ingin rasanya kumasiki kamar itu, tapi rasa segan pada Pak Sys masih menahanku di ruang tamu, membayangkan apa yang mungkin sedang mereka lakukan, tak kusadari tanganku sudah meremas kejantananku, berkali kali kulirik pintu kamar tidur yang terbuka sambil berharap mereka segera keluar menyelesaikan permainannya, ingin rasanya menengok apa yang Pak Sys perbuat pada Dewi meski mataku tetap tertuju pada majalah yang halamannya hanya kubalik balik tanpa membacanya.

Rasa cemburuku kutahan dan makin membesar, apalagi membayangkan Pak Sys sedang menggumuli dan menikmati kehangatan tubuh sexy Dewi, entah apa yang dilakukan Pak Sys pada Dewi membuat dia menjerit begitu liar.
"AAauugghh..yess..yess..yaa..aa"
Kudengar jeritan keras dari Dewi, pertanda orgasme, kunyalakan sebatang rokok menepis kegelisahanku. Sudah beberapa batang rokok kunyalakan dan kumatikan meski masih belum setengah kuhisap, aku kegerahan dan makin kepanasan mendengar jeritan nikmat yang semalam kunikmati itu, Pak Sys, boss-ku, yang belum satu jam yang lalu kuperkenalkan, kini sedang menikmatinya. Sesaat tak kudengar lagi desahan Dewi, tapi tak lama kemudian desahan Dewi kembali memecahkan keheningan itu.
Akhirnya aku tak tahan lagi, perlahan kudekati pintu kamar tidur, tepat seperti apa yang kubayangkan, kulihat di ranjang yang telah kupakai tadi malam, tubuh telanjang mereka saling berpelukan, Dewi pada posisi di atas dalam pelukan Pak Sys, pantatnya bergoyang goyang sementara Pak Sys mengocoknya dari bawah sambil meremas pantat Dewi.

Aku tak berani bergerak apalagi bersuara, hanya gerakan tanganku yang meremas kejantananku sendiri sambil melihat mereka bercinta dengan penuh gairah. Pak Sys mendorong tubuh Dewi, kini dia duduk di atas tubuh Pak Sys, tubuhnya turun naik dan pantatnya berputar putar, berhula hop, persis seperti apa yang dia lakukan padaku tadi sebelum kedatangan Pak Sys, buah dada Dewi mendapat remasan dan kuluman darinya. Dewi menggeliat dan menjerit penuh kenikmatan, pinggulnya memutar makin liar, seliar kuluman Pak Sys di putingnya.

Mereka terlalu asik untuk memperhatikan kehadiranku, kini mereka bercinta dengan posisi doggie, Pak Sys mengocok Dewi dengan kerasnya, bisa kulihat dari buah dadanya yang mengayun keras, dijambaknya rambut Dewi hingga dia terdongak, sodokannya makin keras menghunjam vagina Dewi membuatnya menjerit. Dewi melawan gerakan sodokan Pak Sys, dia mendorong mundur pantatnya setiap kali Pak Sys menyodok maju, penisnya makin dalam melesak dalam vaginanya membuat Dewi makin menggeliat dalam desahan nikmat.

Hampir setengah jam mereka bercinta sejak kudengar desahan pertama, sementara diluar sudah mulai gelap, angin malam mulai menerobos ke kamar melalui balkon yang tidak tertutup, mereka masih bercinta dengan doggie style, saling kocok dan saling sodok, Pak Sys mendorong tubuh Dewi hingga tengkurap, dia mengikutinya tanpa melepas penis dari vagina. Kini Dewi tengkurap sedang mendapat kocokan liar dari atas, hanya pinggulnya yang agak naik keatas memberi ruang gerak penis Pak Sys yang meluncur keluar masuk.

Dewi tiba menjerit pertanda orgasme, entah sudah berapa kali dia mendapatkan orgasme dari Pak Sys, Dewi menggeleng gelengkan kepalanya saat menjerit orgasme, ternyata Pak Sys justru makin mempercepat sodokannya, lebih keras lagi.
"aagghh.. Paak.. aaghh" jeritnya disela orgasmenya.

Terus terang aku salut dengan stamina Dewi, entah sudah berapa kali dia orgasme hari ini, baik dariku, Fredy maupun Pak Sys, sungguh wanita yang mempunyai hasrat dan stamina sex yang tinggi. Saat itulah dia menoleh ke arahku, tapi sepertinya dia tidak melihatku, kembali mendesah menerima kocokan Pak Sys. Aku ingin mendekati dan gabung dengan mereka, desahan Dewi terlalu menggairahkan kalau hanya untuk didengar dan dilihat, tapi keseganan pada Pak Sys menahan langkahku, aku tetap berdiri di depan pintu melihat boss-ku sedang bercinta dengan tetanggaku yang cantik, yang semalam tidur denganku.

Terlalu asik aku memperhatikan wajah cantik Dewi yang sedang mendesah hingga dikagetkan suara Pak Sys.
"Hendra, ngapain berdiri bengong di situ, masuk aja, kita kerjain dia rame rame" suara Pak Sys membuyarkan lamunanku pada Dewi, juga berarti undangan untuk ikut pesta. Dewi menolah ke arahku dengan senyum menggoda dan memberi isyarat ke arahku untuk mendekat dengan jari tengahnya.

"uff..kasih aku istirahat sebentar" pintanya menoleh ke arah Pak Sys, tapi tak dihiraukannya, tetap saja mengocok vaginanya.
"Pleessee..aagh..agh..pleesse" desah dan permintaannya nggak jelas bercampur menjadi satu.
Aku sudah berdiri di samping ranjang, menunggu giliran atau kesempatan yang aku sendiri tak tahu kapan diberikan oleh mereka.
"kok nggak dilepas mas" kata Dewi disela desahannya. Meski ini bukan pertama kali aku bercinta bertiga, tapi dengan Pak Sys, boss-ku, membuatku seperti anak kemarin sore, terlalu canggung, serba salah. Cepat cepat dengan gugup kulepas semua pakaianku, ragu ragu aku duduk di tepi ranjang.
"oke kita istirahat sebentar" kata Pak Sys seraya mencabut penisnya dari vagina Dewi, aku kaget melihatnya, ternyata begitu besar, bahkan lebih besar dari punyaku meskipun tidak sepanjang penisku, pantesan Dewi dibuat kelojotan berkali kali.

Dewi langsung telentang dengan napas yang turun naik, matanya terpejam, sementara Pak Sys turun dari ranjang menuju lemari es dan mengambil 3 botol minuman berenergi, mengangsurkan pada kami masing masing satu.

"Gila enak banget, KO aku" komentar Dewi setelah menghabiskan minuman itu, terang aja dia KO, sementara kejantanan Pak Sys masih saja tegang, pertanda dia belum orgasme, entah mungkin dia minum viagra.
"tapi asik kan" celetuk Pak Sys sambil rebahan disampingnya setelah menutup pintu balkon dan menyalakan lampu kamar, suasana jadi terang, lebih jelas aku bisa melihat penis Pak Sys yang mulai lemas tapi tetap terlihat kokoh, aku mengikuti telentang di sisi lainnya, kini tubuh telanjang Dewi diapit tubuh kami.

Ingin segera kutindih tubuh telanjang Dewi, tapi rasa segan masih menahanku kuat, setelah hampir sepuluh menit beristirahat, tangan Dewi mulai mengocok penis kami, kiri kanan, pertanda dia sudah siap untuk memulai lagi.
Dewi memintaku untuk mulai duluan, tanpa segan lagi kutindih tubuh Dewi, dia memegang penisku dan mengatur di vaginanya, kakinya dibuka lebar, dengan mudahnya penisku langsung melesak ke vagina Dewi yang memang sudah basah, disambut dengan jeritan ketika semua penisku tertanam di vaginanya, kurasakan mungkin menyentuh rahimnya.

Ketika aku mulai mengocok, terdengar bunyi kecipuk dari vaginanya, dia memandangku sambil tersenyum penuh arti, tangannya tetap tak melepaskan pegangannya pada penis Pak Sys. Bibir Dewi merekah mendesah, terlihat begitu menggairahkan, buah dadanya berguncang guncang seirama dengan kocokanku, Pak Sys segera mengulum buah dada montok itu, mendapat perlakuan dari dua laki laki tubuh Dewi menggeliat dan mendesah nikmat membuat kami makin bergairah. Melihat Pak Sys mengulum puting dan bibir Dewi, nafsuku semakin naik, semakin keras kusodokkan penisku di vaginanya, ada sensasi tersendiri menyelimutiku, apalagi ketika Pak Sys menyodorkan penisnya dimulutnya dan segera disambut dengan jilatan serta kuluman.

Dengan posisi telentang Dewi mendapat dua kocokan penis secara bersamaan dari atas dan bawah. Desah kenikmatan Dewi tertahan penis Pak Sys, mulutnya kelihatan penuh tertutup penis. Kunaikkan kakinya di pundakku hingga pantatnya lebih terangkat, dengan posisiku agak jongkok maka penisku dapat lebih dalam mengisi celah sempit vagina Dewi, hampir dia tersedak ketika kuhentak keras vaginanya. Kulampiaskan kecemburanku yang terpendam sedari tadi, kusodokkan penisku sekeras dan sedalam aku bisa, berulang kali Dewi harus mengeluarkan penis Pak Sys dari mulutnya.

Secara bergantian tanganku, tangan Pak Sys bahkan tangan Dewi sendiri meremas remas buah dada yang berguncang keras, seolah berebutan meremasnya.
Sesekali kuhentikan gerakanku untuk memberi Dewi kesempatan menikmati kocokan Pak Sys di mulutnya, dengan konsentrasi total ke penis Pak Sys dia bisa memberikan "pelayanan total", tak lama kemudian Pak Sys teriak pertandan orgasme, Dewi malah mempercepat kocokan mulutnya, kulihat cairan sperma menetes keluar dari celah mulutnya, Dewi tetap tidak mengeluarkan penis itu seakan dia menyedot habis sperma Pak Sys, dan menelannya.
Melihat begitu gairah Dewi melahap sperma Pak Sys, aku tak mau ketinggalan, kusodok dengan keras hingga penis itu terlepas dari mulutnya, diraihnya kembali penis itu dengan tangannya dan mengusap usapkan ke wajah cantiknya.

Aku makin bergairah melihat kebinalan Dewi, kubalikkan tubuhnya, dengan posisi doggie kembali kukocokkan penisku keluar masuk. Pak Sys turun dari ranjang, duduk di sofa melihat kami bercinta, kini tinggal aku sendirian menikmati gairah banal Dewi yang tiada habis habisnya. Dengan bebas aku bisa berimprovisasi gerakan mengocokkan penisku ke vagina Dewi, dan Dewi pun sepertinya terbawa gerakan improvisasiku, ternyata aku tak bisa bertahan lebih lama menghadapi gairah binal Dewi yang makin lama makin menggairahkan, tak lebih sepuluh menit dari orgasmenya Pak Sys tadi, aku segera menyusul, menyemprotkan spermaku di vagina Dewi, orgasme yang tertunda sejak tadi siang.

Dewi tak menghentikan gerakannya ketika penisku berdenyut keras, hanya desah dan jerit kenikmatan darinya yang membuatku ingin terus menanamkan penisku di vaginanya, pinggulnya bergoyang dengan gerakan meremas remas. Beberapa detik setelah semprotan spermaku, kurasakan denyutan dari otot vagina Dewi diiringi jeritan nikmat orgasme, kupeluk dia dari belakang sambil kunikmati pijatan nikmat dari vaginanya, akhirnya kami berdua roboh telungkup seiring habisnya denyutan nikmat. Aku masih telungkup di atas tubuh telanjang Dewi yang masih tengkurap, napas kami berpacu kencang, hingga akhirnya turun dari tubuhnya dan telentang disampingnya, kucium bibir Dewi, masih tercium aroma sperma dari mulutnya.

Malam itu kami habiskan bersama dengan kenangan yang indah, baik bergantian maupun bersama sama kami menikmati tubuh sexy Dewi, baik diminta maupun atas inisiatif masing masing dan hebatnya dia bisa mengimbangi permainan kami.

Esoknya kami sama sama bangun kesiangan, maklum baru tidur ketika matahari hampir muncul dari peraduannya.
Pukul satu siang kami sama sama check out setelah masing masing malakukan quickie sex dengan berpakaian, sesaat sebelum meninggalkan kamar nan indah itu.

Tamat

Majikan dan pembantunya

Kejadian ini berlangsung sekitar 4 tahun lalu ketika saya berumur 22 th. Saat itu saya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Saya berkenalan via internet dengan seorang janda keturunan china berumur 40th bernama bernama Jeany, dia mempunyai 2 orang anak berumur 5 dan 9 th. Mulanya saya hanya tertarik karena orangnya ramah dan asyik diajak ngobrol dan cukup bisa mengikuti gaya anak muda alias lumayan 'gaul' lah. Hampir setiap malam dia telepon ke rumah saya. Sampai kadang anak-anaknya ikutan bercanda lewat telepon.

Suatu saat Jeany akan ada tugas dari kantornya ke Surabaya dia menelepon minta dijemput di Airport katanya, wah asyik nih aku bisa ketemu sekalian bisa ngobrol dan bercanda. Pada saat hari H dia telpon saya lagi dia bilang dia pake baju warna pink dan celana panjang hitam. Hmm sesampainya di airport aku bingung sekali waktu aku lihat-lihat di kedatangan airport yang pakai baju pink dan celana hitam cuman ada satu orang itupun kira-kira masih sekitar umur 30 th menurutku. Aku beranikan diri untuk menyapa,
"Hmm selamat siang bu, ma'af ibu yang bernama Jeany?" dengan senyum yang manis dia langsung merespons,
"Apakabar Iwan".
Saya langsung bengong karena melihat tampangnya yang masih cantik dengan badan langsing tapi gemuk pada bagian yang penting tentunya. Tiba-tiba jeany langsung mencium pipiku..

"Mmmuuaachh jangan pake ibu segala ya.. Panggil Jeany aja!".

Wah-wah saya langsung rada horny.. He.. he..he..

Seharian saya antar dia keliling ke kantor klien-kliennya, setelah jam kerja usai, kita makan malam dan saya antar lagi dia ke airport. Di perjalanan tiba-tiba dia minta berhenti di pinggir jalan. Saya tanya,
"Kenapa kok berhenti?" tanpa banyak bicara dia langsung mencium bibir saya dan membuka retsleting celana saya, penis saya langsung menegang tanpa basa-basi. Sambil mengelus-elus batangku dia bergumam,
"Hmm mantap juga batang kamu ini"
Ukuran penisku tidak terlalu besar sih sekitar 18 cm panjangnya, tapi menurut Jeany, "helm proyek"-nya ini bisa bikin nyesek.. He.. he.. he.. he..

Setelah puas melumat bibirku dia langsung menyedot batang kemaluanku yang dari tadi sudah menunggu hisapan mulut sexinya, tak ketinggalan lidahnya menjilat-jilat batang penisku, aku tak mau tinggal diam tanganku berusaha meremas dadanya yang cukup kenyal, tapi dia menepis, "Sudah deh kali ini biar Jeany yang kerja," ya.. aku pasrah saja sambil menikmati sedotan bibirnya, tak lama kemudian aku serasa melayang-layang dan kepala penisku serasa makin besar akhirnya "Oughh.. ahh.." Crott!! Spermaku keluar di mulut Jeany, Dia makin gila menyedot semua batangku masuk ke mulutnya seakan nggak mau ada spermaku yang lolos dari mulutnya. Kepala penisku masih berdenyut saat jeany menyedotnya.

"Ahhmm enak banget batang kamu, thank's ya," kata Jeany, sambil tersenyum dan menciumku, dia sangat suka dengan penisku, sementara aku hanya bisa diam dan masih terheran-heran melihat kebinalannya," Ayo jalan, ntar ketinggalan pesawat nih." Tiba-tiba Jeany protes melihat aku hanya terdiam dan membiarkan celanaku terbuka. Pada saat aku tiba di parkiran airport Jeany berkata," Kamu masih utang lho sama aku" hmm aku hanya bisa senyum sambil kali in aku yang mencium bibir sexy-nya. Jeany memelukku erat, kami seperti pasangan kekasih aja.

Sebulan telah berlalu, kami tetap berhubungan via telepon, hubngan kami semakin akrab, lalu saya memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk bertemu Jeany. Kebetulan anak-anaknya sedang liburan sekolah, sekalian saya bertugas mengajak anaknya jalan-jalan. Saat tiba di Jakarta saya menginap di sebuah hotel yang cukup terkenal di daerah Senayan. Lalu kami bertemu dan jalan-jalan bersama kedua anaknya, "Hmm sudah seperti keluarga aja nih" pikirku dan Jeany terlihat makin cantik, lebih cantik dari sebelumnya. Sepulang dari jalan-jalan, tiba-tiba anak Jeany yang berumur 7th meminta saya untuk menginap di rumahnya, agar kita bisa main playstation berdua. Asyik juga nih pikirku, karena memang aku juga keranjingan main game.

Saya dan Dodi (anak sulung Jeany) sudah 2 jam main playstation. Saat itu sudah jam 23.00, Dodi sudah mau tidur sementara Jeany masih sibuk membereskan kamar yang akan saya tempati. Kelar main PS dengan Dodi, saya langsung mandi karena sejak tadi saya belum mandi. Selesai mandi saya lihat Jeany sudah selesai beres dan duduk di sofa ruang keluarga sambil nonton TV. Cantik sekali Jeany saat itu, dengen baju tidur warna ungu, wah.. yang bikin saya deg-degan dadanya yang berukuran 34b menyembul dibalik gaunnya, dan setelah aku curi-curi pandang ternyata dia tidak memakai bra.

"Kamu masih hutang ama aku lho Wan", jeany berkata begitu dengen senyum manisnya.
Ya aku langsung jawab aja, "Iya deh pasti aku lunasin kok" wah kebeneran nih ngerasain vagina janda.. Hehehehe biarpun sudah umur 40-an tapi badannya sangat sexy karena memang hobbynya berenang. "Kita sambil nonton bokep yuk Wan," kata Jeany.

Sewaktu Jeany memasang vCD rada sedikit nungging, Hmm.. pahanya terlihat mulus den belahan pantatnya terlihat sangat bersih, aku tak tahan langsung aja aku samperin dan menjilat belahan pantatnya dari belakang sampai turun ke selangkangan.

"Ahh sayangg.. Sabar donk.. Aku sudah lama nggak diginiin" Jeany mendesah sambil kakinya gemetaran.

Aku gendong saja ke sofa terus aku ciumin bibrnya, Jeany merespons ciumanku dengan ganasnya, "Jago juga nih ciumannya", pikirku.

Sementara kedua tanganku mulai menyelusup ke dadanya yang sejak tadi membusung karena menahan nafas, "Oughh ahh.. Terusin sayang," desahnya.

Tangan jeany mulai berusaha meraih batang penisku yang sudah menegang dengan helm yang memerah, "Eitt ini giliranku bayar hutang," tanganku menepis tangan jeany dengan lembut, dia hanya tersenyum.

Sementara mulutku mulai menjilat-jilat puting jeany yang berwarna pink. Jemarinya mendekap erat kepalaku, sambil mendesah dan kakinya memeluk erat pinggulku, "Suck my pussy baby"
Jeany mendorong kepalaku ke arah vaginanya yang dari tadi cairannya membasahi dadaku. Hmm asyik benar nih pikirku dalam hati. Saat aku mulai menyapukan lidahku dari bagian bawah ke atas vaginanya aku merasakan cairan yang sangat nikmat yang aku impikan sejak pertama kali bertemu Jeany. Aku hisap clitorisnya dia makin mengejang dan aku merasakan vaginanya sperti menghisap bibirku.

"Ciuman ama bibir atau vagina sama enaknya nih," pikirku.
"Oughh sayangghh enak," gumamnya.

Lidahku mulai bergerak konstan di clitorisnya semakin cepat, pantatnya bergerak naik turun mengikuti irama lidahku, tiba tiba dia berteriak histeris.
"Fuck.. Ahh ahh oughh ah ahh ahh.. Iwann eghh.," badan Jeany mengejang, tangannya menekan kepalaku ke vaginanya hingga hidung dan hampir semua wajahku basah karena cairan vaginanya.
Nafasnya tersengal-sengal dadanya makin membusung (ini pengalaman pertamaku menjilat vagina, sekarang aku suka sekali menjilat vagina sampai lawan sex-ku mencapai klimaks karena jilatanku).

Aku jilati terus dan aku telan semua cairan vaginanya, rasanya enak banget!! Sementara nafas Jeany masih tersengal-sengal aku angkat kedua pahanya sehingga lobang pantatnya pas berada di bibirku. Aku jilati lagi sisa-sisa cairan yang meleleh di lobang pantat jeany sambil aku teruskan jilatanku ke atas dan turun lagi berulang-ulang. Tangan Jeany makin menekan kepalaku, aku makin menikmati permainan ini dan aku lihat kepala jeany menegadah pertanda dia sangat menikmati jilatanku, sampai akhirnya aku berbalik lagi menjilat bagian lobang vaginanya yang masih berdenyut.

"Sayangghh terusinn aku hampir sampai lagi nihh,"gumamnya sambil menggerak-gerakan pantatnya.
Aku makin enjoy dengan rasa vaginanya yang seperti sayur lodeh.. Hehehehe. Aku hisap clitorisnya sampai akhirnya dia mulai mengejang-ngejang.. "Oughh enakk sayangku.."
Kuku jemarinya terasa perih di belakang leherku. Jeany mencapai klimaks untuk kedua kalinya, tanpa menunggu-nunggu lagi aku tancapkan saja batang penisku yang dari tadi sudah menunggu untuk bersarang, Ternyata tak semudah itu, lobang vaginanya memang cukup sempit pertama kali hanya kepala penisku aja yang bisa masuk, lalu setelah aku keluarkan dan aku masukkan lagi beberapa kali akhirnya.
BLESS..
"Eghh.. Enak banget Wan," gumamnya Jeany langsung menciumi bibirku dengan penuh nafsu.

Aku mulai memompa vaginanya secara beraturan sambil menjilati puting susunya yang merah dan menegang, enak benar vagina Jeany, pikirku. Selama 15 menit aku memompa, perlahan tapi pasti vagina Jeany makin terasa makin menyempit, aku makin merasa enak.
"Ahh.. Ahh oughh" mendesah sambil tangannya mencengkeram pinggiran sofa. Tiba-tiba cengkeramannya pindah ke punggungku sambil setengah berteriak Jeany mencapai klimaks yang ketiga kalinya,
"Aghh ahh I LOVE THE WAY YOU FUCK ME!!"
Aku makin mempercepat gerakanku.. Jeany makin menggila.
"FUCK.. FUCK.. FUCK ME.. Oughh ahh ahh," Jeany benar meracau tak karuan, untung jarak kamar tidur dengan ruang tengah cukup jauh sehingga teriakannya tidak mengganggu tidur kedua anaknya.

Setalah Jeany menikmati sisa-sisa klimaksnya aku ciumin bibrnyai dia dan dia tersenyum, "Thank's ya, hutangmu lunas, tapi kamu belum keluar sayangku," dia berkata sambil membalikkan badannya dan kedua tangannya memegang sandaran sofa.
"Fuck me from behind," dia mengarahkan penisku yang masih menegang ke arah lobang vaginanya yang sudah basah kuyup.

Langsung aja aku pompa vaginanya karena aku sudah tak tahan ingin cepat-cepat keluar, baru sepuluh kali keluar masuk, Jeany mendesah berat dan vaginanya berdenyut pertanda dia mencapai klimaksanya, badannya seperti kehilangan tenaga, aku tahan pantatnya sambil terus aku pompa vaginanya. Denyutan vaginanya membuat aku merasa makin nikmat. Dengan mata sayu Jeany berkata, "Keluarin di mulutku sayangku, aku haus spermamu".
Aku tidak memperdulikan aku tetap focus mengejar kenikmatanku sendiri sampai akhirnya aku akan mencapai puncak kenikmatan aku cabut penisku, dengan sigapnya jeany meraih batang penisku dan mengocok-ngocok di dalam mulutnya.
"Oughh.. Isepin penisku sayanghh ahh.."
Crott!! Crott.. Crott..
Cairan spermaku meleleh di dalam mulutnya sampai keluar dari tepi bibir Jeany.

Tiba-tiba ada suara lenguhan yang cukup mengagetkanku"ahh ahh ahh oughh..," kami berdua terkaget-kaget ketika aku lihat pembantu Jeany yang bernama Dini sudah telentang sambil mengejang di lantai, jemarinya terlihat berada di dalam vaginanya, sementara bajunya sudah tidak karuan. Aku baru sadar jika permainan kami diperhatikan oleh pembantu yang kira-kira masih berumur 15 tahun. Namun badannya lumayan bongsor dan mulus, buah dadanya terlihat membusung indah sekali. Namanya Dini.

Ternyata Dini sudah memperhatikan permainan kita sejak tadi. Tanpa malu-malu lagi Jeany memanggilnya,
"Sini kamu!" sambil mukanya memerah Dini berjalan mendekat.
"Kamu ngapain?" tanya Jeany.
"Ya lihat Ibu sama Mas Iwan begituan," jawabnya dengan lugu sambil melirik ke arah penisku yang masih tegak.
Jeany berbisik, "Aku sudah cape nih, aku rela kok kamu main sama Dini, tuh penis kamu masih tegak," sambil menciumku Jeany membisikkan hal yang benar-benar aku inginkan dan cukup mengejutkan bagiku.

Sambil menunjuk ke arah vCD bokep yang sedang beradegan anal, Jeany berkata kepada Dini,
"Kamu mau ngentot seperti di TV itu ya Dini"
Dengan muka makin memerah Dini menjawab dengan perlahan dan gemetaran,
"Eng.. Engga bu, ma'afkan Dini".
Dengan nada sedikit membentak Jeany memerintah, "Pokoknya kamu harus layani Mas Iwan sampai dia puas!! Siapa suruh ngelihat kita ngentot sambil mainan vagina pula, isepin tuh penis Mas Iwan!".
Sambil perlahan-lahan mendekat, tangan Dini yang masih terlihat basah karena cairan vaginanya, meraih batang penisku, perlahan Dini mulai mengocok-ngocok sambil mengulum penisku.. Hmm enak sekali bibr mungil Dini. Aku elus pipinya dia memandang ke arahku, aku tanya si Dini, "Kamu sudah pernah ngentot ya?"
Dengan senyum malu-malu Dini menjawab, "Sudah Mas, dulu waktu Dini masih di kampung sama teman-teman"
"Hahh ama teman-teman?, rame-rame Donk?" aku bertanya kembali.
Dini hanya mengangguk lalu melanjutkan kulumannya. Aku lihat Jeany sudah terlelap kecapean.

Tanpa sadar aku meremas-remas payudara Dini sambil memelintir putingnya. Dini mendesah menikmati sambil terus berusaha mengulum penisku. Dengan lugu Dini berkata, "Mass ahh tolong donk dimulai, masukin Mass".
Aku langsung mengangangkan kedua paha Dini dan Bless ternyata memang benar dia sudah tidak perawan lagi. Dini mendesah perlahan.. "Ouhh penis Mas besar sekali, baru kali ini saya ngentot sama orang dewasa.'
Dini terus menggoyang-goyangkan pantatnya sambil meremas payudaranya sendiri. Wah.. cukup pengalaman juga nih anak pikirku.

Matanya terpejam sambil bibirnya mendesis seperti orang kebanyakan cabe..
"Ssshh ahh enakk Mass eghh."
Tiba-tiba dia berusaha berdiri sambil mendorong badanku, "Aku mau diatas mass ahh aku mau keluar"
Aku oke-in aja deh aku telentang, Dini berjongkok sambil menggoyangkan pantatnya, dia menciumi leherku aku remas remas kedua payudaranya yang ranum denga puting kecoklatan. Genjotannya semakin keras aku mengimbangi goyangan pantatnya, aku naik turunkan pinggulku juga. Dini mendesah tak karuan sambil rebah di dadaku.

"Ahh mass ahh ahh oughh aku keluar Mass ahh aku mau lagi Mass.. Ahh..," bibirnya melumat bibirku penuh nafsu, dia berdiri dan menghadap tembok.
"Ayo Mass, kita main lagi, aku ingin dientot sambil berdiri," dengan sedikit mengangkat pantatnya aku lesakkan batang penisku ke dalam vaginanya.
Dini menoleh ke arahku dan dia cuman tersenyum sambil berkata, "Boleh nggak yang seperti di TV Mas?"
Wah.. binal juga nih anak pikirku, dalam hati aku juga ingin ngentot pantat nih, kebetulan. Pantat Dini memang bagus banget kenyal dan bulat, aku makin nafsu melihatnya. Dini membimbing penisku masik ke lobang anusnya, oughh sempit banget rasanya tapi enak. Langsung aja aku dorong penisku keras keras,

"Arrghh oughh Mass enakk teruss mass"

Dini benar-benar sexy, bau badannya yang wangi rada asem dikit membuatku semakin terangsang, aku jilatin punggung dan leher bagian belakangnya sambil meremas payudaranya dari belakang. Gerakan bokongnya benar-benar mirip Inul penyanyi dangdut.. Hehehe. Sambil terus mendesah, Dini meraih tanganku dan dibimbingnye masuk ke lubang vaginanya yang banjir sejak tadi.
"Kocokin jarimu Mass di dalam vaginaku.. Ahh ahh oughh enakk!!"

Tiba-tiba pantatnya mengejang dan berdenyut (baru kali ini aku tahu kalau pantat dientot juga bisa klimaks)
"Ahh Mass keluarin di pantatku, Mass aoughh aku keluar Mass.. Oughh ahh ahh"
Dini meremas-remas payudaranya sendiri. Aku pompa pantatnya kencang-kencang karena denyutan anusnya aku nggak tahan sementara tanganku terus bergerak keluar masuk vaginanya.
Dini menengadah ke atas sambil terus meremas-remas payudaranya dan.. "Ahh mass aku keluar lagi.. Ahh ahh.."
Mendengar desahannya aku makin bernafsu dan kepala penisku semakin membesar mau bongkar muatan,
"Oughh Dini pantatmu enakk banget.. Ahh"
Semprotan spermaku membasahi bagian dalam anus Dini yang masih berdenyut. Lutut Dini bergetar dan dia terkulai lemas di lantai, penisku juga mulai melemas, kami berpelukan kecapean.

Benar-benar malam yang liar malam ini, waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi.. Wah tidak terasa sudah hampir 5 jam aku bermain sex dengan dua wanita liar ini.

Selama aku tinggal di rumah Jeany, tiap malam aku ngentot dengannya dan paginya Dini selalu menyediakanku sarapan pagi dan dia tidak pernah memakai celana dalam, aku sarapan sambil ngentot sama Dini. Hehehehe. Enakk tenan.

Tamat

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama