Tampilkan postingan dengan label cerita sex. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita sex. Tampilkan semua postingan

Bu Henny dan Temannya - 3

Masih di pulau kecil lepas pantai tenggara pulau Bali, Bu Henny dan Andi menghabiskan liburan satu minggu mereka. Keduanya terlihat asyik duduk menikmati matahari terbenam di ufuk barat. Warna kemerahan bercampur birunya laut semakin terlihat indah dengan terdengarnya lagu-lagu yang dimainkan grup hiburan hotel diiringi alat musik akustik spanyol yang eksotik. Pasangan itu mengambil tempat duduk di pojok kanan sebuah hamparan taman rumput dan bonsai yang indah, sedikit terpisah dari tamu yang lain. Mereka tampak sedang menikmati minuman ringan dan seporsi besar sea food berupa lobster dan soup kepiting kegemaran Andi. Sesekali keduanya tampak tertawa kecil bercanda ria membicarakan kisah-kisah lucu yang mereka alami.

Beberapa saat kemudian ketika mereka sedang asik bercanda seorang wanita cantik berumur kurang lebih sama dengan Bu Henny datang dari arah belakang mengejutkan mereka. Begitu dekat wanita itu langsung menepuk pundak Bu Henny yang sama sekali tak melihat kedatangannya.
"Selamat malam pengantin baru", ucapnya pada Bu Henny, wanita itu langsung membalikkan badan terkejut mendapat sentuhan tiba-tiba itu. Tapi sesaat setelah mengetahui siapa yang datang, matanya tampak berbinar penuh keceriaan.
"Eeeiihh.., Rani.., aduuh jantungku hampir copot.., uuhh hampiir aja aku mati kaget Ran, eh ngapain kamu di sini dan kok kamu tahu aku disini?".
"Aduh Hen, aku tuh nyari kamu dari rumah sampai ke kolong jembatan tahu nggak, susaah banget".
"lantas siapa yang ngasih info kalu aku di sini".
"Lho kan kamu sendiri yang cerita sama aku sebelum berangkat, kalau kamu mau liburang ke sini".
"Oh iya aku lupa".
"Jelas lupa dong, lha kamu lagi bulan madu kayak gini gimana nggak lupa daratan?", sahut wanita itu menggoda Bu Henny.
"Idiih kamu nyindir yah?, Awas tak jitak kamu", lanjut Bu Henny sambil mengacungkan tangannya ke arah wanita itu.
"Jitak aja, ntar aku buka kartu kamu di suami kamu, ya nggak?", sergahnya tak mau kalah.
"Alaa.., kalau yang itu sih lapor aja, aku sih sekarang sudah punya jagoan, ngapain takut mikirin si botak jelek itu, huh dasar tua bangka.., moga aja dia mati ketabrak kereta api di Luar negeri, toh paling dia juga lagi nyari jajanan di jalan tuh, siapa nggak tahu sih pejabat pemerintah.., eh ngomong-ngomong aku sampai lupa ngenalin Andi sama kamu, nih dia Arjunaku yang sering kuceritakan sama kamu, Ran. Andi ini Tante Rani, teman akrab ibu dari sejak di SMA dulu".
"Halo Tante.., saya Andi", kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan pada wanita rekan Bu Henny itu. Sejak tadi ia cuma memperhatikan kedua wanita yang tampak saling akrab itu.
"Halo juga Andi, Bu Henny pernah juga cerita tentang kamu".
"Eh Ran, kamu ngapain ke sini, pasti deh ada masalah penting di perusahaan, ada apa sih?" tanya Bu Henny penasaran pada Tante Rani, namun raut wajah wanita itu langsung berubah muram saat Bu Henny bertanya.
"Aku ada masalah lagi sama suamiku, Hen", jawabnya sambil menunduk, wanita itu tampak sedih.
"Ya ampuun Ran, aku kan sudah bilang sama kamu seribu kali, kalau suami kamu bikin ulah, kamu harus balas. Jangan bodoh gitu dong ah, jangan sok setia begitu. Eh tahu nggak biar kamu nggak cerita sama aku, tapi aku sudah tahu masalah kamu. Pasti suami kamu nyeleweng lagi kan? Eh Ran, Kamu harus sadar tahu nggak, semua yang namanya pejabat itu bangsat, denger yah, bangsat, nggak bisa dipercaya. Kamu susah amat jadi orang setia. eehh, suami kamu nikmat-enakan di luar sana tidur sama gadis-gadis muda, sadar Ran, kamu harus gitu juga, jangan kalah", oceh Bu Henny panjang pada Tante Rina yang masih tertunduk. Bu Henny melanjutkan omelan dan nasehatnya pada wanita itu dengan penuh amarah. Ia seperti tak tega jika teman baiknya itu dijadikan bulan-bulanan oleh sumai yang brengsek seperti umumnya pejabat pemerintah.

"Atau gini aja deh, aku nggak mau kamu jadi kusut kayak begini, sebagai sahabat dekat kamu, aku siap ngebantuin kamu supaya bisa ngelupain masalah ini, okay?", Bu Henny memberi alternatif pada Tante Rani yang sedari tadi hanya bisa terdiam seribu basa.
Bu Henny melanjutkan kata-katanya dengan penuh semangat, "Okay Ran, ini mungkin akan ngejutin kamu, tapi itupun terserah apakah kamu mau terima atau tidak ini hanya ide, kalau kamu terima ya bagus kalaupun nggak juga nggak apa-apa kok, dengerin yah..", sejenak ia menghentikan kata-katanya lalu beberapa saat kemudian ia melanjutkan, "malam ini kamu boleh gabung sama kita berdua, maksudku Andi dan aku, aku nggak keberatan kok kalau Arjunaku harus melayani dua wanita sekaligus, toh aku sendiri rasanya nggak cukup buat dia, ya nggak An?" katanya sembari melirik pada Andi.
Pemuda itu langsung terkejut, namun sebelum ia sempat berkata Bu Henny sudah kembali melanjutkan ocehannya, "Tapi, Bu.."
"Alaa.., nggak pakai tapi tapi lagi deh, toh kamu juga pasti senang kan?, lagi pula ibu ingin lihat apa kamu sanggup ngalahin kita berdua".
"Tapi Hen", sergah Tante Rani.
"Eh kamu nggak usah malu-malu, pokoknya lihat saja nanti yah, ayo sekarang yang penting kita bisa senang sepuas puasnya, umbar dan raih kepuasan. Nggak ada yang berhak ngelarang kamu Ran", lanjut Bu Henny tak mau mengalah.

Sementara Andi dan Tante Rani hanya terdiam dan saling melirik. Andi yang sejak pertama telah memperhatikan bentuk tubuh Tante Rani yang tak kalah indah dari Bu Henny kini merasakan dadanya berdebar keras. Sudah tergambar di benaknya tubuh dua wanita paruh baya yang sama-sama memiliki tubuh bahenol itu akan ia tiduri sekaligus dalam satu permainan segi tiga yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Dua orang istri pejabat pemerintah dengan wajah cantik manis dan kulit yang putih mulus itu akan ia nikmati sepuas hati.

Belum sempat ia berpikir banyak, Bu Henny tiba-tiba memecahkan keheningan.
"Heh ngelamun kalian berdua yah, ntar aja di kamar lihat kenyataannya pasti asiik, ya nggak. Sekarang ayoh pesen minuman lagi", katanya sambil melambaikan tangan pada pelayan bar.
"Dua bir lagi yah, kamu apa Ran, oh yah kamu kan nggak biasa minum".
"Apa aja deh, Hen".
"Kasih Gin Tonic aja deh Mas", lanjut Bu Henny pada pelayan itu.
"Baik Bu, saya ulangi, Dua Bir dan Satu Gin Tonic", ulang si pelayan.
Sesaat kemudian mereka telah terlihat asik berbincang sambil tertawa-tawa kecil. Beberapa botol minuman telah mereka habiskan hingga kini ketiganya tampak mulai mabuk. Pembicaraan mereka jadi ngolor ngidur tak karuan diselingi tawa cekikikan dari kedua wanita itu.

Pukul setengah sepuluh lewat, mereka bertiga meninggalkan bar terbuka menuju ke villa tempat Andi dan Bu Henny. Ketiga orang itu tampak saling berpelukan sambil sesekali tangan-tangan nakal mereka saling mencubit. Obsesi mereka sudah dipenuhi bayangan yang sama akan apa yang segera akan mereka lakukan di kamar itu, hingga begitu masuk kamar ketiganya langsung saling menyerang di atas tempat tidur yang berukuran besar itu. Dengan nafsu menggelora dan nafas yang terdengar turun naik, ketiganya langsung saling melepas pakaian sampai mereka semua telanjang bulat dan memulai permainan segitiga itu. Andi berbaring telentang menghadap ke atas lalu dengan cepat Bu Henny menyambar kemaluan Andi dan mempermainkan penis yang telah setengah tegang itu dengan mulutnya. Ia mulai menjilat kepala penis sebesar buah ketimun itu dengan penuh nafsu, sementara itu Andi menarik pinggul Tante Rani dan menempatkan wanita itu mengangkang tepat di atas wajahnya sehingga daerah sekitar kemaluan wanita itu terjangkau oleh lidah dan bibir Andi yang siap menjilatinya. Pemuda itu menarik belahan bibir vagina Tante Rani dan mulai menjilat dengan lidahnya.

Permainan segitiga itu mulai sudah, Bu Henny mengkaraoke penis Andi dan pemuda itu memainkan lidah dan menyedoti daerah vagina Tante Rani. Suara desahan kini mulai terdengar memecah keheningan suasana malam itu. Decakan suara lidah Andi yang bermain dipermukaan vagina Tante Rani mengiringi desahan wanita itu yang menahan nikmat dari arah selangkangnya. Sementara itu Andi sendiri mulai merasakan kenikmatan dari penisnya yang keluar masuk mulut Bu Henny. Adegan itu berlangsung beberapa saat sebelum kemudian Bu Henny dengan bernafsu mengambil posisi menunggang di atas pinggul Andi dan langsung memaksukkan penis pemuda itu ke dalam liang vaginanya. "Sreep bless", penis besar dan panjang itu menerobos masuk ke dalam liang vagina Bu Henny.
"aahh.., enaak", desahnya begitu terasa penis itu membelah dinding vagina yang seperti terlalu sempit untuk penis pemuda itu.

Lain halnya dengan Tante Rani yang sejak pertama terus mendesah keras menahan kenikmatan yang diberikan Andi lewat lidahnya yang menjilati seluruh dinding dan detil-detil alat kelamin wanita itu. Ukurannya tampak lebih tebal dari milik Bu Henny, belahan bibir vagina Tante Rani lebih lebar hingga liangnya tampak lebih nikmat dan menggairahkan.

Mengimbangi kenikmatan dari lidah Andi, Tante Rani kini meraih buah dada Bu Henny yang bergelantungan berayun seiring gerakannya di atas pinggul Andi. Kedua wanita yang berada di atas tubuh pemuda itu saling berhadapan dan saling meraih buah dada dan saling meremas membuat adegan itu menjadi semakin panas.

"oouuhh Hen, nikmat sekali ternyata.., oohh kamu benar Hen oohh sedot terus vagina Tante, And.., ooh enaak", jerit Tante Rani merasakan nikmat itu, nikmat di selangkangannya dan nikmat di buah dadanya yang teremas tangan Bu Henny.
"Kamu mau rasain yang ini Ran? uuh, bakalan ketagihan kamu kalau udah kesentuh buah penis ini", Bu Henny menawarkan posisinya pada Tante Rani yang sejak tadi tampak heran oleh ukuran penis Andi yang super besar dan panjang itu. Ia kemudian mengangguk kegirangan sambil beranjak merubah posisi mereka. Matanya berbinar dengan perasaan setengah tak percaya ia memandangi buah penis itu.

"Uhh besarnya penis ini Hen, pantas kamu jadi gila seks seperti ini.., ooh", serunya keheranan.
"Ayolah segera coba..", kata Bu Henny sambil menuntun pinggul wanita itu menuju ke arah penis yang sudah tegang dan keras itu. Namun sebelumnya ia menyempatkan diri menjilati vagina Tante Rani yang tampak merah menggairahkan itu.
"Aduuh Ran, bagusnya bentuk vagina kamu..", seru wanita itu sambil menjulurkan lidahnya ke arah kemaluan Tante Rani. Sejenak ia menyempatkan diri memberi sentuhan lidahnya pada vagina Tante Rani.

"Iiihh kamu Hen, aku udah nggak sabar nih katanya sambil menggenggam batang kemaluan Andi. Kemudian dengan gesit di tuntunnya penis itu sampai permukaan vaginanya yang tampak basah oleh air liur Andi dan Bu Henny Dan.., "Sreett", "Auuww Andii.., vaginaku rasanya robek Henny aduuh..", jeritnya tiba-tiba saat merasakan penis Andi yang menerobos masuk liang vaginanya. Lubang itu terasa sangat sempit hingga ia merasakan sedikit perih seperti waktu merasakan pecah perawan di malam pengantin barunya dulu. Namun beberapa saat kemudian ia mulai merasakan kenikmatan maha dahsyat dari penis besar itu. Ia mulai bergoyang perlahan, rasa perih telah berubah menjadi sangat nikmat.
"uuhh.., aahh.., oohh enaakk, Andi oohh Hen, baru pertama kali aku ngerasain penis segede ini Hen, oohh pantas kamu begitu senang berselingkuh.., ooh Hen.., aku bakalan ketagihan kalau seperti ini nikmatnya.., oohh", wanita itu mulai mengoceh saat menikmati penis besar Andi yang keluar masuk liang vaginanya.

Sementara Bu Henny kini menikmati permainan lidah Andi pada permukaan vaginanya yang berada tepat di atas wajah pria itu. Andi sesekali menyedot keras clitoris Bu Henny yang merah sebesar biji kacang di celah vaginanya hingga wanita itu berteriak geli. Dua orang wanita itu kembali saling meremas buah dada. Keduanya dalam posisi berhadap-hadapan. Tangan Andipun sebelah tak mau ketinggalan meremas sebelah susu Bu Henny yang tak sempat diremas Tante Rani. Bergilir diraihnya payudara montok kedua wanita yang menidurinya itu. Penisnya yang tegang terus keluar masuk oleh gerakan naik turun Tante Rani di atas pinggulnya. Goyangan wanita itu tak kalah hebatnya dengan Bu Henny, ia sesekali membuat putaran pada poros pertemuan kemaluannya dengan penis Andi sehingga kenikmatan itu semakin sensasional. Namun itu hanya dapat ia tahan selama lima belas menit, ketika Andi ikut menekan pinggangnya ke atas menghantam posisi Tante Rani, wanita itu berteriak panjang dengan vagina yang berdenyut keras dan cairan kelamin yang tiba-tiba meluncur dari dasar liang rahimnya.
"oohh Anndii Taantee keluaarr.., oohh enaak, Henny aku nggak kuat lagi oohh.., nikmatnya penis ini.., ooh enaakk", teriaknya panjang sebelum kemudian terkapar disamping Andi dan Bu Henny yang masih ingin melanjutkan permainan itu. Andi bangkit sejenak dan memberikan ciuman pada Tante Rani, lau mengatur posisi baru dengan Bu Henny.

"Ayo Bu, kita lanjutin mainnya.., istirahat dulu ya Tante", seru Andi pada Tante Rani.
"Baiklah, aku mau lihat kalian main aja", jawabnya sembari kemudian berbaring memandangi Andi dan Bu Henny yang kini saling tindih meraih kepuasan. Kedua orang itu sengaja menunjukkan gaya-gaya bermain yang paling hot hingga membuat Tante Rani terheran-heran menyaksikannya. Goyangan tubuh Bu Henny yang begitu gesit di atas tubuh Andi sementara pemuda itu memainkan buah dada besar Bu Henny yang bergelantungan dengan penuh nafsu. Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kedua kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina Bu Henny hingga semakin lama Andi merasakan dinding kemaluan Bu Henny semakin licin dan nikmat.

"Oh anak muda ini begitu perkasanya..", benak Tante Rani berkata kagum pada pemuda itu. Ia begitu heran melihat keperkasaan Andi dalam bermain seks. Begitu tegarnya anak itu menggoyang tubuh bongsor Bu Henny yang bahenol itu. Andi seperti tak tergoyahkan oleh lincahnya pinggul wanita paruh baya yang bergoyang di atasnya penuh nafsu. Bahkan liang vagina Bu Henny yang sudah punya dua orang anak remaja itu seperti tak cukup besar untuk menampung batang penis Andi yang keluar masuk bak rudal nuklir. Bahkan kini hanya beberapa menit saja mereka bermain Bu Henny sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Wanita itu kini mendongak sambil menarik rambutnya untuk menahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pemuda itu.
"Auuhh.., oohh.., mati aku Ran.., enaak.., oohh.., Andi sayaang.., ooh remas terus susu ibu An", teriak wanita itu sembari menggelengkan kepalanya liar kekiri dan kanan untuk berusaha menahan rasa klimaks yang diambang puncaknya itu.

Tante Rani semakin terpesona melihat gerakan liar Bu Henny yang tampak begitu menggodanya untuk kembali mencoba tubuh Andi. Bu Henny tampak begitu menikmatinya dengan maksimal sampai sehisteris seperti yang ia lihat. Keinginannya seperti bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan dahsyat dari buah penis besar yang kini tambak semakin bengkak dan keras itu. Menyaksikan hal itu ia lalu bangkit dan mendekati kedua orang yang sedang bermain itu. Andi menyambut Tante Rani dengan mengulurkan tangannya ke arah vagina wanita itu, ia langsung meraba permukaannya yang masih basah oleh caiiran kelamin, lalu dua jarinya masuk ke liang itu dan mengocok-ngocoknya hingga membuat Tante Rani merasa sedikit nikmat. Wanita itu membalas dengan kecupan ke arah mulut Andi hingga mereka saling mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu menjadi seru kembali oleh teriakan nyaring Bu Henny yang kini terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat dan kental dari dalam rongga rahim wanita itu.

"oouu.., aakuu keeluaarr.., aahh enaak.., ooh..", jeritnya dengan tubuh yang tiba-tiba kejang kemudian lemas tak berdaya.
"Ouuh hebatnya anak muda ini", benak Tante Rani kagum pada Andi setelah berhasil membuat Bu Henny terkapar.
"Sialan Ran, aku kok cepat keluar kayak gini yah?", seru Bu Henny sambil melepas gigitan bibir vaginanya pada penis Andi yang masih keras dan perkasa itu.
"Memang kamu bener-bener jago Andi.., beri Tante kesempatan lagi buat menikmatinya.., oohh, sini kamu yang di atas dong sayang", ajak Tante Rani setelah Bu Henny selesai dan menyamping.

Ia kemudian berbaring pasrah membiarkan pemuda itu menindihnya dari arah atas. Andi sejenak memegangi kemaluannya yang masih tegang dan kemudian dengan perlahan mencoba masuk lagi ke dalam liang vagina Tante Rani. Wanita itu mengangkat sebelah kakinya agak ke atas dan menyamping hingga belahan vagina itu tampak jelas siap dimasuki penis Andi. Ia langsung terhenyak dan mendesah panjang saat kembali dirasakannya penis itu menerobos masuk melewati dinding vaginanya yang terasa sempit.
"Ohh.., yang pelan aja An.., enaakknya", pinta Tante Rani sambil meresapi setiap milimeter pergesekan dinding vaginanya dengan buah penis Andi.

Bersambung . . . . .

Bu Henny dan Temannya - 4

Andi mulai bergoyang dengan perlahan seperti yang diinginkan wanita itu. Tante Rani meremas sendiri buah dadanya yang ranum sementara Andi meraih kedua kakinya dan membentangkannya ke arah kiri dan kanan sehingga membuka selangkangan wanita itu lebih lebar lagi. Tak ayal gaya itu membuat Tante Rani berteriak gila menahan nikmatnya penis Andi yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginanya yang paling dalam.
"Aahh.., oohh hebatnya kamu Andi.., oohh Henny nikmat sekali henn.., oouuhh enaakk.., ooh genjotlah yang keras An.., ooh semakin nikmat oohh pintaar.., oohh yaahh.., mm.., lezaatt.., oohh Andi.., pantas kamu senang sama dia Hen.., oohh ampuun enaknya.., oohh pintar sekali kamu Andi.., oohh", desah Tante Rani setengah berteriak. Pantatnya ikut bergoyang mengimbangi kenikmatan dari hempasan tubuh Andi yang kian menghantam keras ke arah tubuhnya. Penis besar itu benar-benar memberinya sejuta sensasi rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Kenikmatan dahsyat yang membuatnya lupa diri dan berteriak seperti orang gila.

Dijambaknya sendiri rambutnya yang tergerai indah sampai ia terlihat seperti orang yang sedang dimasuki roh setan. Tiba-tiba ia berguling dan segera menindih tubuh pemuda itu dan menggoyang turun naik sambil berjongkok. Jari telunjuknya berusaha meraba daerah kemaluannya sendiri untuk membuat clitoris sebesar biji kacang di celah bibir kewanitaannya mendapat sentuhan lebih banyak lagi dari kulit tebal penis Andi yang terasa begitu nikmat membelai permukaan vaginanya. Hempasan demi hempasan dari tubuh pemuda itu berusaha diimbanginya dengan berteriak menahan nikmatnya benturan penis Andi. Sesekali ia membalas dengan juga menghempaskan tubuh dan pantatnya dengan keras, namun gerakan itu justru semakin membuatnya tak dapat bertahan. Kenikmatan maha dahsyat itu kembali membuatnya menggapai puncak permainan untuk yang kedua kalinya. Tak dapat ditahannya akibat dari sebuah genjotan keras yang membuat clitoris sebesar biji kacang di celah vaginanya masuk ke dalam liang itu dan tersentuh kedahsyatan penis Andi yang perkasa. Dengan sepenuh tenaga ia berteriak keras sekali sambil menghempaskan tubuhnya yang bahenol itu sekeras-kerasnya.
"Aoowww.., oohh.., aku keluaar lagii.., oohh enaak Andii.., oohh uuhh.., air maniku tumpah.., oohh, nikmat sekali oohh.., nanti main lagi aahh", teriaknya panjang.

Andi merasakan denyutan keras pada vagina Tante Rani yang sekaligus menyemburkan cairan hangat dan memenuhi rongga vagina itu. Liang kemaluan itu berubah menjadi sangat licin dan nikmat hingga Andi terangsang untuk terus menggoyang pinggulnya. Direngkuhnya pinggul itu, ia mendekap erat sambil terus menggoyang memutar poros pantatnya hingga penisnya seperti mengaduk-aduk isi dalam vagina Tante Rani. Namun wanita itu merasakan kegelian yang dahsyat. Kenikmatan yang tadinya begitu hebat tiba-tiba berubah menjadi rasa geli yang seakan membuatnya ingin melepaskan penis Andi dari dalam vaginanya. Namun pemuda itu tampak semakin asik menggoyang dan menciumi sekujur tubuhnya penuh nafsu. Hingga tak dihiraukannya gerakan meronta Tante Rani yang berusaha melepaskan diri akibat rasa geli yang tak dapat ditahannya lagi.

"aawww.., geelii.., ampun sayang Tante nyerah lepasin Tante dong.., gelii", teriaknya memohon pada Andi. Dengan sedikit perasaan kecewa Andi menghentikan gerakannya, dan melepaskan pelukannya pada pinggul Tante Rani yang langsung saja terjatuh lemas.
"Ohh. Tante nggak kuat lagi Andi.., ooh hebatnya kamu, sudah dua kali tante kamu bikin keluar, gila kamu. Benar-benar jantan, Hen, kamu sungguh beruntung.., oohh nikmatnya", lanjutnya sambil membelai kemaluan Andi yang masih saja tegak tak tergoyahkan. Dikecupnya kepala penis itu dengan lembut lalu ia meraih batangnya dan tanpa diminta mengkaraoke pemuda itu. Andi tersenyum melihatnya lalu memberikan belaian pada rambut wanita itu.

Sementara Bu Henny masih terpaku menyaksikan kehebatan Andi, tak pernah sebelumnya ia bayangkan seorang lelaki muda seperti Andi membuat dua orang wanita paruh baya seperti dirinya dan Tante Rani menyerah pada keperkasaan dan kejantanannya. Bahkan ia telah membuat Tante Rani meringis dan memelas memohon Andi untuk berhenti, betapa dahsyatnya keperkasaan pemuda itu. Kini ia hanya memandangi Tante Rani yang tengah berusaha melanjutkan birahi anak itu yang belum juga tuntas. Dilihatnya jam dinding, "Sudah jam satu dini hari, ia sanggup bertahan selama itu, oohh hebatnya", batin Bu Henny.

Tiga jam lebih pemuda itu mampu bertahan dari serangan ganas kedua wanita dewasa itu. Kini dengan sisa tenaganya Tante Rani dan Bu Henny kembali mencoba memuaskan Andi. Bergilir mereka melakukan karaoke sambil menunggu saat vagina mereka siap untuk menerima masuknya penis besar Andi. Secara bergilir juga mereka memberi kesempatan pada Andi untuk menjilati daerah kemaluan mereka untuk kembali membangkitkan nafsu birahi itu. Dan beberapa saat kemudian mereka berhasil dan memulai lagi permainan segi tiga itu. Masih bergilir kedua perempuan itu saling menukar posisi untuk mengimbangi kekuatan Andi. Bergantian mereka meraih kenikmatan dari penis besar sang pemuda perkasa itu, beragam gaya mereka pakai agar tidak cepat keluar. Namun keperkasaan Andi memang benar-benar dahsyat hingga salah satu dari mereka yaitu Bu Henny kembali terkapar meraih puncak kenikmatan dari penis Andi.

"Ohh Tante.., sebentar lagi saya keluar", kata Andi tiba-tiba saat memulai permainannya dengan Tante Rani setelah membuat Bu Henny terkapar.
"Ohh kamu kuat sekali An, kalau nggak keluar sekarang mungkin Tante dan Bu Henny nggak sanggup lagi, Tante sudah kamu bikin keluar tiga kali, dan juga Bu Henny.., sekarang keluarin yah sayang..", rajuk Tante Rani pada pemuda itu.
"Baiklah Tante, saya nggak akan nahan lagi, ayo kita mulai", ajaknya sembari memeluk tubuh bugil Tante Rani dan langsung menusukkan kemaluannya dalam liang vagina wanita itu.

Mereka kembali bermain, tapi kini dengan gerakan pelan dan mesra seperti dua orang yang saling jatuh cinta. Diiringi kecupan dan remasan pada payudara Bu Rani yang ranum itu Andi terus berusaha meraih kepuasannya secara maksimal. Hingga beberapa puluh menit kemudian ia tampak mulaui mempercepat gerakannya secara bersamaan dengan Tante Rani yang juga mengalami hal yang sama.

"Naah Tante.., saya mau keluar.., ooh goyang yang keras.., oohh tekan terus tante.., oohh memeknya tante jepit lagi.., oohh nikmat sekali.., oohh", terdengar pemuda itu menjerit pelan meresapi kenikmatan dari tubuh Tante Rani.
"Tante jugaa.., Andii.., ooh penis kamu panjang sekali.., oohh enaak nikmatnya.., oohh remas yang keras susuku Andi.., oohh susu tante oohh teruus.., tante keluaarr lagii.., oohh enaak", jerit Tante Rani.
"Saya juga keluaarr Tante.., oohh enaknya.., kocok terus Tante.., oohh air mani saya mau nyemprot.., aahh", jerit Andi pada waktu yang bersamaan.

Tiba-tiba Bu Henny yang sejak tadi hanya melihat mereka bangkit dan mendekati Andi.
"Cabut An sini semprot ke muka ibu, ibu pingin minum sperma kamu cepaat", teriaknya.
"Baik Bu.., oohh.., minum Bu.., oohh", teriak Andi sambil berdiri di hadapan Bu henny yang mendongak tepat di bawah penis yang menyemprotkan cairan sperma itu. Lebih dari empatkali ia menyemprotkan cairan itu ke mulut Bu Henny yang menganga dan langsung ia telan, kemudian tak ketinggalan ditumpahkannya juga ke arah muka Tante Rani yang masih tergolek lemas di sampingnya. Wanita itupun menyambut dengan membuka lebar mulutnya, ia bahkan meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan sperma pemuda itu ia telan habis. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan Andi yang begitu lama itu. Dengan diiringi teriakan panjang dari mulut Tante Rani, mereka bertiga terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Ketiganya kini saling bercanda ria setelah berhasil meraih kepuasan dari hubungan seks yang begitu seru, empat jam lebih mereka mengumbar nafsu birahi itu sampai puas dan kemudian tertidur kelelahan tanpa seutas benangpun melapisi tubuh mereka.

Liburan seminggu di pulau kecil itu memasuki hari kelima. Andi yang semula hanya ditemani Bu Henny yang memang sengaja merencanakan liburan itu tak pernah menyangka akan mengalami pengalaman hebat seperti saat ini. Seorang lagi istri pejabat pemerintah yang haus kepuasan seksual kini bergabung dan semakin membuat suasana menjadi lebih luar biasa. Dua orang wanita paruh baya yang masing-masing memiliki pesona kecantikan dan tubuh yang sangat disukainya sekarang benar-benar dapat ia nikmati sesuka hatinya. Mereka melampiaskan nafsu seks yang membara itu sepuas hati tanpa ada yang menghalangi. Semua gaya dan tipe permainan cinta dari yang buas sampai yang lembut, satu lawan satu atau dua lawan satu mereka lakukan tanpa kenal henti.

Hari-hari selama seminggu itupun penuh dengan pelampiasan birahi mereka yang tak pernah sedetikpun mereka rasakan dari suami-suami mereka, para pejabat pemerintah yang berlagak jago tapi hanya mampu bermain seperti ayam yang dalam waktu lima menit saja sudah berteriak menggapai puncak meski istri mereka baru sampai tahap pemanasan saja.

Tante Rani merasakan pengalaman pertamanya berselingkuh dengan anak muda itu sebagai mimpi indah yang tak akan dilupakannya. Setiap ia meminta Andi melayaninya tak pernah sekalipun ia dapat bertahan lebih dari lima belas menit sementara pemuda itu sanggup membuatnya menggapai puncak tak pernah kurang dari tiga kali dalam setiap permainannya. Pernah suatu saat ketika Bu Henny meninggalkan mereka berdua dalam villa untuk berjalan-jalan di sebuah pagi, Tante Rani meminta Andi untuk menggaulinya sepuas hati. Ia berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan dari serangan pemuda itu. Dibiarkannya tubuh bahenol putih mulus itu dijadikan seperti bantal guling oleh Andi. Namun hasilnya tetap saja ia tak dapat membuat Andi kalah, meski telah dibiarkannya pemuda itu menggenjot dari segala arah, dibuatnya Andi bernafsu seperti binatang buas yang meraung. Tapi sia-sia saja, bahkan saat Bu Henny kembali ke villa itu setelah dua jam berjalan-jalan di pantai, Andi masih saja tegar menghantamkan penis besarnya dalam liang vaginanya yang sudah tiga kali menggapai puncak dalam satu ronde permainan anak itu. Hingga Bu Henny yang kemudian bergabunng sekalipun dapat ia robohkan dalam beberapa puluh menit saja. Bahkan sampai berulang-ulang lagi Bu Henny bangkit, ia belum keluar juga. Barulah setelah mereka berdua bergilir memberikan liang vaginanya dimasuki dari arah belakang pantat, Andi dapat meraih ejakulasi permainannya.

Waktu liburan mereka telah habis, ketiganya kembali ke Jakarta setelah melewati hari-hari yang begitu menggairahkan, hari-hari penuh teriakan kenikmatan hubungan badan yang maha dahsyat. Pengalaman seks di pulau kecil itu benar-benar seperti mimpi bagi kedua wanita paruh baya itu. Justru sekembalinya mereka dari pulau itulah, ada sedikit perasaan gelisah di dalam hati Tante Rani yang membayangkan dirinya kembali ke pelukan lelaki yang sebenarnya tak pernah ia cintai. Suaminya yang botak tua bangka, lelaki penuh nafsu besar dengan kemampuan seperti cacing itu kini membuat perasaannya muak ingin muntah.

Tak habis-habisnya mereka membicarakan seputar kenikmatan cinta dari Andi yang dialami Tante Rani dalam perjalanan pulang itu. Ada secercah harapan dalam benak Tante Rani saat Bu Henny memberinya ijin untuk boleh bergabung bersamanya menikmati kepuasan dari Andi kapan saja ia suka asalkan mereka melakukannya atas sepengetahuan Bu Henny yang secara resmi adalah pacar gelap Andi.

Pesawat yang membawa mereka kembali ke Jakarta telah mendarat, ketiganya berpisah di Bandara lalu pulang ke tempat tinggal masing-masing dengan hati yang riang dan kesan yang begitu kuat akan kenangan dan pengalaman hebat yang mereka lalui dalam seminggu itu. Sesampainya di rumah masing-masing, kedua wanita itu masih tak dapat melepas bayangan keperkasaan Andi, hingga saat mereka berkumpul dengan suami dan anak-anaknya suasana menjadi sangat dingin.

Sejak saat itu hari-hari bersama suaminya dirasakan Tante Rani seperti neraka. Setiap malam saat ia melayani suaminya di ranjang tak pernah dapat ia nikmati. Permainan suaminya yang seperti ayam kurang gizi benar-benar membuatnya muak, bahkan ingin muntah. Setiap kali dilihatnya tubuh lelaki itu seakan ia sedang menghadapi bangkai busuk saja.

Suatu malam saat suaminya baru pulang dari kantor, Tante Rani yang tampak baru saja selesai mandi dan sedang mengeringkan badannya di atas tempat tidur langsung disambar oleh lelaki botak itu.
"Ayo Ran, aku sudah satu minggu nggak main sama kamu, yuuk layani aku sebentar..", ajak pria itu. Tante Rani diam saja tak beranjak dari tempat tidur, ia merasa malas menanggapinya.
"Ntar dulu dong pi, aku keringin badan", jawabnya acuh tak acuh, sementara lelaki botak itu mulai meraba pahanya yang mulus sambil mendaratkan ciumannya di pipi Tante Rani.
"Ayo dong, aduuh aku nggak tahan nih..", pria itu merajuk genit sambil membelai bulu-bulu halus di permukaan kemaluan Tante Rani.
"Papi..!, sabar dong..!", Sengit Tante Rani agak sewot.
"He. Jangan marah dong sayang, aku kan suami kamu".
"Huh..", ia berkesah sambil membuang sisir yang ada di tangannya, sementara lelaki itu melepas handuk yang melilit tubuh wanita itu dan langsung saja mengangkat paha istrinya dan membukanya lebar. Lalu lidahnya menjilat-jilat bagaikan anak kecil yang menikmati es krim. Tante Rani hanya memandanginya sambil tersenyum, tak sedikitpun ia menikmati permainan suaminya. Dibiarkannya lelaki botak itu menjilati permukaan vaginanya hingga becek. Tak puas sekedar menjilati, lelaki itu menusukkan dua jarinyanya ke dalam liang kemaluan sang istri yang hanya memandangnya sinis dan tampak jijik. Beberapa saat kemudian ia beranjak duduk di pinggiran tempat tidur dan meminta sang istri untuk menyedot kemaluannya.
"Huuhh.., ayo karaoke aku sebentar Ran", pintanya pada Tante Rani, nafasnya terdengar sudah turun naik tak tentu menandakan nafsu birahi yang sudah berkobar.
"oohh nikmat.., mm", desahnya begitu penis kecil dan pendek mirip penis monyet itu tersentuh lidah Tante Rani.
"Huh.., dasar botak, aku sangat berharap biar kamu cepat mati saja", benak Tante Rani dalam hati, ia sangat kesal menghadapi suaminya yang tampak sudah bagai sampah saja. Tak ada daya tarik selain harta dan kekayaan yang didapatkannya dari korupsi itu.

Sambil terus melayani lelaki itu ia membayangkan dirinya berada bersama Andi, hingga tampak wanita itu memejamkan mata sambil terus menyedot keras batang kemaluan sang suami. Namun hanya beberapa menit saja adegan itu berlangsung tampak pria itu sudah tak dapat menahan kenikmatan.
"oohh.., ayo cepaat masukin, Ran aku mau keluar aauuhh.., oohh", tiba-tiba ia merengkuh tubuh Tante Rani dan menindihnya. Dengan ngawur ia berusaha memasukkan penis yang sudah akan muntah itu ke arah liang vagina istrinya. Dan baru beberapa detik saja masuk, sebelum Tante Rani sempat bergoyang, penis itu memuntahkan seluruh cairan spermanya.
"aahh.., aku keluarr.., Ranii.., oohh", teriaknya saat merasakan cairan maninya meluncur dalam liang vagina sang istri yang sedari tadi hanya tersenyum sinis melihat tingkahnya yang sok jagoan.

Hanya beberapa menit saja persetubuhan itu berakhir dengan sangat mengecewakan Tante Rani. Dipandanginya lelaki botak itu yang kini tergolek lemas dan hanya bisa membelai permukaan vagina yang tak sanggup ditaklukkannya. Pria itu tampak malu sekali melihat istrinya yang kini terlihat memandanginya dengan senyum menyindir. Namun ia tak sanggup mengatakan apa-apa. Kemudian dengan tak tahu malu ia menutupi mukanya dengan bantal dan berusaha menyembunyikan dirinya dari perasaan malu itu. Beberapa menit kemudian lelaki botak itupun tertidur sebelum berhasil membuat istrinya puas. Namun bagi Tante Rani, yang terpenting adalah ia kini memiliki pasangan lain yang dapat membuatnya meraih kepuasan seks. Yang terpenting kini baginya adalah bahwasanya tidak hanya pria itu yang bisa mencari lawan selingkuh, namun dirinyapun berhak dan sanggup melakukannya. Tentunya dengan bentuk tubuh indah dan wajah manis yang dimilikinya seperti saat ini hal itu sangt mudah.

"Mengapa aku harus diam sementara suamiku itu dengan seenaknya mengumbar nafsunya dengan para gadis remaja atau pegawai bawahan di kantornya? Akupun sanggup membuat diriku puas dengan mencari pasangan main yang jauh lebih hebat, tak ada asyiknya bermain dengan hanya satu pasangan seperti ini. Apalagi dengan laki-laki seperti ini, "Ciih jijik aku..", benaknya berkata sendiri sambil membalik arah badannya kemudian berlalu dan keluar dari kamarnya.

Itulah hari-hari yang kini dilalui oleh Tante Rani semenjak ia mengenal Andi dari Bu Henny. Kini hubungannya dengan dua orang itu menjadi semakin akrab saja. Hampir setiap hari mereka menyempatkan diri untuk saling menghubungi. Dengan rutin pula mereka menentukan jadwal kencan mereka seminggu sekali yang mereka lakukan di hotel-hotel berbintang di mana mereka bisa mengumbar nafsu sepuas-puasnya. Sampai kemudian kedua wanita itu memutuskan untuk membeli sebuah Villa mewah secara diam-diam di kawasan Puncak untuk mereka pergunakan sebagai tempat rendezvous yang aman dan nyaman.

Seiring dengan waktu berlalu dan hubungan cinta segitiga mereka yang semakin dekat saja dari hari ke hari, dua wanita istri pejabat itupun membuat sebuah perusahaan besar yang berbasis di bidang pengangkutan export-import untuk semakin menutupi kerahasiaan hubungan mereka. Sehingga ketiga orang itupun tak perlu lagi mengatur alasan khusus pada suami mereka untuk dapat bertemu Andi setiap hari, hal itu karena mereka berdua menempatkan diri sebagai dewan komisaris dan direktris pada perusahaan itu. Tiap hari kini mereka dapat melampiaskan nafsu birahi mereka pada Andi, di kantor di villa atau di manapun mereka suka.

Kehidupan Pemuda itupun menjadi sangat bahagia, dengan kebutuhan seksual yang selalu dipenuhi oleh dua wanita sekaligus, ia sudah tak perlu memikirkan tentang wanita lagi. Kehangatan kedua wanita paruh baya yang benar-benar pas dengan seleranya itu sudah lebih dari cukup. Materi berupa harta sudah tak masalah lagi, kedudukannya sebagai direktur perusahaan itu sudah menjadikannya benar-benar lebih dari cukup. Hidupnya kini benar-benar bahagia seperti apa yang pernah ia cita-citakan.

TAMAT

Hadiah ulang tahun yang mengejutkan - 1

Hubunganku dengan Mei (baca ceriteraku sebelumnya, "Penghibur Hati Yang Sepi") semakin hari semakin akrab. Hari-hari kami terasa indah. Wanita cantik dan seksi itu ternyata sangat liar kalau di atas ranjang. Nafsu seksnya besar dan terus menerus butuh pemuasan. Akupun dengan senang hati melayaninya. Apalagi ia sangat akrab dengan kedua anakku, Anita dan Marko. Mereka sering diajak jalan-jalan dan diberi hadiah. Melihat keakraban mereka aku berpikir, apakah Mei dapat menjadi ibu baru bagi mereka.

"Anak-anak kelihatannya suka denganmu, Mei", kataku satu malam sesudah melewati satu ronde persetubuhan yang panas, "Mereka kelihatannya mau kalau kamu menjadi ibu baru mereka. Bagaimana pendapatmu?"
"Kita jalani saja seperti ini dulu", kata Mei menanggapi, "Aku memang menantikan kata-kata ini. Aku senang kalau diberi kesempatan menjadi ibu bagi Anita dan Marko. Namun lingkungan keluargaku masih agak sulit menerima kamu, maaf, yang bukan keturunan Cina. Tapi kupikir lama-lama mereka juga akan mau. Sabarlah, sayang. Lagi pula tidak banyak bedanyakan. Aku selalu siap untuk kamu kapan saja", lanjutnya.

Aku paham sepenuhnya. Sejak mengenalku kami rutin bertemu untuk hubungan seks. Paling kurang beberapa kali seminggu, kecuali kalau lagi saat menstruasinya. Akhir pekan selalu menjadi kesempatan terindah. Ia mengakui kalau ia ketagihan bersetubuh denganku. Selalu orgasme, begitu katanya. Karena itu ia selalu menantikan saat-saat pertemuan. Aku merasa bangga karena kapan saja aku dapat menikmati tubuh Mei yang cantik dan seksi itu. Menggumuli tubuhnya yang mulus dengan buah dada yang montok dan pantat yang besar itu menjadi kebanggaan tersendiri. Mungkin karena selalu puas bersetubuh denganku, ia menjanjikan hadiah kejutan untuk ulang tahunku.

"Aku ingin memberi hadiah khusus buatmu", katanya empat hari sebelum ulang tahunku.
"Apa itu?" tanyaku.
"Kalau disampaikan sekarang itu bukan kejutan namanya", katanya, "Yakin deh, pasti akan menyenangkan hadiahnya."
"Tapi anak-anak pasti merayakannya pada hari itu", kataku.
"Yah, kita rayakan sehari sesudahnya", katanya, "Untuk itu mulai besok sampai hari itu kita tidak bertemu", lanjutnya.

Aku mengerti. Hadiah khususnya itu ternyata hubungan seks, tapi pasti dengan cara yang khusus. Apa ada pesta berdua dengan cahaya lilin? Dilanjutkan dengan hubungan kelamin yang penuh gelora? Ataukah menginap di satu hotel sambil saling memberi kenikmatan? Terserah dia saja. Toh namanya hadiah.

Ternyata hari-hari menanti hadiah itu sungguh menyiksa. Aku selalu merindukan tubuh montok itu. Aku menelponnya tetapi ia hanya menjawab dengan tertawa-tawa. Ia pasti tahu kalau aku sudah tidak dapat menahan birahiku yang menggelora.

Hari ulang tahunku. Di kantor teman-temanku menyanyikan "Happy Birthday to you" dan ada ucapan selamat. Yang membuatku terkejut adalah kartu ucapan selamat atas adanya "pendamping" baruku, "Congratulations for your new beautiful soul mate!"

"Aku dukung, Mas Ardy", kata Ibu Nadya kepala bagianku.
"Dukung apa, Bu?" tanyaku.
"Alaa.. Mas Ardy ini ada aja", sela Santi yang lincah, "Kan sudah ada pendamping baru. Cantik lagi. Siapa namanya? Kenalin ke kita, dong", godanya.
"Namanya, Mei", kataku karena tak ada pilihan lain, "Tapi belum jelas nih. Jangan dulu deh ucapan selamatnya, nanti keburu bubarkan repot,"

Siang itu di kantor aku tidak dapat berkonsentrasi dengan baik. Aku hanya mereka-reka, pesta seks apa yang disediakan Mei untuk merayakan hari ulang tahunku. Menunggu sehari saja rasanya sangat lama. Akhirnya toh hari yang dinantikan itu tiba. Mei menelpon, jam tujuh sudah harus ada di rumahnya.

Jam tujuh malam itu aku sudah di depan rumahnya. Ternyata pintu pagar tidak dikunci. Ada kertas kecil di pintu minta agar pagar dikunci. Aku menguncinya dan terus ke pintu depan. Ternyata pintu itu sedikit terbuka. Aku masuk. Ruangan depan kosong. Aku terus melangkah ke dalam. Begitu aku masuk ruang tengah, Mei menyongsongku.

"Selamat Ulang Tahun!" serunya.

Aku segera merangkul tubuhnya ke dalam pelukanku. Bibirku mencari bibirnya dan dengan buas melumat bibir itu setelah empat hari tidak merasakannya.

"Uhmm.. Uhmm..", gumamnya gelagapan menghadapi seranganku.

Ia sepertinya mau bicara tetapi aku tak memberinya kesempatan. Lidahku menerobos masuk ke mulutnya dan mempermainkan lidahnya. Tangan kiriku kulingkarkan ke lehernya dan tangan kananku meraih pantatnya. Kutekan tubuhnya ke arahku membuat ia tidak dapat bergerak ke mana-mana. Di saat itulah kudengar suara.

"Ehem..", suara seorang wanita.

Aku terkejut dan melepaskan pelukanku. Aku menoleh. Di atas sofa ruang tengah duduk seorang wanita lain. Aku kaget bukan kepalang. Wanita itu senyum-senyum menatapku salah tingkah. Pastilah wajahku memerah seperti udang rebus.

"Makanya tahan-tahan sedikit", kata Mei sambil tertawa menggoda.

Aku terdiam tidak tahu mau bicara apa.

"Ada yang nonton, tuh", lanjutnya, "Ayo mari aku kenalin. Ini Yen, sepupuku, "
"Yen", kata wanita itu malu-malu sambil menyorongkan tangannya.
"Ardy", sahutku sambil menjabat tangannya.
"Cantik, kan", kata Mei.

Aku memandang lekat wanita itu. Seperti Mei, wanita ini pun keturunan Cina. Ia lebih tinggi dari Mei, sekitar 170 cm. Rambutnya yang panjang hingga menyentuh pinggul dibiarkan tergerai. Ia memakai blouse kuning pucat berleher rendah dengan lengan pendek berenda, dipadu dengan celana sebatas lutut dari bahan denim sebatas lutut. Mataku dengan cepat merayap ke dadanya yang jelas semontok dada Mei. Pinggangnya cukup ramping walau tidak seramping Mei, diimbangi oleh pantatnya yang besar. Betisnya bulat padat. Jelas ia lebih muda dari Mei.

"Aku sudah sering mendengar cerita tentang Kho Ardy dari Ci Mei", kata Yen, "Jadinya penasaran aku, pingin kenalan,"
"Apa kata Mei", pancingku. Yen tersenyum malu-malu.
"Ha ha..", ia tertawa, "Katanya Kho Ardy orangnya baik, sabar, romantis dan.. Hi hi.."
"Hi hi apa", potongku.
"Kuat", katanya tertawa sambil menutup mulutnya.
"Ada aja Mei ini", sahutku agak malu sambil menoleh ke Mei. Tapi dalam hati aku jelas sangat berbangga.
"Kan benar, apa yang aku ceritakan", sahut Mei, "Dan yang paling penting", lanjutnya sambil merangkul bahu Yen, "Kami berdua adalah hadiah ulang tahunmu,"

Aku tertegun tak mampu berkata-kata. Mimpi apa aku semalam? Kedua wanita Cina seksi menawan ini menjadi hadiah ulang tahunku? Keduanya berdiri di hadapanku sambil mengikik. Kupandangi keduanya lurus-lurus dengan mata berbinar. Waooh! Tak dapat kubayangkan seperti apa sensasi di ranjang nanti diapit oleh dua wanita Cina cantik, bahenol dan seksi ini.

"Wah, sudah nafsu nih", goda Mei. Yen tertawa pelan menimpali.
"Abis hadiahnya istimewa begini", sahutku.

Keduanya mendekatiku. Mei merangkulku ketat dan mendaratkan ciumannya bertubi-tubi. Kurasakan padat tubuhnya. Buah dadanya yang montok lembut dan menggairahkan itu menekan dadaku. Kurengkuh pantatnya dan kurapatkan ke tubuhku.

"Selamat Ulang Tahun, sayang", katanya.

Dilepaskannya tubuhku. Yen mendekatiku. Kurangkul ia ke dalam pelukanku. Ia mencium pipiku kiri dan kanan. Buah dadanya yang montok dan kenyal itu menekan dadaku. Tubuh seksi itu bergetar. Denyut jantungnya terasa olehku. Tanganku melingkar ke bongkahan pantatnya yang bulat padat itu dan kurengkuh rapat ke tubuhku. Ia menggeletar dalam pelukanku ketika kudaratkan ciumanku ke bibirnya. Ia menyambut hangat. Kujulurkan lidahku dan menerobosi mulutnya. Lidahku segera disambut oleh permainan lidahnya. Celanaku mulai terasa sesak karena gerakan kemaluanku yang mengeras.

"Sudah.. sudah..", potong Mei, "Nanti diteruskan. Sekarang kita makan dulu, "

Aku melepaskan Yen dari pelukanku walaupun nafsu birahiku mulai meningkat ingin segera dituntaskan. Kami beralih ke ruang makan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Kulihat ada sebotol anggur merah. Makam malam terasa sangat indah dalam cahaya lilin. Rasa bangga menyelimuti benakku. Bayangkan! Di tengah ruangan yang romantis dengan hidangan yang enak dalam temaram cahaya lilin, aku duduk menikmati anggur merahku dengan diapit dua wanita cantik bermata sipit nan bahenol dan seksi.

Aku tidak ingin terburu-buru menikmati semua ini walaupun senjata andalanku di bawah sana telah semakin tidak sabar, ingin segera menyatu dengan tubuh-tubuh seksi ini bergiliran. Keduanya pasti tahu dari gerak mataku yang jelalatan, melompat dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun aku tidak ingin memberi kesan liar. Terutama untuk Yen, kesan pertama ini harus indah dan romantis sehingga di masa depan tetap ada kesempatan untuk menggarapnya.

Seperti Mei, Yen juga sudah menjanda sekitar enam bulan. Ditinggal suami yang pergi dengan wanita lain katanya. Usianya 29 tahun, tiga tahun lebih muda dari Mei, sepuluh tahun lebih muda dariku. Dalam hati aku berpikit, kok bisa ya, wanita secantik ini bisa ditinggal suami, minggat dengan wanita lain. Pasti bodoh lelaki itu. Tapi itu bukan persoalanku. Yang jelas ia ada di sini malam ini untukku. Malam ini kesempatan terbuka lebar bagiku untuk menikmati tubuhnya. Perbedaan sepuluh tahun sama sekali tidak ada pengaruhnya untuk urusan ranjang. Waahh.. Betapa beruntungnya aku.

Selesai makan malam, aku diminta menanti di ruang tengah. Keduanya menghilang ke lantai atas. Aku menungguh dengan jantung berdebaran. Lampu-lampu diredupkan. Dan dari lantai atas kulihat keduanya turun dengan membawa kue ulang tahun dihiasi lilin beryala berbentuk angka 39.

"Happy Birthday to you", keduanya bernyanyi, "Happy birthday to you. Happy birthday, Dear Ardy. Happy birthday darling!"

Pemandangan di depanku sungguh-sungguh indah. Sambil memegang kue ulang tahun itu, keduanya ternyata hanya mengenakan BH dan celana dalam. Mei memakai BH dan celana dalam berwarna merah hati, sedangkan Yen mengenakan BH dan celana dalam hitam. Sangat kontras di kulit keduanya yang putih bersih. Buah dada keduanya menyembul dari BH kecil yang hanya menutupi sepertiga buah dada itu. Dalam temaram lampu yang redup kulit keduanya yang putih nampak sangat indah.

Pusar di perut itu nampak menawan. Paha-paha padat itu menopang pinggul yang bundar dan digantungi oleh bongkah-bongkan pantat yang padat dan bulat. Celana dalam kecil yang menutupi pangkal paha menampilkan pemandangan yang sungguh menggairahkan. Kemaluanku mengeras dan berdenyut-denyut, tidak sadar menanti saat nikmat menyatu dengan kedua tubuh menawan itu.

Setelah meletakkan kue dihiasi lilin bernyala itu di depanku, Mei memintaku berdiri. Lalu keduanya melepaskan pakaianku satu per satu. Bajuku, sepatuku, kaos kaki, celanaku, dan kaos dalamku. Yang tertinggal hanyalah celana dalamku yang sudah tidak mampu menyembunyikan kemaluanku yang sudah menggunung. Mei merapat ke sisi kiriku sedangkan Yen ke sisi kananku. Keduanya menggelayut ke dua lenganku sehingga tonjolan buah dada masing-masing menempel erat di lenganku.

"Ayo, lilinnya ditiup dan kuenya dipotong", kata Yen.

Aku duduk diapiti oleh keduanya dengan tubuh menempel erat ke tubuhku. Kutiup lilin itu dan memotong kuenya. Potongan pertama kusuapkan ke mulut Mei dan yang kedua ke mulut Yen. Setelah toast anggur merah, mulailah aku menikmati hadiah ulang tahunku. Aku menyandar di sofa dan kubiarkan kedua wanita cantik itu melakukan apa yang mereka mau. Setelah masing-masing memperoleh ciuman di bibir, mulailah mereka beraksi.

Mula-mula kedua puting susuku dikulum keduanya. Mei mengulum di sebelah kiri dan Yen di sebelah kanan. Lalu masing-masing mulai bergerak ke arahnya sendiri. Mei mulai menelusuri perutku dan mengarahkan jilatan-jilatannya ke bawah, sedangkan Yen mulai merambati dada dan leherku dengan jilatan dan hisapan. Aku menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang mulai menjalari seluruh tubuhku. Tanganku mulai aktif bergerilya. Buah dada keduanya menjadi sasaranku. Kucari pengait BH keduanya dan kulepaskan. Buah dada keduanya menyembul keluar bebas dengan indahnya. Tangan kiriku mencari-cari buah dada Mei dan meremasnya. Sejalan dengan itu kutarik Yen merapat. Dengan segera mulutku mengerkah buah dadanya yang ternyata lebih besar dari punyanya Mei.

"Ooohh.." erang Yen. Ditekannya kepalaku sehingga wajahku terbenam di belahan dadanya yang montok itu.
"Kita tuntaskan di kamar", kata Mei tiba-tiba.

Kurangkul kedua wanita itu pada pinggul masing-masing. Bertiga kami melangkah ke kamar tidur Mei di lantai atas hanya dengan mengenakan celana dalam masing-masing. Keduanya mengikik kecil merasakan kenakalan tanganku yang telah menyeruak ke balik celana dalam mereka masing-masing dan mengusap-usap pantat mereka. Rasanya sudah tidak sabar untuk menenggelamkan diri ke dalam pelukan keduanya secara bergiliran.

Kamar tidur Mei harum dan romantis. Kamar ini telah puluhan kali menjadi saksi pertemuanku penuh birahi dengan Mei. Ranjang lebar ini menjadi saksi bisu jeritan-jeritan kenikmatan Mei dan erangan penuh kenikmatanku. Entah sudah berapa banyak spermaku tercecer di atas ranjang ini bercampur dengan cairan vagina Mei. Dan malam ini kamar ini sekali lagi menjadi saksi sejarah baru diriku, bersetubuh sekaligus dengan dua orang wanita Cina yang cantik, bahenol dan seksi.

Mei dan Yen segera melepaskan celana masing-masing. Kuminta keduanya berdiri berjajar. Dalam cahaya lampu yang sengaja diredupkan kedua tubuh bugil itu nampak sangat indah. Keduanya berputar bak peragawati mempertontonkan tubuh telanjangnya. Keduanya lalu mendekatiku dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang. Yen cepat meloroti celana dalamku. Kemaluanku yang besar dan panjang itu segera mencuat tegak di hadapannya.

"Waoo.. Gedenya", seru Yen tertahan.

Jemari Yen yang lentik dan lembut itu segera menggenggam batang kemaluanku. Diremas-remas sebentar dan dielus-elus lembut. Aku mengerang-ngerang kenikmatan. Kuraih tubuh montok Mei dan buah dadanya segera menjadi bulan-bulanan mulutku. Sementara itu Yen mulai mempermainkan lidahnya di seputar pusarku dan semakin mendekati pangkal pahaku. Batang kemaluanku itu ada dalam genggamannya. Tangan kananku meraih buah dada Yen dan meremas-remasnya, sementara tangan kiriku merayap di sela-sela paha Mei. Jari-jariku merambah bulu-bulu kemaluannya yang lebat dan terbenam ke lubang basah kemaluannya.

"Aaacch..", erang Mei sambil menekan kepalaku lebih erat ke dadanya.

Jari-jariku semakin keras mencengkeram buah dada Yen ketika lidahnya yang lincah semakin mendekati batang kemaluanku yang semakin keras dan berdenyut-denyut. Ketika lidahnya semakin lidahnya menyentuh batang kemaluanku aku merasakan sensasi yang hebat dan mulut mungilnya itu dengan segera menelan senjata kebanggaanku itu.

Sementara itu Mei semakin menggelinjang dan kemaluannya semakin basah oleb banjir cairan vaginanya. Sambil terus mengulum kemaluanku Yen melepaskan tanganku yang meremas buah dadanya. Tangan itu dituntun ke arah selangkangannya. Tanganku segera menyapu kemaluannya yang berbulu lebat itu dan jemariku segera tenggelam ke lubang yang sudah basah oleh cairan vaginanya. Puas mengulum kemaluanku Yen minta buah dadanya dikulum. Segera Mei menggantikannya mengulum kemaluanku. Erangan dan lenguhan memenuhi ruangan. Tubuh Yen menggeletar hebat menandakan birahinya makin menggila butuh pelampiasan. Kupikir sudah saatnya menyetubuhi kedua wanita ini. Aku merebahkan keduanya hingga menelentang berjejer.

"Yen duluan", bisik Mei terengah-engah.

Yen telentang dengan mata tertutup dan paha yang sudah terbuka lebar siap disetubuhi. Aku memegang kedua pahanya dan beringsut mendekat. Mei menempelkan kedua buah dadanya di punggungku dan lidahnya bergerilya di seputar leher dan kupingku. Kuarahkan batang kemaluanku yang sudah keras dan tegak. Kuusap-usap di bibir lubang kemaluan Yen. Ia mendesis dan mulai menggelinjang, tidak sabar menanti saat-saat penetrasi. Ujung kemaluanku perlahan-lahan mulai menguak bibir kemaluannya yang telah basah. Mulutnya terbuka dan terdengar keluhan kecil. Aku berhenti sejenak. Ia membuka matanya dan di saat itulah kusentakkan pantatku ke depan.

BLES..!!

Bersambung . . . . .

Hadiah ulang tahun yang mengejutkan - 2

"Aaa..", Yen menjerit.

Kemaluanku yang besar dan panjang itu menerobos ke dalam lubang kemaluannya, lancar seperti di jalan tol. Yen menghentak-hentakkan pantatnya ke atas agar kemaluanku dapat menyuruk lebih dalam. Aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya. Nikmat rasanya kemaluanku digigit-gigit oleh dinding vaginanya. Ia mendesis-desis dan mengerang-erang nikmat. Lalu perlahan tetapi pasti aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Erangan Yen semakin keras. Buah dadanya bergoncang-goncang hebat seirama dengan genjotanku. Rambutnya yang panjang terserak-serak, membuat ekspresi wajahnya yang menahankan kenikmatan itu menjadi sangat menarik.

Aku mengatur ritme genjotanku agar ia dapat menikmatinya. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kenikmatan yang semakin menggila membuat ia mencengkam kedua lenganku. Ketika ia semakin menjerit-jerit, aku memperlambat bahkan menghentikan genjotanku. Ia mendesah-desah kecewa. Di saat ia masih mendesah-desah, kembali aku menyentakkan pantatku dan mengocok dengan cepat. Kembali jeritannya memenuhi ruangan itu.

"Cepat.. Cepat.." gumamnya tidak karu-karuan, "Aku mau keluar.."

Kupercepat tempo genjotanku. Tiba-tiba ia menarik tubuhku hingga rebah sepenuhnya di atas tubuhnya. Kubenamkan wajahku di lehernya mengiringi jeritan kenikmatan yang dilepaskannya.

"Aaahh..", jeritnya.

Tubuh montoknya itu bergetar hebat. Pantatnya dihentak-hentakkannya ke atas. Pahanya terangkat dan membelit pantatku sehingga menyatu sepenuhnya. Aku diam memberikan kesempatan kepadanya untuk menikmati orgasmenya. Tubuhnya bergetar-getar diiringi desah nafas terengah-engah. Rasanya dunia ini dilupakan kalau tidak karena desahan Mei yang berbaring di sebelah kami. Mei ternyata sedang asyik mempermainkan vaginanya sendiri. Kurasa ini saat yang tepat untuk menyetubuhi Mei. Apalagi aku belum orgasme sehingga kemaluanku masih tegak.

"Sekarang giliran Mei", bisikku di telinganya.

Yen mengangguk pelan dan melepaskan pelukannya. Ia menelentang seperti kehabisan tenaga di sebelah Mei. Aku beralih ke Mei. Kutarik tangannya. Ia segera membuka pahanya lebar-lebar. Kemaluannya sudah basah dan merekah, rupanya sudah tak sabar menunggu gilirannya digenjot. Aku merayap mendekatinya. Kemaluanku masih basah dan berkilat-kilat oleh cairan vagina Yen. Kuarahkan ujung kemaluanku ke lubang kemaluannya.

Mei memejamkan matanya sambil memegang kain seprei yang sudah acak-acakan itu, menanti saat-saat sensasional penetrasi batang kemaluanku. Ujung kemaluanku menyentuh bibir vaginanya dan menyeruak di antar bibir-bibir itu mencari jalan masuk. Aku menurunkan pantatku sedikit dan kurasakan kemaluanku mulai memasuki kemaluannya. Mei mulai mendesah-desah. Aku menariknya keluar lagi. Ia mendesah lagi seperti kecewa. Di saat itu aku menyurukkan kemaluanku ke dalam lobang surgawinya.

"Aaa.." Mei menjerit keras.

Matanya membelalak. Kemaluanku kutancapkan dalam-dalam di lubang kemaluannya. Setelah jeritannya berubah menjadi erangan, aku mulai menggerak-gerakkan pantatku maju mundur. Kususupkan tanganku ke bawah lengannya dan merangkul erat bahunya. Mulutku kubenamkan ke leherya yang jenjang. Ia melingkarkan tangannya ke punggungku dan memelukku erat-erat. Pantatnya yang bundar besar itu diputar-putar untuk memperbesar rasa nikmat. Mulutnya terus menerus mengeluarkan desisan, erangan dan jeritan, mengiringi sodokan-sodokan kemaluanku yang semakin menggila. Jepitan dinding vaginanya terasa sangat nikmat.

"Lebih keras.. Lebih keras lagi.." erang Mei.

Aku memompanya semakin bersemangat. Peluh mengucur dari seluruh tubuhku, bercampur dengan keringatnya. Aku mengangkat sedikit dadaku. Mulutku segera menerkam buah dada kirinya yang berguncang-guncang itu. Ia mengerang dan menekan kepalaku ke dadanya. Dari buah dada kiri aku beralih ke kanan. Ia menceracau semakin tak menentu. Pahanya membuka dan menutup. Kecipak cairan vaginanya semakin memperbesar nafsuku.

"Aku mau keluar", katanya terputus-putus.
"Aku juga", sahutku merasakan desakan magma spermaku yang akan memancar.
"Di dalam saja, sayang", bisiknya.

Karena ingin mencapai orgasme bersama-sama, aku meningkatkan kecepatan genjotan kemaluanku. Mei menjerit-jerit semakin keras. Aku menggeram dan menggigit lehernya. Ia merangkulku erat-erat. Kuku-kukunya terasa menembus daging punggungku. Akhirnya oleh satu hentakan keras aku membenamkan kemaluanku dalam-dalam diiringi lolongan panjang Mei membelah udara malam. Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas. Pahanya terangkat membelit pinggangku seakan memeras setiap tetes spermaku menyembur ke dalam rahimnya. Kurasakan banjir lahar spermaku deras memancar. Aku letih, Mei juga.

Sekitar sepuluh menit aku diam membiarkan kenikmatan itu mengendur perlahan-lahan. Lalu aku melepaskan diriku dari pelukan Mei dan terhempas ke atas kasur empuk spring-bed Mei, tepat di antara Mei dan Yen. Kedua wanita montok itu seperti dikomando merapat ke arahku. Buah dada keduanya menyentuh dadaku dan paha kiri Mei serta paha kanan Yen sama-sama membelit pahaku. Keduanya menciumku dengan lembut.

"Terima kasih, Kho", kata Yen. Aku hanya mengangguk-angguk kecil.

Setelah beberapa saat beristirahat, kami beralih ke kamar mandi dan membersihkan tubuh. Kedua wanita itu memandikanku. Mereka menyirami tubuhku dengan air hangat dan menggosokkan body foam. Yang menarik, gosokan itu tidak dibuat dengan tangan tetapi dengan buah dada masing-masing. Acara mandi erotik ini jelas memancing nafsu birahiku. Perlahan-lahan kemaluanku mulai bangun lagi. Uh.. Sungguh acara mandi malam yang tak terlupakan.

"Wuii.. Si ujang sudah bangun nih", goda Mei sambil mengelus kemaluanku, "Sesudah ini kita akan mulai ronde kedua", lanjutnya.

Acara mandi selesai dan kami kembali ke ruang tengah lantai bawah. Bertiga kami tidak mengenakan sehelai benangpun. Sepenuhnya bugil. Kupandangi dua wanita Cina yang menawan ini. Mereka lagi menuang anggur. Yen membawa dua gelas, satu diserahkan kepadaku.

"Untuk si jantan yang berulang tahun", kata Mei, "Semoga tetap kuat perkasa,"
"Untuk Mei dan Yen", sahutku, "Semoga tetap seksi dan menawan,"
"Untuk kita bertiga", kata Yen, "Semoga jadi group seks yang kompak,"

Gila! Dunia apa yang sedang aku masuki sekarang ini? Rasanya seperti bermimpi, tetapi ini bukan mimpi. Ini sungguh kenyataan. Mengapa menolak untuk menikmati semua ini. Kedua wanita itu kini merapat ke tubuhku dan memulai aksinya.

"Sekarang kita main di sini saja", kata Mei.

Aku dan Yen tidak menjawab. Setuju saja. Apa sih salahnya bersetubuh di atas karpet lembut ruang tengah ini? Keduanya segera tenggelam dalam aksinya masing-masing. Rabaan dan elusan disertai jilatan dan kecupan menjalari seluruh tubuhku, mengiringi kedua tanganku yang bebas bergerilya di setiap lekuk tubuh keduanya. Pada saat kedua tanganku melingkar ke pantat keduanya dan merasakan betapa montok dan padat pantat keduanya, timbul ideku untuk menyetubuhi keduanya dalam doggy-style. Kemaluanku dengan segera tegang kembali oleh ide menarik ini.

"Ayo, Mei dan Yen", kataku, "Sekarang kalian berlutut di lantai. Aku mau doggy-style, "

Tanpa berkata-kata kedua wanita itu saling memandang dan tertawa mengikik. Lalu keduanya segera berlutut membelakangiku. Keduanya saling bertaut lengan, biar bisa saling membagi kenikmatan mungkin. Pemandangan di depanku sungguh indah. Aku memandang kedua bokong yang besar, putih, mulus dan padat itu. Di antara paha itu nampak gundukan rambut kemaluan masing-masing yang lebat dan hitam. Di sela-sela rambut itu nampak bibir-bibir kemaluan yang merekah merah, siap untuk digenjot bergantian.

"Ayo Kho", kata Yen, "sudah nggak sabar nih!"

Aku mendekati dan mengelus-elus pantat keduanya. Ketika jari-jariku mulai merayapi bibir kemaluan, keduanya mendesis serentak. Jari-jariku menyeruak ke antara bibir-bibir vagina itu dan mempermainkan kedua klitoris. Keduanya serentak menjerit kecil dan mendongak. Sungguh sensasi yang indah. Kemaluanku yang sudah sekeras senapan itu kuarahkan ke bokong Mei. Tanpa kesulitan aku menembus kemaluannya yang telah basah licin itu.

Beberapa menit bermain dengan Mei, aku lalu beralih ke Yen. Ia pun menjerit kecil ketika kemaluanku menerobosi lubang surgawinya. Kukocok-kocok perlahan lalu semakin cepat. Ia mengerang semakin keras tak terkendali. Beberapa menit aku pun beralih ke Mei. Begitu seterusnya, sehingga kedua wanita itu semakin penasaran.

Malam semakin larut, namun untuk kami bertiga waktu tidak lagi penting. Yang penting sekarang ialah bagaimana meraih kenikmatan bersama-sama. Aku mulai merasa letih juga. Maka ingin kuakhiri dulu ronde kedua ini. Aku memegang bokong Mei dan menyodoknya keras-keras. Ia menjerit keras dan terus mengerang-erang tak karuan ketika kemaluanku bergerak lincah keluar masuk kemaluannya. Ketika kulihat ia mencengkram keras karpet aku tahu ia akan keluar. Aku mempercepat gerakanku dan menghentak keras. Mei menjerit keras dan rebah ke atas karpet. Aku mengikutinya dan beberapa saat menindihnya.

Melepaskan diri dari Mei aku beralih ke Yen yang setia menanti. Dengan cepat aku menghujamkan senjata kebanggaanku ke dalam kemaluannya. Seperti Mei ia pun menjerit keras. Rambutnya yang panjang itu kujambak sehingga ia mendongak ke atas sambil terus mengerang. Bunyi pantatnya yang beradu dengan pahaku seakan menjadi irama kenikmatan yang tak ada duanya. Aku pun merasa akan segera orgasme. Rambutnya semakin keras kutarik sehingga ia semakin mendongak. Pantatnya melengkung ke atas dan buah dadanya yang besar itu berguncang-guncang, seirama dengan gerakan pantatku.

"Aaauu, Kho" jeritnya, "Aku mau keluar!"
"Aku juga", balasku.

Serentak dengan jambakan rambutnya, mengiringi jeritan panjangnya, aku menghentakkan pantatku keras-keras. Ia rubuh ke atas karpet ditindih olehku. Di saat itu kurasakan deras spermaku memancar ke dalam rahimnya. Aku letih, juga Mei dan Yen. Aku diam membatu di atas pantat Yen yang montok. Mei merangkak mendekat dan mengelus-elus kepalaku.

Aku bangun. Yen juga. Sempoyongan ia berjalan dan duduk di sofa. Kakinya terbuka lebar dan dapat kulihat leleran spermaku menetes dari vaginanya. Aku menghempaskan tubuhku di samping kirinya. Kurangkul bahunya. Mei mendekat dan duduk di sebelah kiriku. Kedua tanganku merangkul punggung keduanya dan menggapai buah dada kanan Yen dan buah dada kiri Mei. Kugenggam kedua buah dada itu erat-erat.

"Terima kasih Mei, terima kasih Yen", kataku, "Terima kasih untuk kado ulang tahunya, "

Keduanya menatapku, mengangguk dan tertawa gelak-gelak.

"Tidak pernah terpikir dalam hidupku dapat mengumbar nafsu dengan dua wanita Cina yang cantik menawan, bahenol, montok dan seksi", kataku.
"Kho tak usah takut", sahut Mei, "Kami akan siap untuk Kho Ardy kapan saja,"
"Untuk lelaki sekuat Kho Ardy, Yen dan Mei akan siap selalu", timpal Yen.

Sejak peristiwa hadiah ulang tahun itu, aku jadi selalu punya wanita yang siap melayani nafsuku. Kalau Mei lagi menstruasi, Yen pasti siap untukku. Begitu juga sebaliknya. Namun kami juga sering berkumpul bertiga untuk saling berbagi kenikmatan.

Sekali di rumah Mei, larut malam setelah menyetubuhi keduanya secara bergiliran, iseng aku menggoda keduanya.

"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku, "Kapan dua ini akan bertambah?"
"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku, "Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah satu atau dua lagi, terserah Kho Ardy aja,"

Aku terkejut dan menoleh ke Mei.

"Nggak usah khawatir", lanjut Mei, "Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."

Aku terkejut tetapi juga berbangga. Gimana ya rasanya kalau sekali waktu dikerubuti empat wanita cinta yang cantik dan bahenol seperti Mei dan Yen?

"Tapi", kataku terus menggoda, "Kalian nggak nyesal disetubuhi lelaki bukan Cina, apalagi yang berasal dari KTI sepertiku?"
"Ah", renggut Mei manja, "Tentu aja tidak. Hitung-hitung mendukung program pemerintah yakni pembauran,"
"Pembauran ada macam-macam, Kho", lanjut Yen, "Ada yang berbaur dalam pekerjaan, rumah, profesi dan pergaulan. Untuk kita bertiga, yah berbaur kelamin aja,"

Hahahaa..

E N D

Makna persahabatan - 1

Sudah beberapa bulan berlalu sejak Mei memperkenalkan Yen kepadaku. Sejak itu kedua wanita Cina yang cantik dan bahenol ini menjadi partner seksku. Secara rutin kami bertemu untuk bersetubuh dan memuaskan nafsu birahi. Kebanyakan kami berkumpul di rumah Mei di bilangan Margorejo (baca ceritaku sebelumnya: Hadiah Ulang Tahun Yang Mengejutkan 1 dan 2). Keduanya seperti tak terpuaskan. Apalagi Yen. Nafsunya yang besar itu seperti tak ada habisnya. Permainan ranjangnya sungguh-sungguh menggairahkan, sehingga selalu ada kegembiraan dan kebanggaan tersendiri setiap kali aku menggumuli, menyetubuhi dan memuaskan nafsunya.

Satu hari Jumat, jam istirahat makan siang. Bersama seorang teman aku meluncur ke Delta Plaza. Ketika lagi asyik menyantap mie goreng, ada SMS masuk ponselku. Ternyata dari Yen.

"Kho Ardy, aku di meja pojok kanan. Buat aja seperti nggak kenal, ya."

Aku menoleh ke pojok kanan itu. Yen ada di sana bersama sekelompok teman wanita. Ada enam orang, semuanya Cina. Wow.. Cantik-cantik dan mulus-mulus. Mereka bercerita sambil tertawa-tawa dengan ceria. Yen melirik ke arahku sambil menulis SMS di ponselnya. Beberapa detik kemudian ada SMS masuk lagi.

"Pilih aja yang Kho Ardy suka."

Aku tak dapat lagi berkonsentrasi pada makan siangku. Mataku meneliti para wanita itu satu persatu. Aku lalu teringat percakapanku dengan Yen dan Mei satu malam setelah bersetubuh dengan keduanya.

"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku.
"Kapan dua ini akan bertambah menjadi empat?"
"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku.
"Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah dua atau berapa, terserah Kho Ardy aja."
"Nggak usah khawatir", lanjut Mei.
"Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."

Aku tak menduga kalau guyonan itu akan menjadi kenyataan. Berarti Yen sungguh-sungguh akan menepati janjinya. Mataku menangkap yang duduk di sebelah kiri Yen. Wajahnya manis imut-imut. Pandangan sekilas jelas menunjukkan sosok tubuhnya yang tinggi tetapi padat. Rambutnya panjang seperti punya Yen dibiarkan tergerai.

Lalu mataku menangkap sosok yang membelakangiku. Wanita berambut pendek itu jelas bertubuh padat. Kursi kecil merah yang didudukinya tak mampu memuat pantatnya yang lebar itu. Yang lain-lain walaupun berwajah manis rata-rata bertubuh agak kecil, tentu tidak masuk dalam kriteria seleraku.

"Yang di sebelah kiri dan yang di depanmu", tulisku dalam SMS untuk Yen.

Kulihat Yen membaca SMS di ponselnya dan tersenyum sekilas. Ketika mereka berjalan beriringan meninggalkan mejanya, aku memperhatikan satu per satu. Tidak salah pilihanku. Si rambut panjang itu setinggi Yen. Rok sedikit di bawah lutut dan blazer biru terang itu cukup memberi gambaran bentuk tubuhnya yang seksi. Buah dadanya menonjol. Pantatnya bulat besar. Gambaran celana dalamnya sedikit terlihat.

Yang berambut pendek sedikit lebih rendah. Pinggangnya ramping dan buah dadanya besar. Dan pantatnya. Aduhai! Bulat besar dan bergoyang-goyang dengan indahnya. Lebih besar dari pantat wanita yang tinggi itu, malah lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Aku menelan liur. Yen mengedipkan matanya sekilas sambil melirikku. Mereka berlalu sementara teman makan siangku terus ngomong tanpa sadar apa yang sedang terjadi. Kembali ke kantor aku tak dapat berkonsentrasi lagi. Kutelepon Yen.

"Gimana tadi?" tanyaku.
"Aku mau yang rambut panjang di sebelah kirimu dan si rambut pendek di depanmu itu."
"Sudah kuduga kalau Kho Ardy akan memilih yang itu", katanya sambil tertawa kecil.
"Keduanya memang sesuai selera Kho Ardy. Yang berambut panjang namanya Dewi, 28 tahun. Yang berambut pendek namanya Fenny, seusiaku, 29 tahun."
"Kapan ketemunya", kataku tak sabar.
"Haha.." tawanya renyah.
"Udah nafsu nih ye", lanjutnya menggoda.
"Habis, montok-montok segitu", sahutku.
"Kho Ardy harus sabar karena perlu pendekatan. Begitu berhasil, Kho Ardy akan kukabarkan. Saya yakin tak lama", katanya berbisik-bisik.
"Tapi, sebelum ketemu mereka kan masih ada aku sama Mei yang selalu siap."

Sesudah pertemuan itu, setiap kali bersetubuh dengan Mei dan Yen saya selalu bertanya kapan bertemu si Dewi dan Fenny. Mei juga tidak berkeberatan bahkan bermimpi dapat bermain berlima pada satu kesempatan nanti. Ternyata penantianku tidak berlangsung lama. Tiga minggu sesudah SMS di Delta Plaza, suatu siang Yen menelponku.

"Ada khabar gembira, Kho", kata Yen dengan suara renyah.
"Dewi dan Fenny pingin segera kenalan dengan Kho Ardy."
"Betul Yen", sahutku.
"Siapa dulu dong yang ngatur", sahutnya.
"Supaya puas, nanti Kho Ardy main aja sama Dewi dan Fenny dulu. Lalu nanti berlima sama aku dan Mei kalau sudah memungkinkan", kata Yen.

"Gimana baiknya?", tanyaku.
"Hari Jumat besok Mei akan nginap di tempatku", katanya lagi.
"Kalian pakai aja rumah Mei, biar aman."
"Jadi Mei udah tau?" tanyaku.
"Yah, udah", sahut Yen.
"Keduanya udah kenalan sama Mei. Mei setuju kok, makanya ia menginap di rumahku biar kalian bisa leluasa bermain bertiga. Kami menanti Kho Ardy besok di sana. Sesudah Kho Ardy datang, aku dan Mei pergi, biar Kho Ardy leluasa menikmati Dewi dan Fenny."
"Wuii.. Kamu hebat deh, Yen", kataku.
"Tapi Sabtu malam tetap milikku dan Mei", katanya.
"Hemat tenaganya, ya. Aku dan Mei juga mau puas-puas."
"Ngomong-ngomong, gimana sih sampai mereka bisa mau?" tanyaku.
"Haha..", Yen tertawa.
"Mudah kok. Mereka tahu kalau aku dan Mei itu janda-janda muda. Tapi kok selalu berseri-seri setiap awal pekan. Tahu kan, maksudku? Mereka lalu bertanya. Yah, kuceriterakan. Mei juga ceritera. Mei hebat promosinya seperti ceritanya dulu ke aku. Lama-lama keduanya tertarik dan akhirnya pingin kenalan sungguh."

"Udah kawin keduanya?" tanyaku lagi.
"Kawin sih udah", sahut Yen sambil ketawa lagi.
"Tapi belum menikah. Nggak apa-apa kan? Masa mau cari yang perawan."
"Ya, nggak", kataku.
"Tapi mau keduanya main bareng bertiga?" tanyaku lagi.
"Jangankan bertiga, berlima juga mau", sahut Yen.
"Nggak usah khawatir Kho, keduanya orang-orang yang santai kok. Kalau mau, minggu depan kita main berlima aja. Kho Ardy dilayani kami berempat khan enak."
"Terima kasih Yen", kataku setelah yakin.
"Akan ada hadiah untukmu."
"Apa itu?" tanyanya.
"Dua jam tambahan di ranjang", sahutku.
"Iihh.. Maunya", sahut Yen sambil tertawa.

Aku menutup telepon sambil tersenyum sendiri. Babak baru pengalaman seksku akan bertambah lagi dengan hadirnya dua wanita ini. Aku membayangkan nikmatnya bergumul dengan Dewi dan Fenny, kedua wanita cantik dan montok itu. Apalagi kalau menggumuli empat-empatnya bergiliran dalam satu pesta seks, pasti akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Tidak terasa, kemaluanku bergerak-gerak dalam celanaku, seakan-akan sudah tidak sabar menantikan saat-saat nikmat bersatu dengan Dewi dan Fenny yang cantik dan bahenol itu.

Jumat sore. Aku menuju rumah Mei dengan jantung berdebar-debar. Ada rasa bangga yang menyelip di dadaku karena boleh menikmati kehangatan tubuh-tubuh wanita Cina yang cantik-cantik itu. Sebaliknya ada rasa cemas juga, takut ditolak karena tidak sesuai dengan harapan mereka. Maklum, usiaku sudah 39 tahun, sebelas dan sepuluh tahun lebih tua dari Dewi dan Fenny. Apa jadinya kalau aku dirasa kurang cakep dan ditolak? Wah, pasti malu sekali. Namun kupikir Yen dan Mei tak mungkin berbohong. Bukankah keduanya sudah ketagihan dengan kejantananku?

Di depan pintu pagar aku ragu-ragu sejenak. Setelah menarik nafas beberapa kali, aku mendorong pintu yang tidak terkunci. Aku masuk dan mengancing pintu pagar stainless still itu. Tanpa mengetuk, aku mendorong pintu depan. Seperti biasa, kalau sudah ada janji pintu depan tidak dikunci. Aku mendorong pintu dan melangkah masuk.

"Hi, sayang", suara Mei menyambutku.

Astaga! Mei hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil berwarna merah yang membuat buah dadanya yang montok itu seperti akan meloncat keluar. Aku terpesona. Mei yang sudah puluhan kali kugumuli itu tetap tampil menawan. Tetapi yang membuatku terkejut ialah caranya berpakaian. Pasti yang lain-lain juga berpakaian seperti itu.

Apakah aku akan dilayani keempat wanita itu sekaligus? Dengan mesra Mei mengecup bibirku dan menggandengku masuk. Dan benar dugaanku, di ruang tengah telah menunggu Yen, Dewi dan Fenny, ketiga-tiganya hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil. Memperhatikan tubuh-tubuh montok bahenol nyaris bugil itu, nafsu birahiku langsung menggelegak butuh penyaluran. Kemaluanku langsung berdenyut-denyut di balik celanaku, tidak sabar menanti saat-saat indah menyatu dengan wanita-wanita Cina cantik bahenol ini.

Mei melepaskanku dan berdiri berjajar bersama Yen, Dewi dan Fenny. Aku tertegun memandang keempat wanita ini yang mengenakan hanya BH dan celana dalam. Keempat-empatnya memakai sepatu hak tinggi sehingga menambah seksi pemandangan di depanku. Yen yang berdiri di sebelah Mei mengenakan celana dalam dan BH berwarna hitam. Dadanya menyembul keluar dengan indahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Di sebelah kiri Yen berdiri Fenny.

Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna abu-abu. Rambutnya juga panjang tergerai sampai ke pantatnya. Dadanya menonjol ke depan, membusung dan dengan indahnya menyembul dari BH yang kecil. Dan.. Pantatnya itu, aduhai besarnya. Menariknya, pinggulnya cukup ramping untuk wanita dengan ukuran pantat sedemikian besarnya. Dan akhirnya, di jangkung Dewi dengan rambut di bawah pundak. Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna cream. Dadanya pun montok mempesona dengan tubuh padat dan sintal. Pinggangnya melekuk dengan indahnya menuruni pinggulnya yang digantungi dua bongkahan pantatnya yang lebar, walaupun tidak selebar punya Fenny.


Bersambung . . . .

Makna persahabatan - 2

Dadaku berdegup kencang, mataku membelalak dan mulutku terbuka. Mimpi apa aku semalam? Kupandangi keempat wanita Cina yang putih mulus, cantik montok dan bahenol itu dengan nafas yang menderu-deru. Keempatnya tersenyum manis.

"Selamat datang ke dunia impian", kata Yen dengan suaranya yang merdu.
"Semua ini milikmu", sambung Mei.
"Nikmati sepuas hati."
"Ayolah, Kho Ardy", kata Yen manja.
"Kenalan dong, sama si Fenny dan Dewi. Katanya pingin kenalan dengan dua cewek montok nan sexy ini. Ayo, kemarilah."

Aku mendekat. Mei dan Yen mendekat dan mengapitiku di kiri dan kanan. Keduanya bergayut di bahuku dengan buah dada mereka yang montok kenyal itu menempel di lengan kiri dan kananku. Kedua wanita montok ini telah puluhan kali merasakan kejantananku. Sekarang mereka ingin membagi kenikmatan dengan dua teman yang lain. Aduhai! Dadaku berdegub-degub.

Fenny mendekat. Goyangan dada dan pantatnya saja sudah mampu membangkitkan birahiku. Apalagi goyangannya di atas ranjang, pastilah membuatku terbang ke awan-awan. Kuulurkan tanganku. Ia menyambutnya hangat. Kurengkuh tubuh montok itu ke dalam pelukanku. Dadanya terasa empuk menempel di dadaku. Tanganku melingkari pinggulnya dan meraih pantatnya yang besar itu. Kutekan pantatnya itu ke arahku dalam gerak menyerupai persetubuhan. Fenny terkikik diiringi tawa Mei dan Yen. Ketika kukecup bibirnya, terasa ada getar-getar birahi dalam desah nafasnya yang hangat.

Lalu giliran Dewi. Jalannya anggun. Dengan postur tubuh setinggi itu ia lebih layak menjadi peragawati. Buah dadanya yang putih mulus dan disangga oleh BH kecil itu bergoyang-goyang dengan lembutnya. Sungguh pemandangan yang mengungkit birahi terpendam.

"Senang berkenalan dengan Mas Ardy", kata Dewi sambil menyambut tanganku.

Aku merengkuh tubuh sintal dan sexy itu ke dalam pelukanku. Ia menggeletar. Ketika masih kunikmati dadanya yang empuk menempeli dadaku dan tanganku meraih-raih pantatnya, ia mendaratkan kecupannya di pipiku. Mei dan Yen bertepuk tangan.

"Nah, Kho Ardy", kata Yen.
"Tugasku sudah selesai. Dewi dan Fenny akan menemanimu. Nikmati malam ini sepuas-puasnya. Aku dan Mei akan pergi."
"Dewi, Fen", kata Mei.
"Kami pergi ya. Aku jamin deh, kalian berdua nggak bakalan kecewa. Malah ketagihan nanti. Hati-hati, jangan lupa pulang lho, besok."

Mei dan Yen segera berpakaian dan meninggalkan ruangan. Tidak lama berselang, terdengar derum mobil Mei meninggalkan halaman rumah. Aku turun dan mengunci pagar dan pintu depan. Ketika aku kembali, Dewi dan Fenny sudah menantiku di pintu ruang tengah. Keduanya langsung menyerbuku dan mendaratkan ciuman-ciumannya yang panas dan penuh gairah birahi terpendam. Aku sampai kewalahan dibuatnya. Malam ini, Dewi dan Fenny sepenuhnya menjadi milikku. Aku akan mereguk kenikmatan sepuas-puasnya dalam pelukan hangat keduanya.

Sambil merangkul keduanya, Fenny di kiri dan Dewi di kanan, kuajak keduanya duduk di sofa ruang tengah. Di ruang inilah dulu aku berpesta seks pertama kali dengan Mei dan Yen. Di ruang inilah pertama kali Mei dan Yen melayaniku dan menjadi ketagihan sejak itu. Kini aku ingin agar di ruang yang sama ini Fenny dan Dewi merasakan kejantananku dan selanjutnya menjadi ketagihan.

Tanpa kuminta, kedua wanita Cina yang cantik montok nan bahenol ini mulai membuka pakaianku. Satu persatu dilepaskannya sehingga yang tertinggal hanya celana dalamku saja. Kemudian serentak keduanya mendaratkan ciuman-ciuman di pipi dan leherku hingga akhirnya mulut-mulut mungil dengan bibir-bibir sexy itu mulai mengulum puting susuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan.

Aku mengerang-ngerang nikmat dan dengan segera tanganku bergerilya di lekukan-lekukan tubuh keduanya. Kedua tanganku melingkar ke punggung Dewi dan Fenny lalu melepaskan kaitan BH masing-masing. Terlepas dari BH, buah dada keduanya yang memang besar dan montok mencuat keluar dengan indahnya. Warnanya putih mulus dengan puting yang merah kecoklatan. Buah dada keduanya sudah menegang sehingga terasa padat dan empuk di telapak tanganku.

Ketika tanganku mulai mengelus buah dada keduanya yang montok itu, desah nafas nikmat terdengar dari mulut keduanya. Geletar birahi sudah melanda urat nadi seluruh tubuh mereka. Serentak tanga-tangan mungil Dewi dan Fenny menerobos celana dalamku dan berebutan menggenggam batang kemaluanku yang sudah menegang sekeras tank baja. Aku tidak peduli tangan siapa yang mengelus batang kemaluanku dan yang lain mengusap-usap buah pelirku. Yang kurasakan hanya geletar-geletar nikmat yang menjalari seluruh bagian tubuhku dan meledak-ledak di denyutan kemaluanku.

Melepaskan kuluman di kedua puting susuku, Fenny menyusuri perutku dan mendekati selangkanganku. Dewi merayapi leherku dan mengendus-ngendus di pangkal kupingku. Tangan kiriku menyelusuri belahan buah dada Fenny dan sejalan dengan itu bibirku merambah tonjolan buah dada Dewi yang ternyata lebih besar dan lebih montok dari buah dada Fenny. Kuremas buah dada Fenny dan kuisap buah dada Dewi. Kedua wanita Cina itu bersamaan mengerang dengan suara keras.

Sambil tetap mengisap-isapi buah dada Dewi, tanganku mulai bergerilya ke balik celana dalam keduanya. Bongkahan-bongkahan pantat keduanya yang montok dan padat itu kini menjadi sasaran remasan tanganku. Telapak tanganku terasa empuk menelusuri halus kulit dan montoknya bongkah-bongkah itu. Keduanya menggelinjang ketika jari-jariku nakal menyelusuri belahan pantat yang menggairahkan itu. Keduanya bereaksi menjawab gerak tanganku itu.

Celana dalamku diperosotkan Fenny sehingga aku telanjang. Sejalan dengan mencuatnya kemaluanku tegak ke atas laksana menara, mulut mungil Fenny langsung menyergapnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu berdenyut-denyut dalam mulutnya. Sedotannya sungguh membawa nikmat tidak terkira. Aku menggeram, tetapi geramanku itu tertahan di buah dada Dewi yang menekan kepalaku kuat-kuat ke dadanya. Kedua tanganku dengan cepat menerobosi celana dalam keduanya dan bersarang di kemaluan masing-masing. Tangan kiriku menggerayangi kemaluan Fenny dan tangan kananku sibuk mencari-cari kemaluan Dewi. Ternyata keduanya telah basah oleh lendir.

Dewi mengaduh keras ketika jemariku menerobosi liang nikmatnya itu. Jeritan Fenny tertahan oleh kemaluanku yang telah memenuhi mulutnya. Sambil tangan kirinya terus menekan kepalaku ke arah dadanya, tangan kanannya memerosotkan celana dalamnya sendiri. Fenny menggelinjang-gelinjang ketika tangan kiriku mencopot celana dalamnya. Kini aku bersama kedua wanita cantik itu sudah dalam keadaan bugil penuh tanpa ditutupi sehelai benang pun. Adakah sesuatu yang dapat menghalangi aku untuk menikmati tubuh-tubuh bahenol ini sekarang?

"Kita ke kamar sekarang", kataku kepada Fenny dan Dewi.

Fenny melepaskan kulumannya atas kemaluanku. Bertiga kami bangkit dan melangkah ke lantai atas. Kedua wanita itu bergayut di bahuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan. Tangan kanan Dewi menggenggam dan mengusap-usap kemaluanku sehingga tetap tegang dan keras. Buah dada keduanya menempeli lengan kiri dan kananku sementara kedua tanganku merayapi bongkah-bongkah pantat keduanya yang montok dan padat. Kedua wanita cantik itu mengikik genit dan seksi. Aku tahu persis, nafsu birahi keduanya telah menggelora, tidak sabar menantikan pemuasan.

Kamar tidur Mei terasa sangat romantis dan berbau wangi. Ruangan berpenyejuk itu terasa sangat lapang. Lampu yang redup membuat suasana semakin indah. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Kemaluanku tegak menjulang dengan gagahnya, menantikan saat-saat mendebarkan, menyatu dengan kedua wanita itu bergantian. Dewi dan Fenny berdiri sejajar mempertontonkan tubuhnya yang molek padat kepadaku. Dewi lebih tinggi dengan buah dada yang lebih besar dan padat.

Fenny lebih pendek, buah dadanya juga kalah besar dari Dewi, tetapi pantatnya itu! Aduhai! Lebih besar dari pantat Dewi, bahkan lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Getaran pantatnya yang besar itu jelas-jelas sangat mengungkit birahiku yang terpendam. Sambil tertawa-tawa keduanya berputar-putar, mempertontonkan kemontokan dan kemolekan tubuh bugil mereka. Kupandang buah dada keduanya yang montok, bongkahan-bongkahan pantat yang bulat, padat dan besar. Rambut kemaluan yang hitam legam itu memberi pemandangan yang sangat indah dan kontras di atas kulit yang putih dan mulus itu.

"Udah puas lihatnya?" tanya Dewi.
"Udah", jawaku sekenanya.

Segera kedua wanita itu menerkamku di atas ranjang Mei yang lebar dan empuk itu. Spring bed itu bergetar-getar menahan gempuran keduanya. Jari-jari mungil mereka merambah dan mengelus seluruh bagian tubuhku, sementara bibir-bibir mungil dan basah itu menjelajah seluruh bagian sensitif tubuhku. Tubuh-tubuh bugil bahenol itu menghimpitku dengan ketatnya. Kubiarkan keduanya menjelajahi tubuhku. Sentuhan-sentuhan manis itu sungguh-sungguh membawa rasa nikmat yang tak terkira.

Dewi mendekatkan buah dadanya ke wajahku. Mulutku dengan segera menangkap dan mengulum puting buah dadanya yang menegang itu. Ia mengerang keras ketika lidahku mempermainkan putingnya. Sementara itu bibir dan lidah Fenny leluasa menjelajahi sela-sela pahaku. Batang kemaluanku yang sudah sekeras laras senapan itu terasa terpilin-pilih dalam mulutnya. Lidahnya begitu lihai mempermainkan kemaluanku itu. Pantatnya yang bulat lebar itu menjadi sasaran remasan tangan kiriku. Ketika nafsu birahiku semakin menggila dan tak tertahankan lagi, kupikir saatnya untuk menyetubuhi kedua wanita itu. Aku melepaskan diri dan meminta keduanya berbaring berjajar.

"Dewi duluan", kata Fanny.


Bersambung . . . .

Makna persahabatan - 3

Kulihat Dewi sudah menelentang dengan mata tertutup. Bibirnya sedikit terbuka dan mendesis-desis. Pahanya telah dibuka lebar-lebar. Kemaluannya merekah merah dan basah oleh cairan vaginanya, dihiasi oleh bulu-bulu hitam lebat di seputarnya. Tangan kirinya berpegangan erat dengan tangan Fenny seakan-akan menimba kekuatan dan dukungan. Dadanya kelihatan bergemuruh oleh denyut jantungnya. Ia terlihat menahan napas. Aku tahu, ia tak sabar menantikan sensasi indah bersatu dengan diriku. Kuarahkan kemaluanku yang sudah menegang dan berkilat-kilat.

Ujung kemaluanku menguak perlahan-lahan bibir kemaluannya. Ia mendesah nikmat. Lalu perlahan-lahan aku menyuruk masuk. Mulutnya semakin lebar terbuka. Batang kemaluanku yang berkasa itu menerobos dinding-dinding vaginanya yang telah basah berlendir. Ketika separuh batang kemaluanku telah menerobos liang nikmatnya Dewi, aku berhenti sejenak dan membiarkan dia menikmatinya. Kulihat ekspresi wajah Dewi yang menggelinjang kenikmatan. Rambut hitamnya yang terserak di bantal mempertegas ekspresi wajahnya yang putih mulus. Tangannya meremas-remas kain seprei. Dari mulutnya keluar desah-desah nikmat yang menggelora. Aku tersenyum bangga, bisa menikmati tubuh wanita secantik dan semontok Dewi.

Ketika aku dengan hati puas menikmati ekspresi penuh kenikmatan wajah Dewi, di saat itulah ciuman bibir Fenny mendarat di belakangku, tepat di atas pantatku. Aku terkejut karena geli. Reaksiku tak terduga. Aku menyodokkan kemaluanku dengan keras ke arah Dewi. Batang kemaluanku yang besar dan panjang itu dengan ganasnya menerobosi lubang surgawi Dewi dan tertanam sepenuhnya di lubang yang sudah basah berlendir itu. Dewi tersentak dan membelalakkan matanya sambil mengerang hebat. Jeritannya keras dan panjang membelah udara malam yang hening itu.

"Aaoohh..", erang Dewi penuh kenikmatan.

Pantatnya dihentak-hentakkan ke atas untuk menerima kemaluanku sepenuhnya. Pahanya yang padat itu membelit pinggangku, sehingga aku sepenuhnya bersatu dengan dirinya. Ia melolong-lolong seperti orang hilang ingatan. Sementara itu jilatan lidah Fenny di seputar bokongku membuat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi. Setelah berhenti sejenak dan memberi kesempatan kepada Dewi untuk menikmati sensasi nikmat ini, aku mulai bergerak. Kemaluanku kugerakkan maju mundur secara berirama. Mula-mula perlahan-lahan, lalu bergerak makin cepat. Tubuh montok Dewi bergetar-getar seirama dengan genjotan kemaluanku. Mulutnya terbuka dan mendesis-desis.

Melihat indahnya bibir-bibir mungil merah merekah itu, aku segera mendaratkan bibirku di sana. Kulumat habir bibir-bibir seksi itu. Dewi membalas tak kalah hebatnya. Lidahku terpilin-pilin oleh sedotan mulutnya. Tubuhku mulai berpeluh, menetes dan menyatu dengan keringat Dewi. Pahanya kini dibuka lebar-lebar sehingga aku dapat leluasa menggenjot kemaluannya itu. Kecipak bunyi cairan vaginanya karena sodokan kemaluanku secara berirama menambah panas pertarungan penuh birahi ini.

"Aku mau keluar.." erang Dewi.
"Ayo, Mas.. Lebih keras! Auu!!"

Mengingat masih ada Fenny yang harus dipuaskan, aku mempercepat gerakanku agar Dewi secepatnya orgasme. Benar! Dalam hitungan dua menit, Dewi menjerit sekeras-kerasnya sambil menghentak-hentakkan pantatnya ke atas. Tubuhnya menggeletar dengan hebas karena didera rasa nikmat yang luar biasa. Jeritannya itu tersekat oleh mulutku. Pahanya ketat membelit pinggangku. Tangannya memelukku seerat-eratnya. Desah puas terdengar dari mulutnya.

"Fenny masih menunggu", kataku mengingatkan.

Ia mengangguk dan melepaskanku. Aku mencabut kemaluanku yang masih tegak keras dan berkilat-kilat karena dilumuri lendir vagina Dewi. Dari kemaluannya kulihat aliran lendir orgasmenya. Dewi tetap berbaring dengan paha terbuka dan mata tertutup. Buah dadanya membusung ke atas, agak memerah karena remasan dan gigitanku. Kemaluannya tetap merekah terbuka dan bergetar-getar, masih harus terbiasa dengan genjotan kemaluanku yang keras dan besar ini.

Aku menoleh dan kulihat Fenny menatapku dengan pandangan yang menyiratkan harapan agar nafsunya pun segera dipuaskan. Aku menghampirinya. Ia bergerak dan menyiapkan dirinya untuk disetubuhi. Tak kusangka, ia langsung menungging. Rupanya ia suka doggy style penetration.

"Aku tahu, Mas Ardy suka pantatku", katanya sambil tertawa kecil.
"Ayo, Mas! Fenny udah nggak sabar, nih. Pengen cepat dirudal oleh penismu yang gede itu."
"Siapa takut!" sahutku.

Karena Fenny sudah sangat terangsang, aku tidak menunggu lama-lama. Langsung saja kuarahkan kemaluanku ke arah kemaluannya yang merekah, diapiti oleh kedua bongkahan pantatnya yang montok, padat dan lebar itu. Sungguh pemandangan yang indah dan sangat mengungkit birahi yang terpendam. Pantat yang lebar dan mulus itu pasti menjanjikan kenikmatan yang tak ada duanya. Bulu-bulu kemaluannya yang hitam lebat itu menutupi sedikit liang nikmat Fenny. Kusibak rambut-rambut itu dan tampaklah bibir-bibir vagina yang berwarna merah muda, segar dan basah berlendir. Apa lagi yang dapat menghalangiku menyetubuhi si pantat besar ini?

Fenny menurunkan kepalanya hingga bertumpu ke bantal. Pantatnya diangkat. Tangannya meremas ujung-ujung bantal itu seakan-akan mencari kekuatan. Nafasnya berdesah tak teratur. Bulu-bulu halus tubuhnya meremang, menantikan saat-saat sensasional ketika kemaluanku ini akan menerobosi lubang surgawinya. Aku merapat. Kuelus-elus kedua belahan pantatnya yang mulus padat itu. Perlahan-lahan jari-jariku mendekati bibir-bibir vaginanya yang telah basah itu. Jariku mempermainkan rambut lebat di seputar lubang itu. Fenny mengerang-erang menahan birahinya yang semakin menggila. Pantatnya bergetar-getar menahan rangsangan tanganku.

"Ayo, Mas", erang Fenny.
"Udah nggak tahan nih!"

Kuarahkan kemaluanku yang masih sangat keras itu ke arah lubang kenikmatan Fenny. Kuletakkan kepala kemaluanku di atas bibir-bibirnya. Fenny mendesah. Kemudian perlahan tapi pasti aku mendorongnya ke depan. Kemaluanku menerobosi lubang nikmatnya itu. Fenny menjerit kecil sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Sejenak aku berhenti dan membiarkan Fenny menikmatinya. Ketika ia tengah mengerang-erang dan menggelinjang-gelinjang, mendadak aku menyodokkan kemaluanku ke depan dengan cepat dan keras. Dengan lancar batang kemaluanku meluncur ke dalam liang vaginanya. Fenny tersentak dan menjerit keras.

"Ampunn, Mas!" jerit Fenny.
"Auu..!!"

Di saat itu terdengar telepon berdering. Siapa sih yang nelpon malam-malam begini? Dewi beranjak menerima telepon ini. Sambil terus menggenjoti kemaluan Fenny, aku menangkap pembicaraan itu.

"Eh, Yen", kata Dewi.
"Tuh lagi asyik di sana. Fenny sampai menjerit-jerit tuh. Bisa dengar kan? Ya.. Aku sampai orgasme berulang-ulang lho. Mas Ardy memang jagoan deh. Ok.. Aku ke sana."

Dewi membawa cordless telepon itu ke samping ranjang. Ia mendekatkannya ke kepala Fenny yang menjerit kenikmatan. Rupanya Mei dan Yen ingin mendengarnya juga. Aku terpacu untuk menunjukkan kejantananku. Maka aku mempercepat genjotan kemaluanku di vagina Fenny. Kujambak rambutnya sehingga wajahnya mendongak ke atas. Semakin keras dan cepat genjotanku, semakin keras erangan dan jeritan Fenny. Bunyi hentakan pantatnya semakin memukau. Akhirnya kurasakan lahar sperma di kemaluanku akan memuncrat. Maka aku mempercepat kocokanku, biar Fenny duluan orgasme. Benar!

"Aa..h.!" jerit Fenny.
"Aah.. Aku keluar! Aku keluar!"

Diiringi jeritan kerasnya, tubuh Fenny menggeletar hebat didera rasa nikmat orgasme yang tak terkatakan. Punggungnya melengkung ke atas dan mengejang. Hentakkan pantatku membenamkan kemaluanku dalam-dalam ke vagina Fenny. Dinding liang kemaluannya itu terasa menjepit batang kemaluanku, mengiringi muntahan spermaku memenuhi lubang kenikmatannya. Tanganku mencekal pahanya yang padat itu dan menarik erat-erat ke arah kemaluanku, sehingga kemaluanku yang kubanggakan itu terbenam sedalam-dalamnya di kemaluan Fenny.

Punggung Fenny yang padat berisi itu bersimbah peluh. Rambutnya melekat. Ia mencengkam seprei kuat-kuat seakan-akan hendak menimba kekuatan dari sana, menahan deraan rasa nikmat yang melanda sekujur tubuhnya. Rasa nikmat yang sama menjalari tubuhku, diimbangi oleh rasa bangga karena dapat beradu birahi dengan dua wanita Cina yang yang cantik dan bahenol. Kebanggaanku menjadi lebih lengkap karena keduanya sudah meraih orgasme berkat kejantananku.

"Udah dulu ya, Mbak", suara Dewi membuyarkan lamunanku.
"Fenny udah keluar, tuh! Aku mendingan mandi, deh! Sebentar lagi pasti giliranku." Rupanya ia mengobrol dengan Mei dan Yen lewat telepon.

Rasa bangga menjalari kepalaku mendengar ucapan Dewi itu. Sambil tetap membiarkan kemaluanku menancap di tubuh Fenny, aku menoleh ke arah Dewi. Aku tersenyum, ia membalasnya. Ia mendekatiku dan mendaratkan bibirnya di bibirku. Kami berpagutan erat sementara tubuh Fenny yang masih menyatu dengan tubuhku terus menggeletar menggapai sisa-sisa kenikmatan. Oh, malam yang teramat indah dan akan kukenang seumur hidupku.

"Oh! Nikmatnya!" kata Fenny.
"Aku belum pernah sepuas ini!"
"Aku juga", sahut Dewi.
"Luar biasa Mas Ardy ini!"

Aku mencabut kemaluanku dari kemaluan Fenny. Kuperhatikan liang vaginanya yang dipenuhi spermaku bercampur cairan kemaluannya, menetes jatuh membasahi pahanya. Kami bertiga rebah di atas ranjang. Kedua wanita itu menempel lekat, Dewi di sisi kiriku dan Fenny di sisi kananku. Ciuman hangat mendarat di kedua pipiku. Sekitar lima belas menit kami hanya berbaring diam melemaskan badan, mereguk sisa-sisa kenikmatan dan menghimpun tenaga.

"Mandi, yuk!" ajak Dewi.

Bertiga kami beralih ke kamar mandi. Seperti dengan Mei dan Yen dulu, kamar mandi itu berubah menjadi arena pemuasan nafsu birahi. Dewi dan Fenny memandikanku. Keduanya menyabuniku bukan dengan tangan. Dewi sibuk menyabuni seluruh bagian belakang tubuhku dengan buah dadanya, sementara Fenny menyapu bersih seluruh bagian depan tubuhku dengan pantatnya yang lebar.


Bersambung . . . .

Makna persahabatan - 4

Ruang kamar mandi itu dengan segera dipenuh oleh gelak tawa dan gurauan-gurauan yang membangkitkan birahi. Gesekan-gesekan, rabaan-rabaan dan remasan-remasan tak ayal lagi merangsang nafsu terpendam. Ketika ledakan-ledakan nafsu itu tidak tertahankan lagi, jalan satu-satunya ialah menyetubuhi kedua wanita itu bergiliran. Maka dinding-dinding kamar mandi itu pun menjadi saksi bisu aku beradu nafsu syahwat dengan Fenny dan Dewi.

Fenny minta disetubuhi duluan. Aku duduk di tepi bathtub dengan kemaluanku mengacung tegak ke atas. Dewi merangkulku dari belakang sehingga buah dadanya yang padat itu menempel erat di punggungku. Fenny mengangkangkan pahanya dan mendekatiku dari depan, siap-siap untuk disetubuhi.

"Mas Ardy pasti bangga ya, dilayani oleh dua cewek bahenol", kata Fenny tersenyum.
"Jelas dong", sahutku.
"Bayangkan! Dua cewek Cina, putih mulus, cantik dan bahenol, dapat kusetubuhi bergantian dalam semalam."
"Apa yang paling Mas Ardy suka", sahut Dewi.
"Aku dan Fenny kan sama saja dengan wanita-wanita yang lain."
"Oh, jelas beda" jawabku.
"Aku suka wanita yang bahenol dengan buah dada dan pantat yang besar. Jelas, kalian berdua masuk dalam kriteriaku. Yang kedua, aku terobsesi untuk bersetubuh dengan wanita-wanita Tionghoa. Putih, mulus dan halus. Awalnya sih pingin tau aja, senikmat apa sih bersetubuh dengan wanita-wanita Cina. Eh, ternyata luar biasa nikmatnya. Jadinya ketagihan"
"Ah, Mas Ardy aja ada", kata Fenny mencubit lenganku.
"Kita akan saling memuaskan", kata Dewi.
"Mas Ardy membutuhkan tubuh kami sedang kami membutuhkan kejantananmu."
"Hahaa.." bertiga kami tertawa bareng.

Fenny yang sudah duduk di pahaku merapatkan tubuhnya. Kemaluanku yang sudah tegak tanpa halangan langsung menembus kemaluannya, bersarang sedalam-dalamnya. Ia segera menggoyang pantatnya dengan liar sambil melenguh-lenguh nikmat. Kedua buah dadanya diarahkan ke mulutku. Dengan buas kuterkam keduah buah dada yang bergoyang-goyang itu. Fenny mengerang keras. Nafsunya semakin melonjak mendekati orgasme.

Ia semakin liar. Kepalaku ditekan keras-keras ke dadanya sehingga terbenam di buah dadanya yang empuk. Sementara itu, Dewi juga terus menekan-nekan dadanya ke arah punggungku. Jadinya dua pasang buah dada sungguh memanjakanku. Huu.. Seru! Fenny yang sudah terangsang hebat cepat sekali mencapai orgasmenya. Badannya mengejang-ngejang diiringi erangan kenikmatan.

"Auu.. Mas!" jerit Fenny seraya mengerkah bahuku.

Jeritan kenikmatannya tersekat di sana. Untuk beberapa saat kami terdiam. Ia memelukku erat-erat menggapai kekuatan menahan deraan kenikmatan yang menerpa tubuhnya. Perlahan ia melepaskan tubuhku dan dengan lemas mencebur ke dalam bathtub yang sudah terisi air hangat.

"Sekarang giliranku, Mas", kata Dewi.

Ia langsung berdiri dan bersandar ke wastafel dan menaikkan pantatnya, siap menerima batang kejantananku dalam doggy style penetration. Sejenak aku menikmati bayangan indah di cermin. Rambut Dewi yang panjang dan awut-awutan itu menggantung. Matanya tertutup sambil agak menengadah. Bibirnya yang merah mungil itu agak terbuka, menghiasi wajahnya yang cantik.

Wajah itu jelas memancarkan gelora birahi yang menggila dan butuh pemuasan. Buah dadanya yang ranum besar itu menggelantung dengan indahnya, bergerak naik turun seirama nafasnya yang memburu. Tangannya bertumpu pada tepi wastafel. Pahanya sudah membuka lebar, memperlihatkan celah kemaluannya yang seperti berteriak tak sabar. Rambut kemaluannya yang basah itu melekat di pinggir mulut gua gelap itu.

Aku mendekatinya. Tanganku menyapu lembut kulit pantatnya yang mulus tapi padat. Dari bayangan cermin kulihat Dewi menggigit bibirnya dan menahan napas, tak sabar menanti penetrasi batang kejantananku. Tanganku melingkari kedua pahanya lalu kuarahkan kemaluanku ke lubang kenikmatannya. Perlahan-lahan ujung kemaluanku yang melebar dan berwarna merah mengkilap itu menerobosi kemaluannya. Dewi mendongak dan dari mulutnya terdengar desisan liar. Sejenak aku berhenti dan membiarkan ia menikmatinya lalu mendadak aku menghentakkan pantatku keras ke depan. Sehingga terbenamlah seluruh batang kejantananku di liang kewanitaannya.

"Aacchh..!!", Dewi mengerang keras.

Aku menjambak rambutnya sehingga wajah yang cantik itu mendongak ke atas. Sambil terus menggenjot kemaluannya, aku menikmati perubahan mimik wajahnya menahan rasa nikmat yang bergelora dan menjalari seluruh tubuhnya. Wajahnya yang memerah itu dialiri butiran-butiran keringat. Kedua buah dadanya berguncang-guncang seirama dengan gerakan keluar masuk kemaluanku di liang nikmatnya.

Bunyi kecipak cairan vaginanya terdengar merdu berirama, diiringi desahan dan lenguhan yang terus menerus keluar dari mulutnya yang mungil. Melihat itu aku semakin bernafsu. Aku mempercepat gerakan pantatku. Kemaluanku terasa semakin membesar dan memanjang. Erangan dan lenguhan Dewi berubah menjadi jeritan histeris penuh birahi yang meledak-ledak.

"Oohh..! Lebih keras!" jerit Dewi.
"Ayo, cepat. Cepat. Lebih keras lagii!"

Keringatku deras menetesi pungguh dan dadaku. Wajahku pun telah basah oleh keringat. Rambut Dewi semakin keras kusentak. Kepalanya semakin mendongak. Dan dengan satu sentakan keras, aku membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya. Dewi menjerit karena orgasme yang menggelora. Kusentakkan tubuh Dewi ke atas. Kedua tanganku menggapai kedua buah dadanya dan meremas-remas dengan penuh nafsu. Ia pun menghentakkan pantatnya ke belakang agar lebih penuh menerima batang kemaluanku. Pantatnya bergetar hebat. Aku menggeram seperti singa lapar.

Di saat itulah kurasakan spermaku menyemprot dengan derasnya ke dalam rahim Dewi. Rasanya tak ada habis-habisnya. Dinding-dinding vagina Dewi menjepit kemaluanku. Rasanya seperti terpilin-pilin. Tangan Dewi melemah dan ia pun merebahkan dirinya di atas keramik lebar samping wastafel. Aku pun rubuh menindih tubuhnya. Beberapa lama kami diam di tempat dengan kelamin yang tetap bersatu sepenuhnya, menggeletar dan mengejang, mereguk segala kenikmatan yang hanya dapat ditemukan dalam persetubuhan.

"Udah waktunya mandi, Mas, Mbak Dewi", kata-kata Fenny menyadarkan kami berdua.

Aku membimbing Dewi yang masih lemas didera rasa nikmat orgasmenya. Bertiga kami berendam di dalam bathtub mewah dalam kamar mandi Mei yang lapang ini. Dengan penuh kelembutan keduanya memandikanku, membersihkan seluruh peluh yang melekat di badanku, mencuci bersih kemaluanku.

Benar kata Yen. Dewi dan Fenny tidak mengecewakan. Malah harus kuakui, permainan seks kedua wanita ini jauh lebih menggairahkan. Menikmati tubuh keduanya saja sudah begini menyenangkan. Bagaimana kalau mereka berempat, Mei dan Yen serta Dewi dan Fenny bersama-sama melayani dalam semalam? Sesudah malam ini, hari-hari selanjutnya pasti akan sangat menyenangkan.

Bagai mendapat durian runtuh, demikian kata pepatah lama. Bagaimana tidak. Empat wanita Cina yang cantik bermata sipit dengan tubuh yang montok dan bahenol siap aku setubuhi kapan saja. Ooh, betapa beruntungnya aku.

"Mikiran apa, ayo", kata Fenny membuyarkan lamunanku. Ia tersenyum.
"Aku berpikir, gimana rasanya kalau dalam semalam aku menyetubuhi kalian berdua serta Mei dan Yen bergantian ya?" kataku.
"Ih maunya", sahut Fenny.
"Itu bisa saja, Mas", sahut Dewi sambil menyiramkan air hangat ke bahuku.
"Mei dan Yen udah berencana kok. Pasti kita akan main berlima. Aku yakin, Mas Ardy tidak keberatan. Ya kan?"
"Siapa yang nolak", sahutku.
"Apalagi dilayani oleh empat wanita Cina yang cantik-cantik dan montok-montok ini."
"Itulah manfaatnya mempunyai sahabat", sahut Fenny.
"Bisa berbagi suka dan duka."
"Benar kata Fenny", timpal Dewi.
"Kami semua mapan secara ekonomis. Begitu juga karier. Selama ini kami tidak pernah merasa perlu berbagi kegembiraan. Sekarang semua itu terjadi, berkat bantuan Mas Ardy. Karena di sini kami berempat telah berbagi kenikmatan!"
"Jadi inikah makna persabahatan itu?" tanyaku dalam hati.

Apapun jawabannya aku tidak peduli. Malam itu sungguh menjadi malam yang tak terlupakan. Kami bersetubuh sampai pagi, sama-sama tidak menyia-nyiakan kesempatan membagi rasa nikmat hubungan kelamin satu sama lain.

Pagi hari, Mei dan Yen kembali. Setelah menyelesaikan ronde terakhir persetubuhan pagi itu, kami bertiga bergabung dengan Mei dan Yen menikmati sarapan pagi. Wajah Dewi dan Fenny terlihat sayu karena kurang tidur tetapi jelas berbinar-binar karena kepuasan yang telah mereka peroleh.

"Kho Ardy", kata Yen.
"Benarkan kataku kalau aku ini sahabat sejati. Sesuatu yang indah dan nikmat itu kalau dibagi-bagi akan menjadi lebih indah dan nikmat."
"Betul kata Yen", tambah Mei.
"Tapi malam ini milik aku dan Yen, kan?
"Tentu", sahutku pendek sambil menyeruput kopiku.
"Pokoknya mulai sekarang, kapan saya Mas Ardy pengen, kami pasti bersedia", tambah Fenny.
"Kecuali kalau lagi menstruasi tentunya. He.. He.. He.."
"Gimana Dewi?" tanyaku.
"Aku setuju", sahut Dewi.
"Sahabat sejati selalu memberikan yang terbaik kepada para sahabatnya. Kami berempat adalah teman-teman lama. Kini menjadi berlima bersama Mas Ardy. Orang lain saling membagi harta dan ceritera. Kita saling membagi rasa nikmat hubungan kelamin. Kami berempat ini milikmu. Gimana?"
"Setujuu..!!" sahut Mei, Yen dan Fenny.

Aku hanya tersenyum bangga. Mataku menatap langit-langit diiringi derai tawa keempat wanita cantik nan bahenol itu. Ada makna baru persahabatan bagiku sekarang!


Tamat

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama